RINGKASAN
(D. Adar, A.
Nalle, M. Tiro, K. Moenardy, H. Wulakada, J. San)
Tingkat
kemiskinan Kabupaten Manggarai pada tahun 2013 berada diangka 20.96% atau lebih kecil dari target
yang ditetapkan dalam RPJMD Kabupaten Manggarai 2011-2015 (Sasaran Misi I; Menurunnya angka kemiskinan dari
50,28 % menjadi 32,00 % pada tahun 2015). Jika menggunakan standar target
yang termuat pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN)
2009-2014, angka kemiskinan nasional ditargetkan turun menjadi sebesar 8%
(target ideal) sampai dengan 10% (target konservatif). Dengan tolok ukur
tersebut dan mengacu pada capaian tingkat kemiskinan di tahun 2013, Kabupaten
Manggarai masih memungkinkan untuk mengejar target ideal nasional yakni 8% pada
kurun waktu 5 tahun kedepan. Salah satu pertimbangan dari optimisme karena publikasi
tingkat kemiskinan oleh BPS Manggarai pada tahun 2012 dan 2013 akan terus
menurun dan dalam perjalananya telah diluncurkan beberapa kegiatan partisipatif dan padat karya
dalam rangka penanggulangan kemiskinan pada tahun anggaran 2014.
Indikator kemiskinan lain seperti
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) berkembang
relevan dengan dinamika indikator ditingkat nasional dan provinsi. Oleh
karenanya, meskipun tingkat kemiskinan di Kabupaten Manggarai merupakan yang
paling tinggi ke-11 diantara 22 kabupaten/kota lainnya di Provinsi NTT,
perkembangan proses penanggulangan kemiskinan dari waktu ke waktu masih
menunjukan intervensi kebijakan berlangsung efektif.
Pada saat yang sama, indikator
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) juga menunjukan capaian menggembirakan
dimana pada tahun 2010 mencapai 2,87%
kemudian mengalami penurunan hingga 0,92% pada tahun 2012, namun mengalami
kenaikan pada tahun 2012 hingga mencapai 1,87% namun terindikasi sangat
dipengaruhi oleh besaran intervensi anggaran dari Pemerintah. RPJMN menargetkan
angka tingkat pengangguran di 5.4% pada tahun 2014, ini berarti capain
Kabupaten Manggarai relevan terhadap kebijakan nasional dan intervensi
kebijakan disektor tersebut berjalan efektif.
Analisis pada 18 indikator
kesehatan menunjukan perkembangan positif dimana terdapat 11
indikator diantaranya yang berdampak positif dibanding standar dari target
nasional. Hanya terdapat 7 indikator yang masih kurang dari target nasional
yakni; (1) Cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi kebidanan, (2) Cakupan pelayanan nifas, (3) Cakupan
kunjungan bayi, (4) Cakupan desa/kelurahan UCI, (5) Cakupan pelayanan anak
balita, (6) Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anank usia 6-24 bulan
keluarga miskin, dan (7) Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit.
Bidang pendidikan, beberapa
indikator yang garis kecenderungan (trendline) menampilkan pola menurun
dari hasil simulasi data deret waktu adalah Indikator Angka Partisipasi Kasar
(APK) SMP/MTs, Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs, Jarak Sekolah Menengah
Atas SMA/MA, Rasio Siswa/Kelas SMP/MTs, Rasio Siswa/Kelas SMA/MA, Rasio
Guru/Kelas SMP/MTs, Rasio Guru/Kelas SMA/MA, Rasio Siswa/Guru SD/MI, Rasio
Siswa/Guru SMP/MTs, dan Rasio Siswa/Guru SMA/MA penting untuk mendapatkan
penanganan khusus dari sektor yang terkait. Sedangkan isu infrastruktur dasar,
satu-satunya indikator dari 3 indikator utama yang dianalisis dan berada pada
posisi yang kurang baik adalah indikator Proporsi Rumah Tangga dengan Air Minum
Layak. Capaian indikator lain seperti proporsi tangga rumah sanitasi layak dan
Proporsi rumah tangga dengan akses listrik secara kumulatif bergerak naik.
Indikator ekonomi makro daerah
yakni pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi berkembang baik. Sampai pada
tahun 2013, pertumbuhan ekonomi bergerak positif dan secara kumulatif inflasi
bergerak turun namun, pada indikator ketahanan pangan yakni Perkembangan Harga
Beras dan Perkembangan harga Kebutuhan Kebutuhan Pokok Utama masih merangkak
naik seiring dinamika politik dan perekenomian nasional. Dalam kajian
kemiskinan, perkembangan harga beras dan harga kebutuhan pokok yang tidak
terkendali berpotensi menyebabkan pelemahan daya beli masyarakat miskin yang
disebabkan oleh terlalu besarnya porsi pendapatan yang digunakan mereka untuk
membiayai kebutuhan tersebut. Hal ini akan sangat berdampak langsung pada
pergerakan indikator utama kemiskinan lainnya. Oleh karenanya perlu mendapatkan
perhatian khusus oleh penanggung jawab sektor terkait.
Analisis kondisi kemiskinan yang
dilakukan mendapatkan beberapa kendala diantaranya; ketersediaan data yang
masih belum sampai pada level kecamatan dan desa. Ini menyebabkan, analisis
prioritas kewilayahan tidak bisa dilakukan. Masalah lain adalah rentang waktu
dari data yang tersedia relatif beragam. Pada sektor kesehatan misalnya,
terdapat indikator yang tersedia hanya dalam durasi 2 tahun. Sementara itu,
untuk memperoleh kesimpulan yang baik, diperlukan series data yang lebih
panjang sehingga mampu mencerminkan kecenderungan dari capaian indikator yang
sebenarnya. Pada analisis proporsi belanja, besaran belanja untuk kebutuhan
perlindungan sosial, kesehatan dan pendidikan di Kabupaten Manggarai berada
dalam komposisi yang cukup. Khususnya kebutuhan masa depan, analisis anggaran
ini perlu dilakukan secara mendalam dengan melibatkan instansi tekhnis terkait
untuk mengidentifikasi gap of budgeting antara kebutuhan pembiyaan
dengan ketersediaan dana bagi program-program penanggulangan kemiskinan.
Pengembangan kebijakan dan
program pemerintah Kabupaten Manggarai khususnya diisu penanggulangan
kemiskinan pada tahun 2014 semakin baik. Sesuai dengan amanat Peraturan
Presiden No. 15 tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dan
Permendagri Nomor 42 tahun 2010 Tentang Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan Kabupaten/Kota, maka Pemerintah Kabupaten
Manggarai segera membentuk TKPK di Kabupaten Manggarai kemudian
menfasilitasinya dengan berbagai peran dan fungsi sebagaimana yang dipaparkan. Kelaknya
TKPK dalam penanggulangan kemiskinan dipertajam arah kebijakannya, sekaligus
memberikan payung hukum bagi proses integrasi dan harmonisasi kebijakan
penanggulangan kemiskinan. Melalui payung hukum dimaksud, didefinisikan hak dan
kewajiban pemangku kepentingan, diatur mekanisme perencanaan dan pemanfatan
data, penyusunan strategi dan program penanggulangan kemiskinan, pelaksanaan,
pemantauan, dan aspek pembiyaan. Secara khusus, Perda ini merekomendasikan agar
kebijakan nasional yakni penetapan sasaran berdasarkan database terpadu
penanggulangan kemiskinan, serta penyusunan program unggulan daerah yang
merupakan best practise dari program nasional seperti Program Keluarga
Pelangi yang merupakan modifikasi program nasional yaitu Program Keluarga
Harapan, Program Masyarakat Berdayaguna Terpadu Pelangi sebagai program
pemberdayaan lokal untuk menjadi exit strategy PNPM di tahun 2015.
Isu penguatan kapasitas SDM baik
SDM di TKPK nantinya, maupun SDM ditingkat SKPD pelaksana. Paradigma baru
tentang percepatan penanggulangan kemiskinan yang menekankan keterpaduan
mensyaratkan kesamaan cara pandang terhadap pentingnya koordinasi dari
pelaksana kegiatan. Oleh karenanya, dipandang perlu untuk meningkatkan kualitas
dan kuantitas dari kegiaatn penguatan kapasitas yang selama ini berjalan.
Isu lain yang perlu diperhatikan
dalam melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan adalah mendorong sinergi
yang lebih baik terhadap sektor swasta. Koordinasi yang lebih intensif perlu
didorong untuk memastikan program-program sosial yang dilakukan oleh perusahaan
memiliki keselarasan dengan berbagai program yang dilakuakn oleh pemerintah
daerah.
Melalui
identifikasi permasalahan yang ada diatas, maka dirumuskan rancangan kebijakan
penanggulangan kemiskinan pada dokumen Masterplan Penanggulangan Kemiskinan yang diharapkan pada agenda Penyusunan
RPJMD Tahun 2015-2020 bisa diintegrasikan kedalamnya. Integrasi ini menjadi
penting untuk menjamin agar masalah penanggulangan kemiskinan mendapatkan
dukungan yang memadai dalam proses perencanaan dan penganggaran pembangunan dan
menjadi bagian yang utuh dari dokumen perencanaan pembangunan reguler.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar