Kamis, 09 Juli 2015

OPTIMALISASI PRODUK PERTANIAN MELALUI PERTANIAN ORGANIK (Tinjauan Teoritis Ekologi Pertanian)*



Sistem Pertanian Berkelanjutan
Sistem pertanian berkelanjutan adalah kembali kepada alam, yaitu sistem pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras dan seimbang dengan lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah. Konsep pertanian keberlanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.
Pelaksanaan konsep pertanian berkelanjutan dicirikan : 1.) secara ekonomi ; menguntungkan dan dapat dipertanggung jawabkan (economically viable) dimana petani mampu menghasilkan keuntungan dalam tingkat produksi yang cukup dan stabil, pada tingkat resiko yang bisa ditolerir/diterima, 2). berwawasan ekologis (ecologically sound) adalah sistem pertanian yang sehat dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap tekanan dan gangguan (stress dan shock), 3). berkeadilan sosial yang menjamin terjadinya keadilan dalam akses dan kontrol terhadap lahan, modal, informasi, dan pasar, bagi yang terlibat tanpa membedakan status sosial-ekonomi, gender, agama atau kelompok etnis, serta (4) Manusiawi dan menghargai budaya lokal dalam pengembangan pertanian dengan tidak melepaskan diri dari konteks budaya lokal dan menghargai tatanan nilai, spirit dan pengetahuan lokal, serta 5). Mampu berdaptasi (adaptable) terhadap kondisi yang selalu berubah, seperti pertumbuhan populasi, tantangan kebijaksanaan yang baru dan perubahan konstalasi pasar.
Penyelenggaraan aktifitas pertanian yang tidak memenuhi konsep pertanian berkelanjutan dapat menurunnya tingkat produktivitas dan kesuburan lahan, meningkatnya konversi lahan pertanian hingga kritis, meningkatnya pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian serta merosotnya daya dukung lingkungan. Sisi lainnya pada petani terjadi peningkatan angka pengangguran di pedesaan, penghasilan dan kesejahteraan keluarga petani menurun, serta kesenjangan antar kelompok masyarakat meningkat. Pertanian berwawasan lingkungan selalu memperhatikan nasabah tanah, air, manusia, hewan/ternak, makanan, pendapatan dan kesehatan.
Sistem pertanian berkelanjutan harus memenuhi kriteria aman menurut wawasan lingkungan yaitu mempertahankan kualitas sumberdaya alam dan vitalitas keseluruhan agroekosistem dengan cara mengelola kesehatan tanah dan tanaman serta kehidupan manusia dan hewan melalui proses biologi. Secara ekonomi juga diharapkan menguntungkan bila petani dapat menghasilkan sesuatu yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya dan cukup memperoleh pendapatan untuk membayar buruh dan biaya produksi lainnya. Kriteria lainnya adalah adil menurut pertimbangan sosial dimana setiap petani mempunyai kesempatan yang sama dalam memanfaatkan lahan, memperoleh modal cukup, bantuan teknik dan memasarkan hasil serta manusiawi terhadap semua bentuk kehidupan. Kemampuan petani beradaptasi dengan perubahan kondisi usahatani seperti pertambahan penduduk, kebijakan dan permintaan pasar.
Suatu konsensus telah dikembangkan untuk mengantisipasi pertanian berkelanjutan dengan mengembangkan sistem produksi yang berasaskan LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture ; pertanian berkelanjutan/lestari, masukan dari luar usahatani rendah). Konsep ini dapat dijabarkan menjadi beberapa rakitan operasional, antara lain: meningkatkan produktivitas, melaksanakan konservasi energi dan sumberdaya alam, mencegah terjadinya erosi dan membatasi kehilangan unsur hara, meningkatkan keuntungan usahatani, memantapkan dan ketenlanjutan konservasi serta sistem produksi pertanian
Pertanian berkelanjutan merupakan terobosan dunia pertanian yang ramah lingkungan dengan menerapkan pertanian organik. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Pertanian organik juga dapat meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia. Pengelolaan pertanian yang berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok, menguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis.
Terbatasnya ketersediaan sumberdaya alam sementara tuntutan kebutuhan pemanfaatannya kian meningkat sehingga Harwood (1990) menyarankan kesepakatan yang harus dilaksanakan dalam pembangunan pertanian berkelanjutan, ialah : (1) produksi pertanian harus ditingkatkan tetapi efisien dalam pemanfaatan sumber daya, (2) proses biologi harus dikontrol oleh sistem pertanian itu sendiri (bukan tergantung pada masukan yang berasal dari pertanian), dan (3) daur hara dalam sistem pertanian harus lebih ditingkatkan dan bersifat lebih tertutup. Sementara perinsip dasar yang perlu diperhatikan adalah: (1) pemanfaatan sumberdaya alam untuk pengembangan agribisnis hortikultura (terutama lahan dan air) secara lestari sesuai dengan kemampuan dan daya dukung alam, (2) proses produksi atau kegiatan usahatani itu sendiri dilakukan secara akrab lingkungan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dan eksternalitas pada masyarakat, (3) penanganan dan pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran, serta pemanfaatan produk tidak menimbulkan masalah pada lingkungan (limbah dan sampah), (4) produk yang dihasilkan harus menguntungkan secara bisnis, memenuhi preferensi konsumen dan aman konsumsi.

Pertanian Alami Vs Pertanian Organik
Pertanian alami mengisyaratkan kekuatan alam mampu mengatur pertumbuhan tanaman, sedang campur tangan manusia tidak diperlukan sama sekali. Berbeda dengan pertanian organik yang mengisyaratkan campur tangan manusia lebih insentif untuk memanfaatkan lahan dan berusaha meningkatkan hasil berdasarkan prinsip daur-ulang yang dilaksanakan sesuai dengan kondisi setempat (Sutanto, 1997).
Fukuoka (1985) mengemukakan empat langkah menuju pertanian alami yaitu : (1) Tanpa olah tanah karena pada prinsipnya tanah mengolah sendiri, baik mengangkut memasuknya perakaran tanaman maupun kegiatan mi­krobia tanah, mikro fauna dan cacing tanah. (2) Tidak digunakan sama sekali pupuk kimia maupun kompos yang mengacu pada proses daur-ulang tanaman dan hewan yang terjadi di bawah tegakan hutan. (3) Tidak dilakukan pemberantasan gulma baik melalui pengolahan tanah maupun penggunaan herbisida meskipun pemakaian mulsa jerami, tanaman penutup tanah maupun penggenangan sewaktu-waktu akan membatasi dan menekan pertumbuhan gulma. (4) Sama sekali tidak tergantung pada bahan kimia dan bergantung pada sinar matahari, hujan dan tanah merupakan kekuatan alam yang secara langsung akan mengatur keseimbangan kehidupan alami.
Pertanian Organik merupakan salah satu upaya sistem produksi pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari atau membatasi penggunaan bahan kimia sintetis (pupuk kimia/pabrik, pestisida, herbisida, zat pengatur tumbuh dan aditif pakan). Pelaksanaan pertanian organik bertujuan untuk menyediakan produk–produk pertanian (terutama bahan pangan) yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen serta menjaga keseimbangan lingkungan dengan menjaga siklus alaminya. Istilah pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Pertanian organic juga berusaha menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumber daya alami seperti mendaur-ulang limbah pertanian sehingga pertanian organik merupakan gerakan “kembali ke alam”.
Pertanian organik banyak memberikan keuntungan berupa peningkatan kesuburan tanah dan produksi tanaman maupun ternak, mempertahankan keseimbangan ekosistem, lebih menghemat devisa negara untuk mengimpor pupuk, bahan kimia pertanian, serta memberi banyak kesempatan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani. Pada prinsipnya, pertanian organik sejalan dengan pengembangan pertanian dengan masukan teknologi rendah (low-input technology) dan upaya menuju pembangunan pertanian berkelanjutan.

Prinsip Ekologi Pertanian Organik
Masalah yang sering timbul adalah kesalahan persepsi tentang pertanian organik yang menerapkan masukan teknologi berenergi rendah (LEISA). Sepatutnya dalam sistem pertanian harus memperhatikan kesepadanan lingkungan biofisik maupun lingkungan sosial ekonomi. Meskipun budi daya organik dengan segala aspeknya jelas memberikan keuntungan kepada pembangunan pertanian rakyat dan penjagaan lingkungan, termasuk konservasi sumber daya lahan, namun penerapannya tidak mudah dan banyak menghadapi kendala. Faktor-faktor kebijakan pemerintah dan sosio-politik sangat menentukan arah pengembangan sistem pertanian sebagai unsur pengembangan ekonomi.
Memperhatikan pengalaman studi agroekologi pertanian tradisional diwilayah tropika basah, maka prinsip ekologi dapat digunakan sebagai panduan dalam mengembangkan pertanian organik. Penerapan suatu teknologi tidak dapat digeneralisir begitu saja untuk semua tempat, tetapi harus bersifat spesifik lakasi (site specific) dengan mempertimbangkan kearifan tradisional (indigenous knowledge) dari masing-masing lokasi.
Prinsip ekologi dalam penerapan pertanian organik dapat dipilahkan sebagai berikut:
·         Memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman, terutama pengelolaan bahan organik dan meningkatkan kehidupan biologi tanah.
·         Optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara, melalui fiksasi nitrogen, penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari luar usaha tani.
·         Membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara mengelola iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi.
·         Membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit dengan melaksanakan usaha preventif melalui perlakuan yang aman.
·         Pemanfaatan sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat sinergisme dengan cara mngkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanian terpadu.
Prinsip di atas dapat diterapkan pada beberapa macam teknologi dan strategi pengembangan. Masing-masing prinsip tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap produktivitas, keamanan, kemalaratan (continuity) dan identitas masing-masing usaha tani, tergantung pada kesempatan dan pembatas faktor lokal (kendala sumber daya) dan dalam banyak hal sangat tergantung pada permintaan pasar. Pada prinsipnya, aliran hara terjadi secara konstan. Unsur hara yang hilang atau terangkut bersama hasil panen, erosi, pelindian dan volatilisasi harus digantikan. Untuk mempertahankan sistem usaha tani tetap produktif dan sehat, maka jumlah hara yang hilang dari dalam tanah dan tidak melebihi hara yang ditambahkan, atau harus terjadi keseimbangan hara di dalam tanah setiap waktu.
Menurut Kotschi, ada dua kriteria ekologi yang melandasi pertanian berwawasan lingkungan yaitu arah keeratan system dan aras keragaman sistem. Ekosistem yang produktif dan stabil biasanya mempunyai daur-ulang yang bersifat tertutup sehingga suatu wilayah pertanian harus berada dalam satu sistem yang tertutup, meskipun dalam sistem tersebut harus mempertimbangkan juga keragaman dan kompleks. Meski demikian, tujuan yang akan dicapai tidak mengarah pada sistem tertutup maksimum atau aras keragaman maksimum, tetapi mencari pengganti yang dapat mencapai kondisi spesifik optimum pada kota lokal (site) tertentu. Seperti dikemukakan oleh Eggar (1983), bahwa produksi pertanian merupakan sebagian daur dari biomassa. Hal ini tidak berarti bahwa sistem pertanian konvensional dan pertanian tradisional tidak dapat dipadukan melainkan prinsip tersebut perlu diperhatikan apabila penggunaan lahan akan dikembangkan.
Hasil Kajian tentang Prinsip Dasar Pertanian Berwawasan Lingkungan dapat dicirikan dengan : Produktif (dikontrol oleh keragaman system), memadukan tanaman pohon-pangan-pakan-ternak-tanaman spesifik yang lain, bahan tercukupi secara swadaya dan memanfaatkan daur energi, mempertahankan kesuburan tanah melalui prinsip daur-ulang, menerapkan teknologi masukan rendah (LEISA), produksi tinggi, stabilitas pertanaman tinggi, pengolahan tanah secara mekanik dilakukan pada arang sedang, erosi dikontrol secara biologi, petak usaha tani dipisahkan menggunakan pagar hidup, menggunakan varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit, dan pertanaman campuran tanaman toleran terhadap gulma.
Selain prinsip ekologi yang dipersyaratkan dalam pertanian organik, prinsip lainnya adalah prinsip kesehatan dimana pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan. Prinsip keadilan bahwa pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Prinsip perlindungan (keberlanjutan) bahwa pertanian organik harus dikelola secara hati–hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup. Ketiga prinsip lainnya ini bersinggungan langsung dengan prinsip ekologi karena berhubungan dengan upaya pelestarian ekosistem dalam pelaksanaan aktifitas pertanian.

Pengembangan dan Penerapan Pertanian Organik
Pengembangan pertanian organik harus mengacu kepada prinsip–prinsip organik (prinsip kesehatan, prinsip ekologi, prinsip keadilan dan prinsip perlindungan) agar mendapatkan hasil pangan yang bermutu serta aman dikonsumsi. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan pertanian alternatif, yaitu :
1.    Keragaman daur-ulang limbah organik dan pemanfaatannya untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
2.    Memadukan sumber daya organik dan anorganik pada sistem pertanian di lahan basah dan lahan kering.
3.    Mengemangkan sistem pertanian berwawasan konservasi di lahan basah dan lahan kering.
4.    Memanfaatkan bermacam – macam jenis limbah sebagai sumber nutrisi tanaman.
5.    Reklamasi dan rehabilitasi lahan dengan menerapkan konsep pertanian organik.
6.    Perubahan dari tanaman semusim menjadi tanaman keras di lahan kering harus dipadukan dengan pengembangan ternak, pengolahan minimum dan pengolahan residu pertanaman.
7.    Mempromosikan pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh pertanian untuk memperbaiki citra dan tujuan pertanian organik.
8.    Memanfaatkan kotoran ternak yang berasal dari unggas, babi, ayam, itik, kambing, dan kelinci sebagai sumber pakan ikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila pertanian organik dilaksanakan dengan baik dengan cepat memulihkan tanah yang sakit akibat penggunaan bahan kimia pertanian. Hal ini terjadi apabila fauna tanah dan mikroorganisme yang bermanfaat dipulihkan kehidupannya, dan kualitas tanah ditingkatkan dengan pemberian bahan organik karena akan terjadi perubahan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Tahap pertama produksi dan konservasi biomassa adalah memobilisasi bahan organik. Gulma, penyakit dan hama tanaman dikelola melalui pergiliran tanaman, pertanian campuran, bioherbisida, insektisida organik yang dikombinasikan dengan pengelolaan tanaman yang baik.
Melalui proses pengomposan aerob, menggunakan bahan dasar biomassa, sisa petanaman, dan kotoran ternak, maka kualitas dan kuantitas kompos dapat ditingkatkan. Metode pengomposan yang sesuai dan waktu pemanfaat bahan organik perlu diperhatikan, demikian juga inokulan mikrobia yang sesuai. Inokulan komposit untuk proses pengomposan dan inokulan rhizobium dan bakteri pelarut fosfat digunakan sehingga pertumbuhan tanaman legum lebih efektif.
Dalam melaksanakan pertanian organik perlu menyertakan tanaman legum dalam pergiliran tanaman, meningkatkan kemampuan tanaman legum dalam menambat nitrogen, dan penggunaan pupuk hijau: rumput, gulma untuk bahan kompos sejauh limbah pertanaman dan limbah ternak selalu dimonitor. Patogen dapat dikendalikan tanpa menggunakan bahan kimia dengan metode persilangan multigenetik dan varietas spesifik, cara pertanaman termasuk rotasi, mengubah pH, sanitasi, penyesuaikan waktu tanam dan pemanenan, pemberoan tanah dan pengendalian hayati telah dicoba untuk dilaksanakan bahkan nematoda dapat dikendalikan melalui metode yang disebutkan di atas.
Hama tanaman dapat dikendalikan dengan menggunakan beberapa metode selain penggunaan bahan kimia pertanian, keragaman ekosistem dapat dikembangkan melalui pergiliran tanaman. Pengolahan tanah dan cara-cara budi daya yang lain dan penggunaan spesies yang eksoktik dapat digunakan untuk mengendalikan hama. Pemanfaatan insekta steril dan insekta feromon untuk mengendalikan hama makin popular berdasarkan pada strategi ekologis dalam mengendalikan hama, dengan memperhatikan faktor mortalitas, musuh alam, iklim, dan pengelolaan tanaman.
Pertanian organik cenderung melindungi tanah dari kerusakan akibat erosi. Berkenaan dengan hal ini, sedikit saja tanah yang rusak akibat pengolahan yang dalam. Kelengasan tanah dipertahankan dengan menggunakan mulsa dan tanaman penutup tanah. Semua ini hanya mungkin dilakukan di kebun atau pekarangan, tetapi kurang berfungsi di sawah atau ladang. Penambangan hara dari bagian tanah di bawah permukaan dapat terjadi dengan cara melaksanakan pertanaman campuran hutan-padang rumput (silvo-pature), hutantani dan agrihortikultur. Seresah dedaunan yang berasal dari tanaman yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya keseimbangan hara apabila digunakan sebagai mulsa atau dicampur langsung dengan tanah lapisan olah.
Ternak ruminansia, perikanan, dan ternak unggas, harus dikembangkan secara teradu sehingga merupakan bagian dari “pertanian organik”. Melalui pengolahan tanah yang baik dapat diketahui kebutuhan hara tanaman serta kondisi lingkungan dan ekologi dapat diperbaiki dan dilindungi tanpa harus tergantung pada pupuk kimia dan pestisida. Dengan demikian konsep “pertanian alami dan organik” dapat diuji dari sudut keamanannya terhadap manusia, hewan, flora dan fauna tanah. Meningkatkan keragaman semua kehidupan tetapi tetap harmonis dengan alam, tanpa harus melakukan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.

Kelemahan dan Kelebihan Pertanian Organik
Kelemahan dalam mengembangkan pertanian organik, yaitu : (1) Ketersediaan bahan organik terbatas sementara takarannya harus banyak, (2) Transportasi mahal karena bahan bersifat ruah, (3) Menghadapi persaingan dengan kepentingan lain dalam memperoleh sisa pertanaman dan limbah organik, (4) Hasil pertanian organik lebih sedikit jika dibandingkan dengan pertanian non organik yang menggunakan bahan kimia terutama pada awal menerapkan pertanian organik, (5) Pengendalian jasad pengganggu secara hayati masih kurang efektif jika dibandingkan dengan penggunaan pestisida kimia, serta (6) Terbatasnya informasi tentang pertanian organik.
Sementara sisi lebih dalam Sistem Pertanian Organik adalah ; (1) Meningkatan aktivitas organisme yang menguntungkan bagi tanaman, (2) Meningkatkan cita rasa dan kandungan gizi, (3) Meningkatkan ketahanan dari serangan organisme pengganggu, (4) Memperpanjang unsur simpan dan memperbaiki struktur, dan (5) Membantu mengurangi erosi.
Mikroorganisme seperti rizobium dan mikroriza yang hidup di tanah dan perakaran tanaman sangat membantu tanaman dalam penyediaan dan penyerapan unsur hara. Juga banyak organisme lain yang bersifat menekan pertumbuhan hama dan penyakit tanaman. Misalnya pertumbuhan cendawan akar (Ganoderma sp, Phytopthora sp) dapat ditekan dan dihalangi oleh organisme Trichoderma sp. Cita rasa hasil tanaman organikmenjadi lebih menarik, misalnya padi organik akan menghasilkan beras yang pulen, umbi – umbian terasa lebih empuk dan enak atau buah menjadi manis dan segar. Selain itu pertanian organik juga meningkatkan nilai gizi. Hasil uji laboraturium terhadap beras organik mempunyai kandungan protein, dan lemak lebih tinggi daripada beras nonorganik. Begitu pula nasi yang berasal dari beras organik bisa bertahan (tidak mudah basi) dua kali lebih lama ketimbang nasi dan beras organik. Kalau biasanya nasi akan menjadi basi setelah 12 jam maka nasi dari beras organik bisa bertahan 24 jam.
Penggunaan pupuk organik yang cukup maka unsur – unsur hara makro dan mikro terpenuhi semua sehingga tanaman lebih kuat dan sehat untuk menahan serangan beberapa organisme pengganggu dan lebih tahan dari serangan peryakit. Buah dan hasil pertanian tidak cepat rusak atau akibat penyimpanan. Buah cabai misalnya akan nampak lebih kilap dengan pertanian organik, hal ini bisa dipahami karena tanaman yang dipupuk organik , secara keseluruhan bagian tanaman akan mendapat suplai unsur hara secara lengkap sehingga bagian – bagian sel tanama termasuk sel – sel yang menyusun buah sempurna. Pertanian organik dengan pemakaian pupuk organik mejadikan tanah leih gembur dan tidak mudah terkikis aliran air. Struktur tanah menjadi lebih kompak dengan adanya penambahan bahan – bahan organik dan lebih tahan menyimpan air dibanding dengan tanah yang tidak dipupuk bahan organik. Pada tanah yang miskin bahan organik, air mudah mengalir dengan membawa tanah.

Daftar Referensi :

Adianto. 1993. Biologi Pertanian. Bandung: Alumni.
Blake F. 1994. Organic Farming and Growing. Marlborough
Boselie dan villema. 2003. Perspectives on food quality and safety in global
Food chains. In s. Villema and d. Boselie (eds), cooperation and Copetence in global food chains : perspectives on food quality and Safety
. Sharker publishing, maastricht, p.1-19.
Drabenstott, m. 1994. Industrialization: steady current or tidal wave ?. Choices 4 Th quarter: 4-8
Fao.1989. Sustainable development and natural resources management Twenty-fifth conference, paper c 89/2 simp 2, Food and Agriculture Organization, Rome.
Hurt, c. 1994. Industrialization in the park industry. Choice, 4 th quarter 9 -13.
Indriana, Hana. 2010. Kelembagaan Berkelanjutan dalam Pertanian Organik. Tesis. Bogor: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
IFOAM. 2006. Organic Agriculture Worldwide Directory of IFOAM Member Organizations and Associates. Jerman: IFOAM.
Kartasapoetra AG. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian Dan Usaha untuk Rehabilitasinya. Jakarta: Bina Aksara
Reijntjes, Haverkort, dan Bayer. 2006. Pertanian Masa Depan, Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Yogyakarta: Kanisius
Sanganatan, P.D. and R.L. Sanganatan, 1989. Organic Farming. Backyard Friends series. Cagayen de Oro, Ilo-Ilo. Philippines.
Sulaeman, Dede. 2006. Perkembangan Pertanian Organik di Indonesia. Jakarta: Asosiasi Produsen Organik Indonesia.
_________ ___ .2008. Mengenal Sistem Pangan Organik Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian.
Sutanto, R. 1997. Daur Ulang Unsur Hara pada Praktek Pertanian Organik. Makalah disampaikan Sarasehan Teknis Pertanian Organik dalam menunjang kegiatan Pertanian Berkelanjutan. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta
_________. 2002. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan & Pengembangannya. Yogyakarta: Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar