a. Definisi toleransi
Di era globalisasi, umat manusia
dihadapkan dengan hubungan antar person atau juga umat manusia di dunia tanpa batas,
ketergantungan menjadikan manusia harus senantiasa membuka jalan untuk menghilangkan
perbedaan. Kenyataan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri, tetapi memerlukan
proses sosialisasi terus menerus, terutama dengan jalan menjalin hubungan
dengan antar agama. Perbedaan agama tidak hendak menjadi sumber permusuhan
antar suku dan bangsa. Maka dalam hal ini toleransi antar umat beragama sangat
perlu untuk disosialisasikan.
Toleransi berasal dari kata dasar
‘toleran’ yang berarti bersifat dan bersikap menenggang (menghargai,
membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan,
kebiasaan, kelakuan, dsb) yang berbeda atau bertetangga dengan pendirian
sendiri. Secara sederhana toleransi adalah pengakuan masyarakat yang majemuk,
yang mengakui perdamaian. Toleransi dalam hidup beragama adalah kenyataan bahwa
agama umat manusia itu banyak, sehingga harus diakui sebagai saudara. Dalam artian
lebih pada keterlibatan aktif umat terhadap kenyataan toleran dan setiap umat
beragama dapat berinteraksi positif dalam lingkungan kemajemukan. Sehingga umat
beragama bersedia menerima kenyataan pendapat yang berbeda-beda tentang
kebenaran yang dianut, dapat menghargai keyakinan orang lain terhadap agama
yang dipeluknya serta memberikan kebebasan untuk menjalankan apa yang dianutnya
dengan tidak bersikap mencela dan atau memusuhinya.
Dari pengertian di atas dapat dipahami
bahwa, ternyata perlu tata aturan dan nilai-nilai apa dan bagaimana menciptakan
sikap toleran. Agama secara legal formal mempunyai dua muka. Di satu sisi,
agama mempunyai nilai-nilai yang mengajarkan pada sikap inklusif, universal dan
transenden, tetapi di sisi lain ternyata agama juga mengandung nilai yang
mengajarkan pada eklusif, partikuler dan primordial. Semua orang tentu tidak
menghendaki jika perbedaan agama menjadi kekuatan yang destruktif, tetapi
sebaliknya mampu menjdi pemicu bagi kemajuan. Dengan dinamika perbedaan,
perkembangan manusia akan mencapai pada tingkat maksimal, terutama kaitan bahwa
manusia tidak bias dilepaskan dengan yang lain.
b. Pandangan Islam tentang toleransi
Ajaran agama merupakan dasar untuk
membina kerukunan hidup antar umat beragama dan penganut kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, jika kita sungguh-sungguh taat pada ajaran agamanya
masing-masing sebagaimana diajarkan dalam kitab sucinya. Sebab setiap agama
pasti mengajarkan penganutnya untuk hidup rukun baik terhadap sesama umat beragama
maupun terhadap semua umat beragama.
Agama islam sebagai agama mayoritas di
Indonesia, secara implisitmemang mengakui toleransi dalam hidup beragama.
Toleransi pengakuan akan masyarakat yang plural. Adapun pluralism adalah sunnatullah.
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Hud: 118-119
Artinya:
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu,
tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat (118) Kecuali orang-orang yang
diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka. kalimat
Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka
Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya (119)”
Seperti dalam alam raya ini, Allah
menciptakan pelbagai macam jenis, bentuk, iklim, dan warna yang beraneka ragam.
Hal ini untuk menguji manusia atas kedekatannya kepada-Nya. Sebagaimana firman
Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat: 13
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya
Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal”
Selain itu, Rosululloh SAW sebagai suri
tauladan umat islam pada masa hidupnya telah melakukan hubungan jual-beli dan
saling memberi dengan non muslim. Hal ini diterangkan dalam hadits yang
diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab kitabnya Shahih Bukhari:
Artinya: dari Aisyah RA. Dia
berkata: Nabi telah memberikan baju besinya kepada seseorang yahudi sebagai gadai
dari 30 sha’ gandum.
Artinya: Asma’ bertanya kepada nabi:
Ya Rosululloh sesungguhnya ibuku mengasihiku adapun ibu saya itu adalah seorang
meusyrikah apakah saya harus berbuat baik kepadanya? Nabi bersabda: berbaktilah
kepadanya/ berdoalah untuknya.
Hukum toleransi pergaulan umat dalam
pluralitas agama adalah sebagai berikut:
·
Kufur,
bilamana rela serta meyakini kebenaran aqidah agama lain.
·
Haram,
bila ada kerelaan pembenaran terhadap perilaku kemaksiatan.
·
Sunnah,
bilamana terbangun kerukunan, kemanfaatan serta kemaslahatan.
c. Toleransi dalam kehidupan beragama
Umat beragama pada saat ini dihadapkan
pada serangkaian tantangan baru bahwa konflik agama sebagai fenomena nyata.
Karenanya umat beragama harus menemukan titik persamaan, bukan lantas mencari perbedaan
yang pada akhirnya jatuh pada konflik social. Kenyataan sejarah sudah
menyatakan bahwa konflik agama menjadi sangat rawan, bahkan sampai menyulut
pada rasa dendam oleh umat-umat sesudahnya.
Inti masalah sesungguhnya bahwa
perselisihan (konflik) antar agama adalah terletak pada ketidakpercayaan dan
adanya saling curiga. Masyarakat agama saling menuduh satu sama lain sebagai
yang tidak toleran, keduanya menghadapi tantangan konsep-konsep toleransi
agama. Tanpa harus mempunyai kemauan untuk saling mendengarkan satu sama lain.
Islam dan tentunya agama-agama lain
senantiasa mengajarkan kepada kebaikan dan penyembahan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Proses toleransi dalam hidup beragama lebih menonjolkan pada hal-hal yang
menjadi titik temu antar agama. Karenanya Tuhan bukan digambarkan sebagai
kekuatan ghoib dan supranatural yang menakutkan, melainkan
sebagai Maha Suci, Maha Pengasih dan Penyayang.
Konsekuensi dari pengakuan tersebut
akan mampu mempengaruhi corak pandang manusia kepada umat lain termasuk yang
berbeda agama. Manusia yang mengakui Tuhan Yang Maha Pengasih senantiasa mengadakan
hubungan kasih saying kepada sesame manusia. Kasih sayang ini diwujudkan dengan
hidup bermasyarakat tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan ras (SARA). Semua
orang berkumpul dalam masyarakat yang berbudaya dengan hidup saling rukun,
tolong menolong dan kasih sayang.
Di mana dan kapan pun, hidup damai
beragama harus direalisasikan sebagai konsekuensi kenyataan social, termasuk di
Indonesia. Dasar Negara Indonesia adalah suatu pedoman hidup bermasyarakat
tanpa membedakan SARA. Kenyataan bahwa Indonesia kaya dengan potensi kebudayaan
yang amat banyak. Sesuai dengan doktrin islam, pancasila tidak bertentangan dengan
doktrin agama. Kesadaran itu akan terwujud dalam perpaduan hubungan antar
person dengan kematangan dan kesadaran kepribadian masing-masing. Dalam rangka
keselarasan pancasila dan agama setiap pribadi perlu belajar sedikit banyak
tentang kenyataan plural. Hal tersebut dalam rangka menempatkan posisi peserta
didik atau kelulusannya pada taraf dan mutu, serta pada konteks yang lebih
luas.
Kenyataan ini telah disadari oleh para
pendiri republik yang pada tahap tertentu tentang masalah kebangsaan merupakan
upaya awal untuk sampai pada kiat-kiat pengaturan toleransi dalam hidup
beragama yang memungkinkan. Hal ini muungkiin diwakili perdebatan antara
“golongan agama” dengan “golongan nasionalis” di BPUPKI dan PKI. Sesuatu yang dilanjutkan
pada sidang kontituante.
Pancasila sebagai common platform atau
titik persamaan bagi kehidupan plural bangsa Indonesia. Ini diwujudkan dalam
sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang maha Esa” yang sekaligus dijadikan
dasar kerangka hidup rukun antar umat beragama. Jadi perbedaan agama tidak menjadi
kendala untuk melaksanakan eks-komunikasi atau komunikasi timbal balik dalam
urusan kenegaraan maupun dalam hidup social bermasyarakat. Sila “Ketuhanan Yang
Maha Esa” sendiri merupakan consensus semua golongan untuk menerima setiap
warga Negara dengan tulus tanpa mempedulikan agamanya.
Indonesia bukanlah Negara sekuler dan
juga bukan negera agama, tetapi Negara yang memberi kesempatan warganya untuk
menjalankan ajaran agamanya. Toleransi setidaknya harus menjadi kekuatan
konstruktif transformatif. Watak manusia toleran adalah mampu memenuhi
kebutuhan rohani bagi penciptaan kerukunan dan perdamaian, juga sebagai pemupuk
persaudaraan dan ketentraman sesuai dengan semangat social. Perbedaan harus
benar-benar disadari oleh umat beragama dan masing-masing harus berusaha menemukan
benang merah dari isi konsep agama masing-masing yang mengajarkan pesan-pesan
universal seperti kedamaian, kerukunan, cinta kasih antar sesama dan
sebagainya.
Menurut hukum, negara menjamin warganya
untuk beragama tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Pemaksaan agama jelas
melanggar martabat manusia sebagai menusia yang mempunyai kebebasan, menjunjung
tinggi nilai-nilai tinggi kemanusiaan yang berimplikasi pada penghargaan kebebasan
manusia untuk mengembangkan potensi kemnusiaannya. Menurut Bahtiar Efendy,
berdasar sulitnya menumbuhkan sikap toleransi dalam hidup beragama pada tahap
operasional yang hendak diterapkan, hendaknya harus bersyarat pada komitmen
yang kokoh terhadap agama masing-masing. Dalam berinteraksi dengan
beranekaragam agama tidak saja dituntut untuk membuka diri, belajar dan
menghormati mitra dialog. Hanya dengan sikap komitmen kepada agamanya maka
dapat menghindari relatifisme agama yang tidak sejalan dengan semangat kebersamaan
atau ke-Kebhineka Tunggal Ika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar