Rabu, 15 Juli 2015

ISLAM DAN KONSEP TOLERANSI BERAGAMA



a.    Definisi toleransi
Di era globalisasi, umat manusia dihadapkan dengan hubungan antar person atau juga umat manusia di dunia tanpa batas, ketergantungan menjadikan manusia harus senantiasa membuka jalan untuk menghilangkan perbedaan. Kenyataan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri, tetapi memerlukan proses sosialisasi terus menerus, terutama dengan jalan menjalin hubungan dengan antar agama. Perbedaan agama tidak hendak menjadi sumber permusuhan antar suku dan bangsa. Maka dalam hal ini toleransi antar umat beragama sangat perlu untuk disosialisasikan.
Toleransi berasal dari kata dasar ‘toleran’ yang berarti bersifat dan bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang berbeda atau bertetangga dengan pendirian sendiri. Secara sederhana toleransi adalah pengakuan masyarakat yang majemuk, yang mengakui perdamaian. Toleransi dalam hidup beragama adalah kenyataan bahwa agama umat manusia itu banyak, sehingga harus diakui sebagai saudara. Dalam artian lebih pada keterlibatan aktif umat terhadap kenyataan toleran dan setiap umat beragama dapat berinteraksi positif dalam lingkungan kemajemukan. Sehingga umat beragama bersedia menerima kenyataan pendapat yang berbeda-beda tentang kebenaran yang dianut, dapat menghargai keyakinan orang lain terhadap agama yang dipeluknya serta memberikan kebebasan untuk menjalankan apa yang dianutnya dengan tidak bersikap mencela dan atau memusuhinya.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa, ternyata perlu tata aturan dan nilai-nilai apa dan bagaimana menciptakan sikap toleran. Agama secara legal formal mempunyai dua muka. Di satu sisi, agama mempunyai nilai-nilai yang mengajarkan pada sikap inklusif, universal dan transenden, tetapi di sisi lain ternyata agama juga mengandung nilai yang mengajarkan pada eklusif, partikuler dan primordial. Semua orang tentu tidak menghendaki jika perbedaan agama menjadi kekuatan yang destruktif, tetapi sebaliknya mampu menjdi pemicu bagi kemajuan. Dengan dinamika perbedaan, perkembangan manusia akan mencapai pada tingkat maksimal, terutama kaitan bahwa manusia tidak bias dilepaskan dengan yang lain.
b.    Pandangan Islam tentang toleransi
Ajaran agama merupakan dasar untuk membina kerukunan hidup antar umat beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, jika kita sungguh-sungguh taat pada ajaran agamanya masing-masing sebagaimana diajarkan dalam kitab sucinya. Sebab setiap agama pasti mengajarkan penganutnya untuk hidup rukun baik terhadap sesama umat beragama maupun terhadap semua umat beragama.
Agama islam sebagai agama mayoritas di Indonesia, secara implisitmemang mengakui toleransi dalam hidup beragama. Toleransi pengakuan akan masyarakat yang plural. Adapun pluralism adalah sunnatullah. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Hud: 118-119





Artinya: “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat (118) Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka. kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya (119)”
Seperti dalam alam raya ini, Allah menciptakan pelbagai macam jenis, bentuk, iklim, dan warna yang beraneka ragam. Hal ini untuk menguji manusia atas kedekatannya kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat: 13






Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”
Selain itu, Rosululloh SAW sebagai suri tauladan umat islam pada masa hidupnya telah melakukan hubungan jual-beli dan saling memberi dengan non muslim. Hal ini diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab kitabnya Shahih Bukhari:





Artinya: dari Aisyah RA. Dia berkata: Nabi telah memberikan baju besinya kepada seseorang yahudi sebagai gadai dari 30 sha’ gandum.





Artinya: Asma’ bertanya kepada nabi: Ya Rosululloh sesungguhnya ibuku mengasihiku adapun ibu saya itu adalah seorang meusyrikah apakah saya harus berbuat baik kepadanya? Nabi bersabda: berbaktilah kepadanya/ berdoalah untuknya.
Hukum toleransi pergaulan umat dalam pluralitas agama adalah sebagai berikut:
·         Kufur, bilamana rela serta meyakini kebenaran aqidah agama lain.
·         Haram, bila ada kerelaan pembenaran terhadap perilaku kemaksiatan.
·         Sunnah, bilamana terbangun kerukunan, kemanfaatan serta kemaslahatan.

c.    Toleransi dalam kehidupan beragama
Umat beragama pada saat ini dihadapkan pada serangkaian tantangan baru bahwa konflik agama sebagai fenomena nyata. Karenanya umat beragama harus menemukan titik persamaan, bukan lantas mencari perbedaan yang pada akhirnya jatuh pada konflik social. Kenyataan sejarah sudah menyatakan bahwa konflik agama menjadi sangat rawan, bahkan sampai menyulut pada rasa dendam oleh umat-umat sesudahnya.
Inti masalah sesungguhnya bahwa perselisihan (konflik) antar agama adalah terletak pada ketidakpercayaan dan adanya saling curiga. Masyarakat agama saling menuduh satu sama lain sebagai yang tidak toleran, keduanya menghadapi tantangan konsep-konsep toleransi agama. Tanpa harus mempunyai kemauan untuk saling mendengarkan satu sama lain.
Islam dan tentunya agama-agama lain senantiasa mengajarkan kepada kebaikan dan penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Proses toleransi dalam hidup beragama lebih menonjolkan pada hal-hal yang menjadi titik temu antar agama. Karenanya Tuhan bukan digambarkan sebagai kekuatan ghoib dan supranatural yang menakutkan, melainkan sebagai Maha Suci, Maha Pengasih dan Penyayang.
Konsekuensi dari pengakuan tersebut akan mampu mempengaruhi corak pandang manusia kepada umat lain termasuk yang berbeda agama. Manusia yang mengakui Tuhan Yang Maha Pengasih senantiasa mengadakan hubungan kasih saying kepada sesame manusia. Kasih sayang ini diwujudkan dengan hidup bermasyarakat tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan ras (SARA). Semua orang berkumpul dalam masyarakat yang berbudaya dengan hidup saling rukun, tolong menolong dan kasih sayang.
Di mana dan kapan pun, hidup damai beragama harus direalisasikan sebagai konsekuensi kenyataan social, termasuk di Indonesia. Dasar Negara Indonesia adalah suatu pedoman hidup bermasyarakat tanpa membedakan SARA. Kenyataan bahwa Indonesia kaya dengan potensi kebudayaan yang amat banyak. Sesuai dengan doktrin islam, pancasila tidak bertentangan dengan doktrin agama. Kesadaran itu akan terwujud dalam perpaduan hubungan antar person dengan kematangan dan kesadaran kepribadian masing-masing. Dalam rangka keselarasan pancasila dan agama setiap pribadi perlu belajar sedikit banyak tentang kenyataan plural. Hal tersebut dalam rangka menempatkan posisi peserta didik atau kelulusannya pada taraf dan mutu, serta pada konteks yang lebih luas.
Kenyataan ini telah disadari oleh para pendiri republik yang pada tahap tertentu tentang masalah kebangsaan merupakan upaya awal untuk sampai pada kiat-kiat pengaturan toleransi dalam hidup beragama yang memungkinkan. Hal ini muungkiin diwakili perdebatan antara “golongan agama” dengan “golongan nasionalis” di BPUPKI dan PKI. Sesuatu yang dilanjutkan pada sidang kontituante.
Pancasila sebagai common platform atau titik persamaan bagi kehidupan plural bangsa Indonesia. Ini diwujudkan dalam sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang maha Esa” yang sekaligus dijadikan dasar kerangka hidup rukun antar umat beragama. Jadi perbedaan agama tidak menjadi kendala untuk melaksanakan eks-komunikasi atau komunikasi timbal balik dalam urusan kenegaraan maupun dalam hidup social bermasyarakat. Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” sendiri merupakan consensus semua golongan untuk menerima setiap warga Negara dengan tulus tanpa mempedulikan agamanya.
Indonesia bukanlah Negara sekuler dan juga bukan negera agama, tetapi Negara yang memberi kesempatan warganya untuk menjalankan ajaran agamanya. Toleransi setidaknya harus menjadi kekuatan konstruktif transformatif. Watak manusia toleran adalah mampu memenuhi kebutuhan rohani bagi penciptaan kerukunan dan perdamaian, juga sebagai pemupuk persaudaraan dan ketentraman sesuai dengan semangat social. Perbedaan harus benar-benar disadari oleh umat beragama dan masing-masing harus berusaha menemukan benang merah dari isi konsep agama masing-masing yang mengajarkan pesan-pesan universal seperti kedamaian, kerukunan, cinta kasih antar sesama dan sebagainya.
Menurut hukum, negara menjamin warganya untuk beragama tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Pemaksaan agama jelas melanggar martabat manusia sebagai menusia yang mempunyai kebebasan, menjunjung tinggi nilai-nilai tinggi kemanusiaan yang berimplikasi pada penghargaan kebebasan manusia untuk mengembangkan potensi kemnusiaannya. Menurut Bahtiar Efendy, berdasar sulitnya menumbuhkan sikap toleransi dalam hidup beragama pada tahap operasional yang hendak diterapkan, hendaknya harus bersyarat pada komitmen yang kokoh terhadap agama masing-masing. Dalam berinteraksi dengan beranekaragam agama tidak saja dituntut untuk membuka diri, belajar dan menghormati mitra dialog. Hanya dengan sikap komitmen kepada agamanya maka dapat menghindari relatifisme agama yang tidak sejalan dengan semangat kebersamaan atau ke-Kebhineka Tunggal Ika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar