Kamis, 23 Juli 2015

PENDIDIKAN KARAKTER [Menanamkan Jiwa Sosial Anak lebih Utama dari pada Pelajaran Sekolahan]

Goresan singkat ini adalah curahan pemikiran sederhana, berangkat dari pengalaman pribadi saya. semoga mendapatkan respon positif, mohon diperbaiki jika ada yang salah. harapannya kita semua peduli dengan generasi mendatang yang dimulai dengan anak kita.

Anak sulung saya Al Hazmi Beni Wulakada, biasa di sapa AL [L] saat ini berumur 5,10 bulan. Sudah 2 tahun sebelumnya menikmati sukaria di bangku TK. Motivasi kami saat 2 tahun yang lalu memasukkannya ke TK adalah agar mampu bersosialisasi dengan lingkungan luar, mendapatkan sekedarnya pendidikan anak usia dini, dan lebih penting bisa berteman dengan berbagai karakter manusia lainnya diluar. Selama 2 tahun berjalan, komunikasi personalnya mulai tampak, meskipun masih agak kaku berkomunikasi dengan orang baru [syukurlah; menurut para ahli psikolog hal itu baik untuk tidak mudah diperdaya] tapi dengan orang yang sudah dikenalnya, si Al sangat komunikatif dan agresif. Maklum, anak-anak jadi segalanya tetap anak-anak.Kebetulan hunian kami masih belum memiliki tetangga sehingga si-Al lebih banyak waktu bermain di rumah hanya dengan adiknya Izar beserta tante dan kami orang tuanya. Alhamdulillah, ibunya punya banyak waktu untuk mendidiknya belajar membaca dan menghitung, sesekali saya ajari belajar ngaji 'Iqra', sekedar melengkapi apa yang telah diperoleh di sekolahnya "TK Nurul Iman".
Beberapa bulan lalu kami sempat bersitegang dengan pihak sekolah karena TK-nya tidak berkenan memberikan ijazah TK-nya karena usianya belum cukup 6 tahun sehingga [menurut gurunya; aturan tidak mempebolehkan sekolah TK mewisudakan anak yang belum sampai 6 tahun]. Saya jadi penasaran, kasihan si-Al sudah 2 tahun bermain di TK, beberapa teman-temannya yang [jujur] belum bisa baca dan tulis hanya setahun di TK langsung di wisudakan karena usianya mencukup 6 tahun untuk di wisuda. Rasa penasaran saya muncul, aturan macam mana yang di rujuk sehingga saya pun menjajaki berbagai regulasi tersebut. Mencari dari internet hingga mendapatkan buku khusus yang merangkum semua aturan yang mendasari tentang pendidikan, dan bermodalkan dokumen-dokumen tersebut saya temui Kepsek TK dan menyusul ketemu Kabid TK pada Dinas PPO Kota Kupang. Perdebatan pun terjadi, argumen yang didukung dengan berbagai rasionalitas hukum saya ajukan hingga akhirnya keduanya hanya pasrah,... ini Juknis lokal yang dikondisikan dengan aturan Nasional yang kelaknya tidak memperkenankan anak usia <12 tahun ikut ujian nasional SD. Alasannya, sistem online kedepan mengharuskan demikian jadi disesuaikan sedari sekarang.
Diskusi saya mulai dengan defenisi anak usia TK [atau setaranya] yaitu berusia 4-6 tahun yang artinya, sebelum 4 tahun dan sesudah 6 tahun anak tidak diperkenankan lagi di bangku TK. hahahah, itu cara untuk mengotak-atik alam berpikir gurunya dan Kabud TK... rupanya mereka terkecoh dan menyeret topik diskusi yang panjang soal aturan. Syukurlah saya sudah membawa serta rekomendasi dari Psikiater karena hanya itu yang disyaratkan dalam undang-undang dan singkat cerita akhirnya pihak TK mengeluarkan secarik dokumen yang membuktikan bahwa anak saya "PERNAH BERSEKOLAH TK" bukan telah "TELAH LULUS TK". Bagi saya, biarin saja karena untuk masuk SD [atau setaranya] tidak butuh ijazah dimaksud, cukup saja usianya sampai 6 tahun pasti SD menerimanya. Apapun kondisinya, saya patut berterima kasih pada TK dan guru-gurunya karena telah memberikan bekal dasar pada anak Al, membuka ruang Al dapat bermain, tertawa, menangis dan berekspresi bersama teman-temannya.Jika setahun lagi AL harus bertahan di TK maka bukan anaknya saja yang bosan, jenuh dan capek tapi kami orang tua juga kiranya anak kami Al 'Bodoh' sehingga harus bertahan hingga 3 tahun di bangku TK. Wal hasil, hari ini anak kami sudah boleh mulai masuk MIS di dekat pemukiman kami. ya... sekedar bermain, berteman, belajar [sedikiiit], mengaji dan diajari karakter. Sayangnya, hari ini saya tidak mengantarnya masuk sekolah karena harus bertugas diluar kota... cukup ibunya [Istri-ku, sayang] yang sempat mengantarnya.... Tapi ada baiknya, karena dari Ibunya, Rahmat Allah itu datang "RAHIM"... maka biarkan semua kasih sayang Ibu tercurah padanya, insya Allah akan saya kuatkan dengan karakter "lelaki Flores" padanya kelak.
Berikut yang menarik ...
Mulanya anak Al mau saya sekolahkan di kampung bersama kakek dan neneknya tapi istri saya tidak setuju, saya nunut dan akhirnya sekolah di MIS [terdekat; 1 Km dari rumah]. Niat saya menyekolahkan Al di kampung punya dasar yang menjadi topik cerita ini, pernah saya berdebat dengan salah satu guru pada SD Islam terbaik di Kota Kupang [kebetulan adik-adik di HMI], katanya... Abang inikan Dosen FKIP, ngajarin calon guru, mengerti soal metodologi belajar dan pembelajaran,... kok tidak mau masukkan anaknya sekolah di SD favorit? malah sekolah ke kampung... saya hanya bergumam, inilah awal mula rusaknya karakter dan budi sosial anak [generasi mendatang]....
Bahasan selanjutnya akan saya diskusikan pada sessi II... mau kerja dulu...
Terima kasih...
Catatan hari I, Al masuk sekolah....
Dari Ayahmu.... yang lagi berkelana nun jauh di utara Flores Barat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar