Kamis, 09 Juli 2015

BERBANGSA DAN BERNEGARA DALAM PERSPEKTIF MAJELIS-MAJELIS AGAMA



Apa Artinya Negeri bagi Pemuda?

Mengapa negeri menjadi begitu penting sehingga setiap orang harus mencari baktinya?. Ketika kita dilahirkan di sebuah negeri, maka kita memiliki ikatan batin dengan tempat tersebut. Tiap negeri memiliki keunikan dan membutuhkan orang-orang yang paham dengan karakteristiknya. Bagaimanapun keadaan negeri yang kita tinggali baik atau buruk – sesungguhnya negeri tersebut membutuhkan tangan-tangan terampil untuk membangun dan mengembangkannya. Olehnya, harus dipahami mengapa membangun negeri mempunyai tempat sedemikian khusus. Membangun negeri, berarti membangun masyarakat dan turut serta memajukannya. Membangun negeri berarti turut menjadi pemakmur bumi. Membangun negeri berarti berkarya untuk menjadikan negeri lebih baik sesuai bidang masing-masing. Dengan demikian, akan lahir generasi-generasi berikutnya yang lebih baik dan terus menerus berkarya buat negeri.
Lantas, bagaimana mengidentifikasi apa yang perlu kita baktikan untuk negeri?
a.     Mulailah dari yang kecil dan sederhana.
b.     Jalankan sebaik mungkin profesi yang diamanahkan
c.     Coba identifikasi apa yang memudahkan.
Jika Anda dimudahkan dalam harta, berbagilah kepada penduduk negeri yang membutuhkan. Jika Anda pandai menulis, manfaatkan untuk berbagi ilmu kepada orang lain. Jika Anda memiliki keterampilan, ajari orang lain agar dapat menggunakannya. Jika Anda menguasai bidang ilmu tertentu, manfaatkan, terapkan dan bagikan kepada banyak orang. Dengan cara ini, Anda turut andil dalam membangun negeri. Dan jika itu semua dilakukan dengan tulus ikhlas, semoga akan bernilai amal soleh yang tinggi.
Melakukan hal tersebut terus menerus akan menjadi sebuah kebiasaan sehingga kita tidak lagi sibuk menuntut apa yang negeri ini berikan kepada diri kita. Itu menunjukkan sikap orang egois. Melainkan kita akan sibuk memikirkan apa lagi yang bisa kita baktikan buat kemajuan negeri sesuai kapasitas diri masing-masing.

Pemuda dan Perdamaian

Pemuda setelah melewati masa alienation treshold menurut Tamrin Amal Tomagola berarti telah melewati masa bahaya baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat. Pengelolaan konflik dan Pemudaan Perdamaian. ”Kata “Pemudaan” digunakan tidak saja menunjuk pada pemuda sebagai subjek yang berperan dalam perdamaian maupun pertarungan, akan tetapi perdamaian harus terus direvitalisasi, dimudakan, agar konflik tidak berakhir dengan penyerangan. Antara konflik dan perdamaian merupakan satu titik dalam 1 siklus yang berbeda. Jika di Indonesia terdapat 663 suku bangsa, maka berbagai benturan kepentingan lumrah terjadi. Untuk itu pemudaan perdamaian harus sering dilakukan. Perdamaian sekali tegak harus terus dirawat sehingga terus bisa sustain.
Pengelolaan konflik terdapat 3 tataran :
a.     Pada tingkat makro structural; di sini pengelolaan konflik berkaitan erat dengan keadilan struktural, yaitu pembagian sumber-sumber daya yang langka dan strategis yang berprinsip pada asas keadilan. Selama ini yang ada sumber-sumber tersebut dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu, sehingga terdapat kekerasan struktural di sana. Mengupayakan keadilan struktural pada tingkat makro ini berupa rekomendasi kebijakan dengan cara pengurusutamaan pemuda, kebijakan akses dan aset ekonomi, politik, rekruitmen pegawai, pemukiman, pelayanan dasar, dan kebijakan multikulturalisme.
b.     Pada tataran meso institusional, keadilan distributif yang melembaga dilaksanakan tidak berdasarkan agama dan suku dengan cara membuat pembedaan dengan tegas antara ranah privat dan publik, pengurangan aleniasi, dan menghindari penggunaan ayat-ayat kekerasan, sekaligus mengutamakan ayat-ayat cinta yang melintas batas.
c.     Pada tataran pertautan yang berkelanjutan adalah mengupayakan secara institusional pemerataan sumber-sumber strategis yang harus dibarengi dengan pengupayaan keadilan di tingkat masyarakat per individu dan komunitas.
Pada level ini peranan pemuda dibutuhkan sebagai subjek yang disandangi predikat muda, segar, bertenaga untuk menjadi kepala dan tulang punggung perdamaian setelah satu tahap melangkah dari orang yang sekedar menjadi amunisi konflik. Keteraturan regenerasi dari angkatan tua ke angkatan muda menjadi faktor pencegah yang penting dalam mewujudkan keadilan.
Menurut Asep Karsidi suatu situasi bahwa konflik yang mengakibatkan kekerasan pasti berakhir pada pemiskinan baru dalam suatu masyarakat. Konflik kekerasan berlatar belakang antara lain, usaha separatisasi, adanya ideologi, politik dan kekuasaan, isu SARA, ketidakadilan, kesenjangan ekonomi dan pendidikan.
Pengalaman empiris yang dialami bangsa Indonesia bahwa pertama ada korelasi positif antara keanekaragaman sosial budaya dengan konflik. Kedua konflik komunal terjadi karena diskriminasi pelayanan. Dalam sejarah bangsa Indonesia dari tahun 1948-1997 konflik kekerasan yang terjadi adalah konflik vertikal antara daerah-negara. Sebagai negara baru, banyak daerah-daerah di indonesia yang tidak puas terhadap kebijakan-kebijakan negara sehingga melakukan upaya-upaya memisahkan diri dari republik ini. Setelah tahun 1997 sampai dengan 2007 gejala yang ada mulai berubah dari vertikal menjadi horizontal, yaitu kekerasan yang terjadi antara sesama warga masyarakat, antar etnis, antar agama dan lain-lain.
Cara penanganan kekerasan pada masa lalu dan sekarang juga berbeda. Pada masa Suharto penanganan konflik kekerasan terlihat meninggalkan dendam, banyak meninggalkan janda dan anak yatim, kerusakan fasilitas umum, dan pemiskinan penduduk miskin.
Konflik etnis dan agama di Indonesia sebenarnya hanya merupakan lapisan permukaan dari konflik yang lebih dalam lagi. Etnis dan agama dijadikan sasaran dari persoalan-persoalan negara seperti; pendapatan per kapita negara yang rendah, stagnasi ekonomi, ketergantungan terhadap ekspor industri primer, poor governance, land locke, atau daerah yang tidak mempunyai akses ke laut. Etnis dan agama juga bukan persoalan utama yang biasanya melatarbelakangi konflik. Di Indonesia dari 246 insiden kekerasan, atau terhitung 2 kekerasan terjadi per hari, yang terbanyak adalah kekerasan yang disebabkan oleh penghakiman massal.
Tetapi dilihat dari pelaku kekerasan yang terbanyak adalah negara. Lalu muncul pertanyaan bagaimana bisa jumlah kekerasan terbanyak adalah penghakiman massal, tetapi pelaku kekerasan terbanyak adalah Negara?.
Logikanya bahwa poor governance berakibat ketidakpercaan masyarakat terhadap aparat negara sehingga muncul penghakiman massal. Negara dihitung sebagai pelaku utama kekerasan, karena negara banyak menggunakan pendekatan represif.

Pemuda Berdamai, Masa Depan ‘kan Damai

Sekarang pemuda harus tampil ke depan dalam mengisi kemerdekaan. Untuk itu pemuda perlu menenggok ke belakang alias belajar dari sejarah. Artinya kita harus segera mengakui bahwa di belakang ada kesalahan yang harus dijadikan sebagai cermin untuk menentukan langkah bagi masa depan agar kesalahan. Tujuannya supaya tidak menjadi beban sejarah yang dapat menghambat kemajuan bagi Indonesia.
Jika hal ini dapat dilakukan, maka rakyat Indonesia benar-benar belajar dari sejarah. Artinya belajar dari sejarah bukan hanya belajar dari segala yang baik-baik saja, tetapi hakekat belajar sejarah adalah belajar juga dari kesalahan di masa lalu agar kesalahan itu tidak terulang lagi di masa yang akan datang. Rasa curiga dan mencurigai antar kelompok yang bertikai akan benar-benar dapat teratasi sebagai sesama anak bangsa. Kalau itu tercapai maka berbagai kelompok dapat bersatu dalam menyongsong masa depan Indonesia seperti yang dicita-citakan bersama, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Kaum muda yang sudah terdidik jangan menjauh dari rakyat dan mengabdikan diri pada negara-negara kaya, tetapi pemuda harus bersatu dengan rakyat, memberikan penerangan kepada rakyat. Kaum muda jangan hanya terjun ke masyarakat karena merasa senasib sepenanggungan dengan rakyat. Karena pemuda juga bagian dari rakyat. Kaum inteligensia yang demikian sudah memenuhi dharmanya. Dalam post independence period pemuda harus mencoba mengerti dan memahami persoalan-persoalan bangsanya dewasa ini. Masalah ketidakmengertian adalah masalah kaum intelektual secara umum.
Belajar dari Ki Hajar Dewantoro, pemuda harus memiliki sifat Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Artinya pemuda harus berada digarda paling depan dalam melakukan perubahan sosial sebagai lokomotif perubahan. Di tengah pemuda harus bahu-membahu bersama rakyat dalam mencapai kesejahteraan rakyat. Pemuda harus memberikan semangat dan mendorong rakyat bahwa perubahan ke arah yang lebih baik atau yang dicita-citakan dapat tercapai jika mereka bersatu. Karena pemuda adalah masa depan bangsa maka untuk menjamin keberlangsungan masa depan bangsa, pemuda harus menyatu hidup beragam dalam kedamaian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar