Apa Artinya Negeri bagi Pemuda?
Mengapa negeri
menjadi begitu penting sehingga setiap orang harus mencari baktinya?. Ketika kita
dilahirkan di sebuah negeri, maka kita memiliki ikatan batin dengan tempat
tersebut. Tiap negeri memiliki keunikan dan membutuhkan orang-orang yang paham
dengan karakteristiknya. Bagaimanapun keadaan negeri yang kita tinggali – baik atau buruk –
sesungguhnya negeri tersebut membutuhkan tangan-tangan terampil untuk membangun
dan mengembangkannya. Olehnya,
harus dipahami mengapa membangun negeri
mempunyai tempat sedemikian khusus. Membangun negeri, berarti membangun
masyarakat dan turut serta memajukannya. Membangun negeri berarti turut menjadi
pemakmur bumi. Membangun negeri berarti berkarya untuk menjadikan negeri lebih
baik sesuai bidang masing-masing. Dengan demikian, akan lahir generasi-generasi
berikutnya yang lebih baik dan terus menerus berkarya buat negeri.
Lantas, bagaimana
mengidentifikasi apa yang perlu kita baktikan untuk negeri?
a.
Mulailah dari yang kecil dan
sederhana.
b.
Jalankan sebaik mungkin profesi yang
diamanahkan
c.
Coba identifikasi apa yang memudahkan.
Jika Anda dimudahkan dalam harta,
berbagilah kepada penduduk negeri yang membutuhkan. Jika Anda pandai menulis,
manfaatkan untuk berbagi ilmu kepada orang lain. Jika Anda memiliki
keterampilan, ajari orang lain agar dapat menggunakannya. Jika Anda menguasai
bidang ilmu tertentu, manfaatkan, terapkan dan bagikan kepada banyak orang.
Dengan cara ini, Anda turut andil dalam membangun negeri. Dan jika itu semua
dilakukan dengan tulus ikhlas, semoga akan bernilai amal soleh yang tinggi.
Melakukan hal
tersebut terus menerus akan menjadi sebuah kebiasaan sehingga kita tidak lagi
sibuk menuntut apa yang negeri ini berikan kepada diri kita. Itu menunjukkan
sikap orang egois. Melainkan kita akan sibuk memikirkan apa lagi yang bisa kita
baktikan buat kemajuan negeri sesuai kapasitas diri masing-masing.
Pemuda
dan Perdamaian
Pemuda setelah melewati masa alienation treshold menurut Tamrin
Amal Tomagola berarti telah melewati masa bahaya baik bagi dirinya sendiri
maupun bagi masyarakat. Pengelolaan konflik dan Pemudaan Perdamaian. ”Kata “Pemudaan” digunakan
tidak saja menunjuk pada pemuda sebagai subjek yang berperan dalam perdamaian
maupun pertarungan, akan tetapi perdamaian harus terus direvitalisasi,
dimudakan, agar konflik tidak berakhir dengan penyerangan. Antara konflik dan
perdamaian merupakan satu titik dalam 1 siklus yang berbeda. Jika di Indonesia
terdapat 663 suku bangsa, maka berbagai benturan kepentingan lumrah terjadi.
Untuk itu pemudaan perdamaian harus sering dilakukan. Perdamaian sekali tegak
harus terus dirawat sehingga terus bisa sustain.
Pengelolaan konflik terdapat 3 tataran :
a.
Pada tingkat makro structural; di sini pengelolaan
konflik berkaitan erat dengan keadilan struktural, yaitu pembagian
sumber-sumber daya yang langka dan strategis yang berprinsip pada asas
keadilan. Selama ini yang ada sumber-sumber tersebut dikuasai oleh
kelompok-kelompok tertentu, sehingga terdapat kekerasan struktural di sana.
Mengupayakan keadilan struktural pada tingkat makro ini berupa rekomendasi
kebijakan dengan cara pengurusutamaan pemuda, kebijakan akses dan aset ekonomi,
politik, rekruitmen pegawai, pemukiman, pelayanan dasar, dan kebijakan
multikulturalisme.
b.
Pada tataran meso
institusional, keadilan distributif yang melembaga dilaksanakan tidak
berdasarkan agama dan suku dengan cara membuat pembedaan dengan tegas antara
ranah privat dan publik, pengurangan aleniasi, dan menghindari penggunaan
ayat-ayat kekerasan, sekaligus mengutamakan ayat-ayat cinta yang melintas
batas.
c.
Pada tataran pertautan yang
berkelanjutan adalah mengupayakan secara institusional pemerataan sumber-sumber
strategis yang harus dibarengi dengan pengupayaan keadilan di tingkat masyarakat
per individu dan komunitas.
Pada level ini peranan pemuda dibutuhkan sebagai subjek yang disandangi
predikat muda, segar, bertenaga untuk menjadi kepala dan tulang punggung
perdamaian setelah satu tahap melangkah dari orang yang sekedar menjadi amunisi
konflik. Keteraturan regenerasi dari angkatan tua ke angkatan muda menjadi
faktor pencegah yang penting dalam mewujudkan keadilan.
Menurut Asep Karsidi suatu situasi bahwa konflik yang
mengakibatkan kekerasan pasti berakhir pada pemiskinan baru dalam suatu
masyarakat. Konflik kekerasan berlatar
belakang antara lain, usaha separatisasi, adanya ideologi, politik dan
kekuasaan, isu SARA, ketidakadilan, kesenjangan ekonomi dan pendidikan.
Pengalaman empiris yang dialami bangsa Indonesia bahwa pertama ada korelasi positif antara
keanekaragaman sosial budaya dengan konflik. Kedua konflik komunal terjadi karena diskriminasi pelayanan. Dalam sejarah bangsa
Indonesia dari tahun 1948-1997 konflik kekerasan yang terjadi adalah konflik
vertikal antara daerah-negara. Sebagai negara baru, banyak daerah-daerah di
indonesia yang tidak puas terhadap kebijakan-kebijakan negara sehingga
melakukan upaya-upaya memisahkan diri dari republik ini. Setelah tahun 1997
sampai dengan 2007 gejala yang ada mulai berubah dari vertikal menjadi
horizontal, yaitu kekerasan yang terjadi antara sesama warga masyarakat, antar
etnis, antar agama dan lain-lain.
Cara penanganan kekerasan pada masa lalu dan
sekarang juga berbeda. Pada masa Suharto penanganan konflik kekerasan terlihat
meninggalkan dendam, banyak meninggalkan janda dan anak yatim, kerusakan
fasilitas umum, dan pemiskinan penduduk miskin.
Konflik etnis dan agama di Indonesia
sebenarnya hanya merupakan
lapisan permukaan dari konflik yang lebih dalam lagi. Etnis dan agama dijadikan
sasaran dari persoalan-persoalan negara seperti; pendapatan per kapita negara
yang rendah, stagnasi ekonomi, ketergantungan terhadap ekspor industri primer, poor governance, land locke, atau daerah
yang tidak mempunyai akses ke laut. Etnis dan agama juga bukan persoalan utama
yang biasanya melatarbelakangi konflik. Di Indonesia dari 246 insiden
kekerasan, atau terhitung 2 kekerasan terjadi per hari, yang terbanyak adalah
kekerasan yang disebabkan oleh penghakiman massal.
Tetapi dilihat dari pelaku kekerasan yang terbanyak adalah negara. Lalu
muncul pertanyaan bagaimana bisa jumlah kekerasan terbanyak adalah penghakiman
massal, tetapi pelaku kekerasan terbanyak adalah Negara?.
Logikanya bahwa poor
governance berakibat ketidakpercaan masyarakat terhadap aparat negara
sehingga muncul penghakiman massal. Negara dihitung sebagai pelaku utama
kekerasan, karena negara banyak menggunakan pendekatan represif.
Pemuda Berdamai, Masa Depan ‘kan Damai
Sekarang pemuda harus tampil ke depan dalam
mengisi kemerdekaan. Untuk itu pemuda perlu menenggok ke belakang alias belajar
dari sejarah. Artinya kita harus segera mengakui bahwa di belakang ada
kesalahan yang harus dijadikan sebagai cermin untuk menentukan langkah bagi
masa depan agar kesalahan. Tujuannya supaya tidak menjadi beban sejarah yang
dapat menghambat kemajuan bagi Indonesia.
Jika hal ini dapat dilakukan, maka rakyat
Indonesia benar-benar belajar dari sejarah. Artinya belajar dari sejarah bukan
hanya belajar dari segala yang baik-baik saja, tetapi hakekat belajar sejarah
adalah belajar juga dari kesalahan di masa lalu agar kesalahan itu tidak
terulang lagi di masa yang akan datang. Rasa curiga dan mencurigai antar
kelompok yang bertikai akan benar-benar dapat teratasi sebagai sesama anak bangsa.
Kalau itu tercapai maka berbagai kelompok dapat bersatu dalam menyongsong masa
depan Indonesia seperti yang dicita-citakan bersama, yaitu masyarakat yang adil
dan makmur.
Kaum muda yang sudah terdidik jangan menjauh
dari rakyat dan mengabdikan diri pada negara-negara kaya, tetapi pemuda harus
bersatu dengan rakyat, memberikan penerangan kepada rakyat. Kaum muda jangan
hanya terjun ke masyarakat karena merasa senasib sepenanggungan dengan rakyat. Karena
pemuda juga bagian dari rakyat. Kaum inteligensia yang demikian sudah memenuhi
dharmanya. Dalam post independence period
pemuda harus mencoba mengerti dan memahami persoalan-persoalan bangsanya dewasa
ini. Masalah ketidakmengertian adalah masalah kaum intelektual secara umum.
Belajar dari Ki Hajar Dewantoro, pemuda harus
memiliki sifat Ing Ngarso Sung Tulodo,
Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Artinya pemuda harus
berada digarda paling depan dalam melakukan perubahan sosial sebagai lokomotif perubahan.
Di tengah pemuda harus bahu-membahu bersama rakyat dalam mencapai kesejahteraan
rakyat. Pemuda harus memberikan semangat dan mendorong rakyat bahwa perubahan
ke arah yang lebih baik atau yang dicita-citakan dapat tercapai jika mereka
bersatu. Karena pemuda adalah masa depan bangsa maka untuk
menjamin keberlangsungan masa depan bangsa, pemuda harus menyatu hidup beragam
dalam kedamaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar