Kamis, 09 Juli 2015

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI SEKTOR UNGGULAN DAERAH DI KAWASAN WADE – KABUPATEN LEMBATA



Salah satu kawasan potensial di Kabupaten Lembata adalah kawasan Wade seluas 600 Ha (0,47% dari daratan Lembata) yang terletak di Desa Balurebong Kecamatan Lebatukan. Keunggulan ini perlu di kelola secara baik melalui strategi pengembangan kawasan berdasarkan sektor unggulan dan potensi komoditi yang dimiliki. Kawasan Wade sepintas memiliki potensi pertanian namun belum dilakukan kajian mendalam untuk perencanaan pemanfaatannya. Bilamana dilakukan kajian mendalam tentang potensi dan keunggulan kawasan Wade kemudian disusun rencana pengembangan kawasan secara terpadu maka kawasan ini akan dapat menjadi kawasan agroindustri yang dapat menopang pertumbuhan ekonomi daerah disekitarnya dan Kabupaten Lembata secara umum.
Penelitian ini bertujuan ini untuk ; Mengidentifikasi potensi dari sektor unggulan di Kawasan Wade, Menganalisis dampak pengganda (multiplier effect) dari pengembangan kawasan Wade terhadap peningkatan pendapatan masyarakat disekitar kawasan Wade, Menganalisis dampak pengembangan kawasan Wade terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lembata, Merencanakan kebijakan yang bersifat strategis dan operasional dalam membangun sektor unggulan di kawasan Wade. Kondisi eksisting Kabupaten Lembata menggambarkan; (1) aspek administratif dan geografis, aspek sosial, ekonomi, budaya dan kependudukan, (2) kondisi perekonomian regional Kabupaten Lembata, (3) aspek produksi dan distribusi komoditi kesembilan sektor ekonomi utama, (4) aspek pendidikan dan kesehatan, (5) aspek biofisik dan pertanian, (6) dan aspek ruang, wilayah dan infrastruktur.
Kawasan Wade beriklim (E) agak kering dengan vegetasi hutan sabana, berpeluang hujan 75% dimulai awal tanam pada minggu IV November. Seluas 682 Ha; 45% diantaranya datar dan  0-8% landai berkecuraman lereng, 33% bukit dan bergelombang, dan sisanya 20% curam. Tekstur tanah lempung berpasir dengan hara tersedia ‘rendah’ dan bahaya erosi ringan. Seluas 421,5 Ha cocok untuk tanaman pangan dan perkebunan, 215,99 Ha cocok untuk pakan ternak, dan sisanya 46,88 Ha hanya untuk dikonservasi. Jenis tanaman pangan yang adaptif dikembangkan dengan minimum tillage; jagung varietas bersari bebas, berumur tanam 75-90 hari cocok ditanam didataran rendah hingga tinggi; kacang tanah varietas lokal berumur tanam 95-105 hari berproduktivitas 2-3,5 ton/ha; kacang hijau varietas Betet/MLG947 berumur tanam 55 hari akan berproduktivitas 1-1,2 ton/ha. Jambu mete dan kelapa varietas lokal sangat toleran  dengan memperhatikan ketersediaan unsur hara agar tetap stabil melalui penambahan pupuk mineral dan pemangkasan pohon mete.
Hijauan Pakan Ternak dipilih jenis rumput Setaria spachelata, Pennisetum purpurium SCHUM, dan kelompok leguminosa herba seperti lamatoro, turi dan gamal yang berdaya adaptasi tinggi. Padang rumput dan limbah pertanian dapat diandalkan untuk penyediaan pakan ternak. Proyeksi jenis pakan; HMT berproduksi 6.203,18 kg BK/ha, kapasitas tampung 4,51 UT/ha, potensi produksi 837.430,3 kg/ha, potensi penampungan 1.353,4 ST/ha; Jerami jagung berproduksi 6.530,5 kg BK/ha, kapasitas tampung 4,75 UT/ha, potensi produksi 1.469,3 kg/ha, potensi penampungan 309.3 ST/ha; hasil ikutan jambu mete berpotensi 326,9 kg BK/ha, kapasitas tampung 4,06 UT/ha, potensi produksi 675,5 kg/ha 166,3 ST/ha. Asumsinya 1 ST = sapi berat 250 Kg, kebutuhan pakan 2,5% dari BB dan PUF 45% sehingga mampu dikembangkan di Kawasan Wade karena pakan yang tersedia lebih besar dari kebutuhan ternak yang hidup dengan memperhatikan ketersediaan air.
Keunggulan sektor LQ>1 yaitu sektor pertanian, sektor listrik-gas-air bersih, dan sektor jasa dengan subsektor perikanan dan tanaman perkebunan juga LQ>1, sementara sektor/subsektor lainnya perlu didorong pengembangannya. Keunggulan komoditi tanaman pangan (jagung dan padi ladang), perkebunan (kelapa dan kakao), peternakan (sapi potong dan babi), perikanan (kakap dan cangkalang) mendapat LQ > 1 untuk seluruh wilayah Lembata namun dapat menjadi rujukan untuk pengembangan di wilayah tenggara (Kawasan Wade) yaitu jagung dan palawija, jambu mete, sapi potong, kambing dan babi serta rumput laut. Nilai multiplier pendapatan (KS); tanaman pangan (0,040), perkebunan (0,427), peternakan (0,138) dan perikanan (0,700) yang akan memberikan effek pengganda dari sektor basis dan keterkaitan sektor perikanan di Kecamatan Lebatukan dan peternakan menjadi sektor basis di Kawasan Wade. Indeks grafitasi tertinggi adalah Nilanapo (59.800 Tij), Wowong (42.356 Tij), Seranggorang (16.698 Tij), dan Lewoleba (15.258 Tij) dengan parameter jarak tempuh dan jumlah penduduk, sehingga ketika Kawasan Wade dikembangkan maka diharapakan akan mendapatkan dukungan dari tempat-tempat dimaksud agar inter linkage semakin kuat.
Konsep wilayah nodal dalam pengembangan Kawasan Wade yang merupakan inti/pusat simpul harus tersedia pusat-pusat pelayanan dan permukiman agar wilayah plasma disekitarnya dengan indeks grafitasi tertinggi dapat ikut tertopang. Keterkaitan wilayah sangat tergantung aksebilitas transportasi sebagaimana 3 jalur yang dibuka menuju Kawasan Wade dari arah timur namun untuk memperkuat wilayah pesisir selatan Lembata maka direkomendasikan pengembangan jalan dengan memperhatikan topografi dan tingkat resikonya. Kawasan Wade juga akan menimbulkan efek sebar (spread effect) ke Kabupaten Alor dan daratan Pulau Timor termasuk RD. Timor Leste sehingga membutuhkan penyediaan infrastruktur penjangkau terdekat.
Isu pengembangan kawasan Wade memuat isu strategis, (1) Dominansi sektor primer (pertanian) tidak dibarengi dengan kapasitas produksi yang mampu mendongkrak perekonomian masyarakat dan wilayah di Kabupaten Lembata, (2) Belum optimalnya pengembangan sub-sub sektor pembentuk sektor pertanian, (3) Kelompok sektor sekunder dan tersier belum dikelola secara optimal, (4) Tingkat kemiskinan penduduk dan wilayah, dan (5) Rendahnya kapasitas sumberdaya manusia. Isu strategis aspek produksi dan distribusi produk pertanian, diantaranya; (1) Rendahnya produktivitas tanaman, ternak dan perikanan, (2) Potensi pengembangan ternak cukup besar, akan tetapi khusus ternak kambing dan babi dalam tiga tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang negative, dan (3) kelangkaan tenaga kerja produktif. Isu strategis aspek pengembangan lokasi, diantaranya ; (1) Pengembangan sektor pertanian dengan prioritas pada sub sektor tanaman perkebunan dan peternakan merupakan pilihan rasional untuk dikembangkan, (2) Pengembangan komoditi tanaman perkebunan dan ternak diperkirakan dapat memberikan multiplier pendapatan bagi masyarakat dan wilayah sekitar kawasan Wade, (3) Pengembangan kawasan Wade diperkirakan dapat menghasilkan efek sebar (spread effect) yang kuat bagi desa-desa sekitar bahkan sampai wilayah Kabupaten terdekat (Kabupaten Alor), dan rendahnya aksesibilitas dari dan ke kawasan Wade.
Unsur SWOT memuat beberapa faktor internal  (kekuatan) diantaranya; (1) Tersedia kawasan seluas 682 Ha dan dapat diperluas untuk mendukung pengembangan berbagai komoditi tanaman dan ternak yang bernilai ekonomi tinggi, (2) Pengembangan berbagai komoditi tanaman dan ternak dapat memberikan multiplier pendapatan yang berarti bagi masyarakat dan wilayah, (3) Pengembangan kawasan Wade dapat memberikan efek sebar bagi kemajuan desa-desa dan atau kawasan sekitar baik di dalam maupun luar wilayah kecamatan, bahkan sampai pada wilayah Kabupaten Alor, (4) Luas areal potensial 682 ha, 429 ha berlereng 0-15% dan 120 ha berlereng 15-30%, (5) Kesuburan fisik cukup baik (tekstur sedang), kedalaman efektif cukup, (6) Kesuburan kimia cukup baik (kalium sedang-tinggi), (7) Curah hujan 875 mm per tahun, (8) Masyarakat telah mengusahakan tanaman pangan, perkebunan (jambu mente) dan peternakan (sapi), (9) Produktivitas tanaman perkebunan cukup baik, (10) Populasi ternak besar (sapi) 40 ekor, (11) Tersedianya sumberdaya pakan dalam jumlah dan jenis bervariasi untuk mendukung perkembangan peternakan.
Faktor internal yang menjadi kelemahan, diantarany ; (1) Rendahnya aksesibilitas dari dan ke kawasan Wade, (2) Rendahnya sarana dan prasarana penunjang produksi, seperti air, telekomunikasi, (3) Rendahnya ketersediaan TK keluarga dan tingkat pengetahuan dan penguasaan teknologi penunjang produksi, (4) Disparitas kemajuan wilayah antara bagian selatan dengan bagian utara, timur dan barat di Kabupaten Lembata, (5) Status pemilikan lahan (tanah adat), (6) Kesuburan kimia rendah (N, KTK, C organik), (7) Faktor salinitas pada sebagian lahan, (8) Belum diterapkan teknologi budidaya dan pasca panen, (9) Praktek usahatani tebas bakar, tanaman pangan pada lereng > 15%, (10) Kurang praktek usahatani konservasi, (11) Musim hujan relatif pendek, (12) Curah hujan bersifat eradik (distribusi waktu tidak merata), dan (13) Air tanah dangkal bersifat salin.
Faktor eksternal yang menjadi peluang adalah; (1) Tingginya tingkat permintaan produk pertanian tanaman dan ternak baik di dalam maupun luar wilayah Kabupaten Lembata, (2) Tersedianya dkungan investasi pemerintah dan suasta untuk mengembangkan kawasan-kawasan potensial di wilayah perbatasan dan tertinggal, (3) Pengembangan berbagai komoditas sesuai kondisi agroklimat. Sementara faktor eksternal yang menjadi ancaman yaitu; (1) Pengembangan kawasan yang memiliki potensi yang sama di wilayah Kabupaten lain terdekat yang lebih maju, (2) Jenis dan macam produk barang dan jasa yang sama dan dihasilkan di wilayah lain, (3) Degradasi lahan, dan (4) Curah hujan bersifat eradik.
Berdasarkan analisis faktor-faktor internal dan eksternal yang meliputi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman terhadap semua aspek pengembangan maka beberapa isu utama yang menjadi permasalahan atau kendala dalam pengembangan kawasan Wade adalah: (1) Aspek pemanfaatan potensi lahan yang belum optimal, (2) Aspek teknik budidaya dan pasca panen. Strategi yang perlu ditetapkan untuk pengembangan kawasan Wade adalah; (1) Optimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan dengan memperhatikan produktivitas dan keberlanjutan sumberdaya tersebut, (2) Meningkatkan program pemberdayaan masyarakat petani, dan (3) Meningkatkan jumlah dan mutu produksi pertanian dan peternakan. Strategi lainnya yang dapat lakukan adalah ; (1) Optimalisasi penggunaan sumberdaya biofisik, (2) Optimalisasi teknik budidaya dan pasca panen, (3) Optimalisasi penggunaan sumberdaya biofisik, (4) Optimalisasi teknik budidaya dan pasca panen, (5) Optimalisasi sumberdaya biofisik, (6) Optimalisasi teknik budidaya dan pasca panen.
Strategi mengoptimalkan sumberdaya lahan, diantaranya; (1) Melakukan penataan kawasan, (2) Mengembangkan komoditas tanaman, ternak dan sumberdaya perikanan-kelautan yang sesuai dengan kondisi agroklimat wilayah, (3) Meningkatkan teknologi dan manajemen budidaya dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan, (4) Mengembangkan dan meningkatkan sarana produksi yang berkualitas, (5) Sosialisasi pentingnya kegiatan konservasi sumberdaya lahan dan lingkungan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas.

Kata Kunci : Potensi, Unggulan, Wade

Tidak ada komentar:

Posting Komentar