Salah satu kawasan potensial di Kabupaten
Lembata adalah kawasan Wade seluas 600 Ha (0,47% dari daratan Lembata) yang
terletak di Desa Balurebong Kecamatan Lebatukan. Keunggulan ini perlu di kelola
secara baik melalui strategi pengembangan kawasan berdasarkan sektor unggulan
dan potensi komoditi yang dimiliki. Kawasan Wade sepintas memiliki potensi
pertanian namun belum dilakukan kajian mendalam untuk perencanaan
pemanfaatannya. Bilamana dilakukan kajian mendalam tentang potensi dan
keunggulan kawasan Wade kemudian disusun rencana pengembangan kawasan secara
terpadu maka kawasan ini akan dapat menjadi kawasan agroindustri yang dapat
menopang pertumbuhan ekonomi daerah disekitarnya dan Kabupaten Lembata secara
umum.
Penelitian ini bertujuan ini untuk ;
Mengidentifikasi potensi dari sektor unggulan di Kawasan Wade, Menganalisis
dampak pengganda (multiplier effect)
dari pengembangan kawasan Wade terhadap peningkatan pendapatan masyarakat
disekitar kawasan Wade, Menganalisis dampak pengembangan kawasan Wade terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lembata, Merencanakan kebijakan yang bersifat
strategis dan operasional dalam membangun sektor unggulan di kawasan Wade.
Kondisi eksisting Kabupaten Lembata menggambarkan; (1) aspek administratif dan
geografis, aspek sosial, ekonomi, budaya dan kependudukan, (2) kondisi
perekonomian regional Kabupaten Lembata, (3) aspek produksi dan distribusi
komoditi kesembilan sektor ekonomi utama, (4) aspek pendidikan dan kesehatan,
(5) aspek biofisik dan pertanian, (6) dan aspek ruang, wilayah dan
infrastruktur.
Kawasan Wade beriklim (E) agak kering dengan vegetasi
hutan sabana, berpeluang hujan 75% dimulai awal tanam pada minggu IV November.
Seluas 682 Ha; 45% diantaranya datar dan
0-8% landai berkecuraman lereng, 33% bukit dan bergelombang, dan sisanya
20% curam. Tekstur tanah lempung berpasir dengan hara tersedia ‘rendah’ dan
bahaya erosi ringan. Seluas 421,5 Ha cocok untuk tanaman pangan dan perkebunan,
215,99 Ha cocok untuk pakan ternak, dan sisanya 46,88 Ha hanya untuk
dikonservasi. Jenis tanaman pangan yang adaptif dikembangkan dengan minimum tillage; jagung varietas bersari bebas,
berumur tanam 75-90 hari cocok ditanam didataran rendah hingga tinggi; kacang
tanah varietas lokal berumur tanam 95-105 hari berproduktivitas 2-3,5 ton/ha;
kacang hijau varietas Betet/MLG947 berumur tanam 55 hari akan berproduktivitas
1-1,2 ton/ha. Jambu mete dan kelapa varietas lokal sangat toleran dengan memperhatikan ketersediaan unsur hara
agar tetap stabil melalui penambahan pupuk mineral dan pemangkasan pohon mete.
Hijauan Pakan Ternak dipilih jenis rumput Setaria spachelata, Pennisetum purpurium SCHUM, dan kelompok leguminosa herba seperti
lamatoro, turi dan gamal yang berdaya adaptasi tinggi. Padang rumput dan limbah
pertanian dapat diandalkan untuk penyediaan pakan ternak. Proyeksi jenis pakan;
HMT berproduksi 6.203,18 kg BK/ha, kapasitas tampung 4,51 UT/ha, potensi
produksi 837.430,3 kg/ha, potensi penampungan 1.353,4 ST/ha; Jerami jagung
berproduksi 6.530,5 kg BK/ha, kapasitas tampung 4,75 UT/ha, potensi produksi
1.469,3 kg/ha, potensi penampungan 309.3 ST/ha; hasil ikutan jambu mete
berpotensi 326,9 kg BK/ha, kapasitas tampung 4,06 UT/ha, potensi produksi 675,5
kg/ha 166,3 ST/ha. Asumsinya 1 ST = sapi berat 250 Kg, kebutuhan pakan 2,5%
dari BB dan PUF 45% sehingga mampu dikembangkan di Kawasan Wade karena pakan yang
tersedia lebih besar dari kebutuhan ternak yang hidup dengan memperhatikan
ketersediaan air.
Keunggulan sektor LQ>1 yaitu sektor
pertanian, sektor listrik-gas-air bersih, dan sektor jasa dengan subsektor
perikanan dan tanaman perkebunan juga LQ>1, sementara sektor/subsektor
lainnya perlu didorong pengembangannya. Keunggulan komoditi tanaman pangan
(jagung dan padi ladang), perkebunan (kelapa dan kakao), peternakan (sapi
potong dan babi), perikanan (kakap dan cangkalang) mendapat LQ > 1 untuk
seluruh wilayah Lembata namun dapat menjadi rujukan untuk pengembangan di
wilayah tenggara (Kawasan Wade) yaitu jagung dan palawija, jambu mete, sapi
potong, kambing dan babi serta rumput laut. Nilai multiplier pendapatan (KS);
tanaman pangan (0,040), perkebunan (0,427), peternakan (0,138) dan perikanan
(0,700) yang akan memberikan effek pengganda dari sektor basis dan keterkaitan
sektor perikanan di Kecamatan Lebatukan dan peternakan menjadi sektor basis di
Kawasan Wade. Indeks grafitasi tertinggi adalah Nilanapo (59.800 Tij), Wowong
(42.356 Tij), Seranggorang (16.698 Tij), dan Lewoleba (15.258 Tij) dengan
parameter jarak tempuh dan jumlah penduduk, sehingga ketika Kawasan Wade
dikembangkan maka diharapakan akan mendapatkan dukungan dari tempat-tempat
dimaksud agar inter linkage semakin
kuat.
Konsep wilayah nodal dalam pengembangan
Kawasan Wade yang merupakan inti/pusat simpul harus tersedia pusat-pusat
pelayanan dan permukiman agar wilayah plasma disekitarnya dengan indeks
grafitasi tertinggi dapat ikut tertopang. Keterkaitan wilayah sangat tergantung
aksebilitas transportasi sebagaimana 3 jalur yang dibuka menuju Kawasan Wade
dari arah timur namun untuk memperkuat wilayah pesisir selatan Lembata maka
direkomendasikan pengembangan jalan dengan memperhatikan topografi dan tingkat
resikonya. Kawasan Wade juga akan menimbulkan efek sebar (spread effect) ke Kabupaten Alor dan daratan Pulau Timor termasuk
RD. Timor Leste sehingga membutuhkan penyediaan infrastruktur penjangkau
terdekat.
Isu
pengembangan kawasan Wade memuat isu strategis, (1) Dominansi sektor
primer (pertanian) tidak dibarengi dengan kapasitas produksi yang mampu
mendongkrak perekonomian masyarakat dan wilayah di Kabupaten Lembata, (2) Belum
optimalnya pengembangan sub-sub sektor pembentuk sektor pertanian, (3) Kelompok
sektor sekunder dan tersier belum dikelola secara optimal, (4) Tingkat
kemiskinan penduduk dan wilayah, dan (5) Rendahnya kapasitas sumberdaya
manusia. Isu strategis aspek produksi dan distribusi produk pertanian,
diantaranya; (1) Rendahnya produktivitas tanaman, ternak dan perikanan, (2)
Potensi pengembangan ternak cukup besar, akan tetapi khusus ternak kambing dan
babi dalam tiga tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang negative, dan (3) kelangkaan tenaga kerja produktif. Isu
strategis aspek pengembangan lokasi, diantaranya ; (1) Pengembangan sektor
pertanian dengan prioritas pada sub sektor tanaman perkebunan dan peternakan
merupakan pilihan rasional untuk dikembangkan, (2) Pengembangan komoditi
tanaman perkebunan dan ternak diperkirakan dapat memberikan multiplier
pendapatan bagi masyarakat dan wilayah sekitar kawasan Wade, (3) Pengembangan
kawasan Wade diperkirakan dapat menghasilkan efek sebar (spread effect) yang kuat bagi desa-desa sekitar bahkan sampai
wilayah Kabupaten terdekat (Kabupaten Alor), dan rendahnya aksesibilitas dari
dan ke kawasan Wade.
Unsur SWOT memuat beberapa faktor
internal (kekuatan) diantaranya; (1)
Tersedia kawasan seluas 682 Ha dan dapat diperluas untuk mendukung pengembangan
berbagai komoditi tanaman dan ternak yang bernilai ekonomi tinggi, (2)
Pengembangan berbagai komoditi tanaman dan ternak dapat memberikan multiplier
pendapatan yang berarti bagi masyarakat dan wilayah, (3) Pengembangan kawasan
Wade dapat memberikan efek sebar bagi kemajuan desa-desa dan atau kawasan
sekitar baik di dalam maupun luar wilayah kecamatan, bahkan sampai pada wilayah
Kabupaten Alor, (4) Luas areal potensial 682 ha, 429 ha berlereng 0-15% dan 120 ha berlereng
15-30%, (5) Kesuburan fisik cukup baik (tekstur sedang), kedalaman efektif
cukup, (6) Kesuburan kimia cukup baik (kalium sedang-tinggi), (7) Curah hujan
875 mm per tahun, (8) Masyarakat telah mengusahakan tanaman pangan, perkebunan
(jambu mente) dan peternakan (sapi), (9) Produktivitas tanaman perkebunan cukup
baik, (10) Populasi ternak besar (sapi) 40 ekor, (11) Tersedianya sumberdaya
pakan dalam jumlah dan jenis bervariasi untuk mendukung perkembangan
peternakan.
Faktor internal yang menjadi kelemahan,
diantarany ; (1) Rendahnya aksesibilitas dari dan ke kawasan Wade, (2)
Rendahnya sarana dan prasarana penunjang produksi, seperti air, telekomunikasi,
(3) Rendahnya ketersediaan TK keluarga dan tingkat pengetahuan dan penguasaan
teknologi penunjang produksi, (4) Disparitas kemajuan wilayah antara bagian
selatan dengan bagian utara, timur dan barat di Kabupaten Lembata, (5) Status pemilikan
lahan (tanah adat), (6) Kesuburan kimia rendah (N, KTK, C organik), (7) Faktor
salinitas pada sebagian lahan, (8) Belum diterapkan teknologi budidaya dan
pasca panen, (9) Praktek usahatani tebas bakar, tanaman pangan pada lereng >
15%, (10) Kurang praktek usahatani konservasi, (11) Musim hujan relatif pendek,
(12) Curah hujan bersifat eradik (distribusi waktu tidak merata), dan (13) Air
tanah dangkal bersifat salin.
Faktor eksternal yang menjadi peluang
adalah; (1) Tingginya tingkat permintaan produk pertanian tanaman dan ternak
baik di dalam maupun luar wilayah Kabupaten Lembata, (2) Tersedianya dkungan
investasi pemerintah dan suasta untuk mengembangkan kawasan-kawasan potensial
di wilayah perbatasan dan tertinggal, (3) Pengembangan
berbagai komoditas sesuai kondisi agroklimat. Sementara faktor eksternal yang
menjadi ancaman yaitu; (1) Pengembangan
kawasan yang memiliki potensi yang sama di wilayah Kabupaten lain terdekat yang
lebih maju, (2) Jenis dan macam produk barang dan jasa yang sama dan dihasilkan
di wilayah lain, (3) Degradasi lahan, dan (4) Curah hujan bersifat
eradik.
Berdasarkan
analisis faktor-faktor internal dan eksternal yang meliputi kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman terhadap semua aspek pengembangan maka beberapa
isu utama yang menjadi permasalahan atau kendala dalam pengembangan kawasan
Wade adalah: (1) Aspek pemanfaatan potensi lahan yang belum optimal, (2) Aspek
teknik budidaya dan pasca panen. Strategi yang perlu ditetapkan untuk
pengembangan kawasan Wade adalah; (1) Optimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan
dengan memperhatikan produktivitas dan keberlanjutan sumberdaya tersebut, (2) Meningkatkan
program pemberdayaan masyarakat petani, dan (3) Meningkatkan jumlah dan mutu
produksi pertanian dan peternakan. Strategi lainnya yang dapat lakukan adalah ; (1) Optimalisasi
penggunaan sumberdaya biofisik, (2) Optimalisasi teknik budidaya dan pasca
panen, (3) Optimalisasi penggunaan sumberdaya biofisik, (4) Optimalisasi teknik
budidaya dan pasca panen, (5) Optimalisasi sumberdaya biofisik, (6)
Optimalisasi teknik budidaya dan pasca panen.
Strategi
mengoptimalkan sumberdaya lahan, diantaranya; (1) Melakukan penataan kawasan,
(2) Mengembangkan komoditas tanaman, ternak dan sumberdaya perikanan-kelautan
yang sesuai dengan kondisi agroklimat wilayah, (3) Meningkatkan teknologi dan
manajemen budidaya dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan, (4) Mengembangkan
dan meningkatkan sarana produksi yang berkualitas, (5) Sosialisasi pentingnya
kegiatan konservasi sumberdaya lahan dan lingkungan untuk meningkatkan produksi
dan produktivitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar