Penyusunan
Standar Operasional Prosedur [SOP]
Pelayanan Perizinan di KPPT Kabupaten
Lembata
LAPORAN KEGIATAN
PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL
PELAYANAN
PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DI
KPPT KABUPATEN LEMBATA
1.
PENGANTAR
Model reformasi birokrasi
perizinan yang telah teruji secara empirik dan telah menghasilkan dampak
positif adalah melalui introduksi dan pelembagaan sistem Pelayanan Perizinan Terpadu
[PPT]. Model ini menjadi
terobosan kebijakan yang telah dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia,
dan menunjukkan tendensi positif terhadap peningkatan investasi maupun
pertumbuhan dunia usaha. Keberadaan unit PPT dalam rangka mewujudkan pelayanan
yang lebih efektif, efisien dan adanya kepastian waktu dan biaya (pelayanan prima).
Variabel
utama dalam pengembangan unit PPT adalah mekanisme dan prosedur layanannya yang
terpadu, transparan, professional dan berkeadilan. Terbentuknya Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kabupaten Lembata
melalui Peraturan Daerah Kabupaten Lembata Nomor 5 Tahun 2010 merupakan suatu
terobosan Pemerintah Kabupaten Lembata untuk mengoptimalkan pelayanan publik
nan prima dalam kerangka reformasi birokrasi. Kelanjutan dari berlakunya Perda
tersebut kemudian ditetapkanlah Peraturan Bupati tentang Pelimpahan Kewenangan
pelayanan perizinan yang semulanya menjadi kewenangan Bupati, dilimpahkan
kewenangan pelayanan administratifnya dan penandatanganannya oleh Kepala KPPT
Kabupaten Lembata.
Amanah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan
sebagai upaya meningkatnya kinerja pelayanan di bidang perizinan dan non
perizinan maka lembaga perizinan wajib memiliki Standar Operasional Prosedur
(SOP) dan Standar Pelayanan (SP) terkait teknis operasional
perizinan/non-perizinan maupun uursan administrasi perkantorannya. Unit layanan
perizinan di Kabupaten Lembata yang saat disusun SOP ini masih berbentuk Kantor
dan sementara dalam upaya peningkatan status kelembagaan seiring penerapan
Permendagri No 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Urusan
perizinan diposisikan bersama dengan beberapa urusan penanaman modal, koperasi
dan ketenagakerjaan namun dalam urusan tertentu, unit perizinan bertugas
melakukan pelayanan administrasi perizinan dari seluruh unit teknis yang ada di
wilayah administratif tertentu.
Pelaksanaan tugas dan fungsi kelembagaan perizinan terpadu Kabupaten
Lembata kemudian diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 106 Tahun 2012. Dalam
rangka memberikan pelayanan prima bagi masyarakat (pemohon) sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Bupati dimaksud maka dibutuhkan standarisasi pelayanan
yang merupakan serangkaian instruksi dan syarat tertulis mengenai berbagai
proses penyelenggaraan pelayanan perizinan. Instruksi ini kemudian disebut Standar Pelayanan (SP) yang memuat
berbagai hal seperti ; landasan hukum pelayanan izin yang bersangkutan, tujuan
dan sasaran, pembiayaan, persyaratan, waktu pelayanan, mekanisme pelayanan,
masa berlaku, perangkat dan sarana yang digunakan untuk melayani serta tenaga
teknis yang terlibat. Lampiran dari instruksi ini adalah bagan mekanisme yang
menggambarkan secara detail alur pelayanan disetiap pos pelayanan (front office sampai back office) setiap waktu yang dibutuhkan.
Ketiga jenis standar yang harus
dimiliki unit layanan kadang terjadi ketimpangan karena khusus untuk lembaga
perizinan memiliki 2 [dua] perspektif urusan, yaitu urusan administrasi
perkantoran dan urusan administrasi layanan perizinannya. Hal inilah kemudian
harus dibedakan antara dokumen SOP, SP dan SPM untuk urusan administrasi perkantoran
maupun untuk urusan administrasi perizinan. Laporan ini hanya menyajikan SOP
terkait layanan administrasi perizinan yang seyogyanya dilakukan oleh KPPT
Kabupaten Lembata.
2.
PERBEDAAN MENDASAR SOP, SP DAN SPM
Pemaknaan terhadap ketiga jenis standari
dimaksud dijelaskan dalam Permendagri Nomor 62 Tahun 2008 kemudian mengalami
beberapa kali koreksi seiring dinamika yang terjadi di lapangan saat pelayanan
disajikan. Kondisi ini sering dijumpai pada beberapa unit layanan langsung oleh
pemerintah, termasuk layanan administrasi perizinan. Definisi ketiga jenis
dokumen standarisasi layanan dimaksud, adalah;
·
Standar
Pelayanan Minimal (SPM) ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal.
·
Standar
Pelayanan (SP) suatu tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang
berkualitas, cepat,
mudah, terjangkau, dan terukur.
mudah, terjangkau, dan terukur.
·
Standard Operating Procedures (SOP) Serangkaian instruksi tertulis yang
dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi pemerintahan,
bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan.
Keterkaitan
substantif dan muatan yang terkandung dalam ketiga definisi dimaksud adalah
menunjukan bahwa SOP merupakan intisari dari
standar pelayanan kemudian dikembangkan sesuai standard dan selanjutnya
untuk memenuhi batasan standar minimal yang harus diterima masyarakat. Fungsi
pembeda lainnya adalah dari sisi manfaat; [1] SOP bermanfaat untuk memberikan
kepastian pelaksanaannya, [2] SP menjamin kepastian yang penerima layanan, dan
[3] SPM bermanfaat untuk menjamin kepastian pemerintah [kinerja].
SPM merupakan
standar umum yang mencakupi berbagai program dan kegiatan utama dalam kegiatan
unit dimaksud sehingga indicator penilaiannya cenderung direpresentatifkan
dalam nilai persentase. Sementara SP terbagi menjadi 2 [dua] komponen, yaitu;
[1] Komponen manufacture perizinan
diantaranya; dasar hokum, sarana/prasarana dan fasilitas, kompetensi pelaksana,
kompetensi pelaksana, sistem pengawasan, jaminan pelayanan, jaminan keamanan
dan keselamatan pelayanan, dan system evaluasi kinerja pelaksana. Komponen ini
akan berguna bagi petugas pelayanan sebagai panduan dan pedoman dalam
memberikan pelayanan. [2] Komponen Delivery perizinan diantaranya;
persyaratan, mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, masa berlaku
izin, kisaran pembiayaan, luaran produk yang dihasilkan, para pihak yang
berkompeten [tim teknis], mekanisme pengaduan. Komponen ini berguna bagi
petugas layanan yang wajib dipublikasikan kepada pengguna layanan agar mengatur
keserasian dalam kegiatan pelayanan.
SP
akan menjadi panduan bagi pemberi layanan (petugas KPPT Kabupaten Lembata)
dalam memberikan layanan dan harus dipublikasikan secara terbuka untuk
diketahui publik/masyarakat (calon pemohon) yang membutuhkan pelayanan.
Keterbukaan ini agar pemohon juga mengetahui hak dan kewajibannya dalam
memperoleh layanan sehingga bilamana terdapat ketimpangan dalam pelayanan dapat
segera diperbaiki. Bagi petugas pelayanan tidak dapat menyimpang dari
standarisasi yang telah ditetapkan karena syarat, mekanisme dan alur telah
diketahui oleh pemohon sehingga mudah dipantau kinerja pelayanannya. Standarisasi
tersebut dibutuhkan sehingga tidak menimbulkan ketimpangan administratif yang
berdampak hukum dan merugikan pihak pemberi layanan dan penerima layanan.
Sementara SOP cenderung mengatur mekanisme layanannya yang cenderung
disajikan dalam bentuk gambar bagan dan table, didalamnya mendeskripsikan
tahapan dan teknik operasionalisasi suatu layanan [dalam hal ini layanan
perizinan]. Beberapa informasi yang tersaji didalamnya akan mempengaruhi penyusunan
SPM namun umumnya informasi yang tersaji dalam SOP hanya cukup terbatas, yaitu;
dasar hukum, kualifikasi pelaksana, keterkaitan SOP, peralatan/kelengkapan,
peringatan dan pencatatan/pendataan. Form berbentuk table ini kemudian
dijadikan pedoman untuk menyusun lampirannya berupa bahan yang mengisahkan
peran, fungsi dan kebutuhan perlengkapan yang harus disiapkan dari layanan
perizinan.
3.
CONTOH FORMAT SPM, SP, dan SOP
Dalam pelaksanaannya, kadang-kadang
terdapat kekeliruan dalam penyebutan beberapa istilah, yaitu antara Standar
Pelayanan (SP), Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan Standar Operasional
Prosedur (SOP). Standar Pelayanan merupakan suatu pernyataan mengenai kewajiban
dan janji yang bisa diberikan oleh unit pelayanan publik kepada masyarakat.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh
setiap warga secara minimal. Sedangkan Standar Operasional Prosedur (SOP)
adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana dan oleh siapa dilakukan.
SOP merupakan urut-urutan dalam
melaksanakan suatu pekerjaan dalam administasi perkantoran. Seluruh SKPD
Pemerintah harus memiliki SOP tentang tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Dan unit pelayanan publik pun akan memiliki SOP-nya sendiri yang harus
dikerjakan dalam melaksanakan pekerjaan pelayanan. Dari beberapa penjelasan
tersebut sudah terlihat bahwa istilah SP, SPM dan SOP memiliki makna dan arti
masing-masing, akan tetapi kesamaan mengenai “standar” kadang-kadang
membingungkan dalam penyebutan istilah.
Kegiatan yang dilaksanakan ini adalah
penyusunan SOP Pelayanan Perizinan sehingga dikhususkan mengatur mekanisme
layanan administrasi perizinannya yang didalamnya juga terlibat beberapa bagian
yang ada dalam sturktur unit perizinan [KPPT]. Sebagai bahan perbandingan maka
berikut disajikan beberapa contoh format SP, SPM dan SOP, yaitu;
a. Standar Pelayanan
Minimal [SPM]
No
|
Jenis Layanan Dasar
|
Standar Pelayanan Minimum
|
Batas Waktu Pencapaian
|
Satker/Lembaga Penanggung jawab
|
|
Indikator
|
Nilai
|
||||
1.
|
Pelayanan administrasi
perizinan
|
Cakupan penerbitan izin
|
100%
|
2016
|
Bagian Pelayanan
|
2.
|
Pelayanan Pengaduan Izin
|
Cakupan aduan
|
100%
|
2016
|
Bagian pengaduan
|
3.
|
Dst
|
|
|
|
|
b. Standar
Pelayanan [SP]
Komponen standar
pelayanan adalah komponen yang merupakan unsur-unsur administrasi dan manajemen
yang menjadi bagian dalam sistem dan proses penyelenggaraan pelayanan publik.
Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, setiap standar
pelayanan dipersyaratkan harus mencantumkan komponen sekurang-kurangnya
meliputi:
1.
Dasar
Hukum, adalah peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan.
2.
Persyaratan, adalah syarat (dokumen atau hal
lain) yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik
persyaratan teknis maupun administratif.
3.
Sistem,
mekanisme, dan prosedur,
adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan,
termasuk pengaduan.
4.
Jangka
waktu penyelesaian,
adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses
pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
5.
Biaya/tarif, adalah ongkos yang dikenakan
kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari
penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara
penyelenggara dan masyarakat.
6.
Produk
pelayanan, adalah hasil
pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
7.
Sarana,
prasarana, dan/atau fasilitas,
adalah peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan,
termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.
8.
Kompetensi
pelaksana, adalah kemampuan
yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, ketrampilan
dan pengalaman.
9.
Pengawasan
internal, adalah sistem
pengendalian intern dan pengawasan langsung yang dilakukan oleh pimpinan satuan
kerja atau atasan langsung pelaksana.
10.
Penanganan
pengaduan, saran, dan masukan,
adalah tata cara pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
11.
Jumlah
pelaksana, adalah tersedianya
pelaksana sesuai dengan beban kerja. Informasi mengenai komposisi atau jumlah
petugas yang melaksanakan tugas sesuai pembagian dan uraian tugasnya.
12.
Jaminan
pelayanan, adalah memberikan
kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan Standar pelayanan
13.
Jaminan
keamanan dan keselamatan pelayanan,
adalah dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya,
risiko, dan keragu-raguan.
14.
Evaluasi
kinerja pelaksana,
adalah penilaian untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan standar pelayanan.
Seluruh komponen dimaksud merujuk
Permen PAN-RB Nomor 36 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan
dan Penerapan Standar Pelayanan dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu;
a. Komponen manufacture perizinan diantaranya; dasar
hokum, sarana/prasarana dan fasilitas, kompetensi pelaksana, kompetensi
pelaksana, system pengawasan, jaminan pelayanan, jaminan keamanan dan
keselamatan pelayanan, dan system evaluasi kinerja pelaksana. Komponen ini akan
berguna bagi petugas pelayanan sebagai panduan dan pedoman dalam memberikan
pelayanan.
b. Komponen Delivery perizinan diantaranya; persyaratan,
mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, masa berlaku izin, kisaran
pembiayaan, luaran produk yang dihasilkan, para pihak yang berkompeten [tim
teknis], mekanisme pengaduan. Komponen ini berguna bagi petugas layanan yang
wajib dipublikasikan kepada pengguna layanan agar mengatur keserasian
dalam kegiatan pelayanan.
Dalam penyusunan,
penetapan, dan penerapan standar pelayanan, untuk setiap jenis pelayanan
sekurang-kurangnya meliputi 14 komponen tersebut. Apabila dipandang perlu,
sesuai dengan karakteristik pada jenis atau penyelenggaraan pelayanan tertentu,
maka dimungkinkan untuk menambah atau melengkapi komponen lain dalam
pengembangan standar pelayanan. Selain itu sebagai upaya harmonisasi antar
peraturan perundang-undangan maka penyusunan komponen standar pelayanan perlu
memperhatikan peraturan perundangan lain yang terkait dengan penyusunan standar
pelayanan seperti Standar Pelayanan Minimal (SPM), Standar Teknis Sektoral, Standard
Operating
Procedures (SOP) dan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK).
Procedures (SOP) dan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK).
Terkait Standar Pelayanan di unit
layanan perizinan mencakupi urusan terkait jenis izin dan non izin yang
dilimpahkan kewenangannya pada KPPT Kabupaten Lembata sehingga kegiatan
dimaksud hanya dapat dilaksanakan dalam tahapan selanjutnya. Sebagai bahan
pertimbangan akan dilaksanakannya jenis kegiatan dimaksud maka berikut juga
dilampirkan contoh komponen SP dari beberapa jenis izin yang telah menjadi
kewenangan KPPT Kabupaten Lembata. Terkait Kegiatan yang sedang dilaksanakan dan
yang dilaporkan dalam laporan ini hanya mencakupi beberapa komponen penting
yang wajib termuat dalam Standar Operasional Prosedur [SOP] sebagaimana
dijelaskan selanjutnya.
c. Standard Operating Procedure [SOP] atau
Standar Operasional Prosedur
Standar dimaksud bersifat umum
yang diantaranya memuat beberapa komponen terkait dasar hukum, kualifikasi
pelaksana, keterkaitan SOP, peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan dalam
menjalankan tugas dimaksud, peringatan sebagai dampak dari ketiadaan SOP dimaksud
dan komponen pencatatan dan pendataan yang menyediakan catatan dari setiap
pelaksanaan SOP terkait.
|
PEMERINTAH KABUPATEN LEMBATA
KANTOR
PELAYANAN PERIJINAN TERPADU
Jl. ________ No. : __ Telp. (0383)_________, Lewoleba, Lembata
|
|
Nomor
SOP
|
:
-
|
Disahkan oleh : [paraf]
|
|
|
Tgl
Pembuatan
|
:
-
|
Kepala KPPT Kab. Lembata
|
|||
|
Tanggal
Revisi
|
:
-
|
|
|||
|
Tanggall
Efektif
|
:
-
|
|
|||
|
|
|
……………………….
|
|||
Nama SOP :
|
Izin Praktek Perawat/Perawat Gigi
|
|
Bidang
|
KESEHATAN
|
|
|
|
||||||
Dasar
Hukum
|
|
Kualifikasi
Pelaksana
|
|
|||
1.
….
|
|
1.
----
|
||||
Keterkaitan
SOP
|
|
Peralatan/Perlengkapan
|
||||
SOP
---
|
|
ATK,
alat ukur/alat uji [tertentu] perangkat PC, Buku registrasi, format
permohonan, lemari arsip
|
||||
Peringatan
|
|
Pencatatan
dan Pendataan
|
||||
Jika
SOP tidak dilaksanakan maka ---
|
|
Tuliskan
hambatan, penyimpangan, atau usulan perubahan SOP pada kolom di bawah ini.
Bila tidak cukup, dapat di tambahkan pada lembaran kosong
|
||||
4.
PENUTUP
Demikian penjelasan umum yang
dapat dijadikan rujukan awal dalam membaca laporan kegiatan penyusunan SOP
Layanan Perizinan di Kabupaten Lembata. Terlampir dalam laporan ini adalah SOP
dari 66 jenis izin yang telah ditetapkan beserta bagan urusan mekanisme dan
prosedur layanannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar