Minggu, 08 Januari 2017

Penyusunan Standar Operasional Prosedur [SOP] Pelayanan Perizinan di KPPT Kabupaten Lembata



Penyusunan Standar Operasional Prosedur [SOP]
Pelayanan Perizinan di KPPT Kabupaten Lembata



LAPORAN KEGIATAN
PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PELAYANAN
PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DI KPPT KABUPATEN LEMBATA

1.      PENGANTAR
Model reformasi birokrasi perizinan yang telah teruji secara empirik dan telah menghasilkan dampak positif adalah melalui introduksi dan pelembagaan sistem Pelayanan Perizinan Terpadu [PPT]. Model ini menjadi terobosan kebijakan yang telah dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia, dan menunjukkan tendensi positif terhadap peningkatan investasi maupun pertumbuhan dunia usaha. Keberadaan unit PPT dalam rangka mewujudkan pelayanan yang lebih efektif, efisien dan adanya kepastian waktu dan biaya (pelayanan prima).
Variabel utama dalam pengembangan unit PPT adalah mekanisme dan prosedur layanannya yang terpadu, transparan, professional dan berkeadilan. Terbentuknya Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kabupaten Lembata melalui Peraturan Daerah Kabupaten Lembata Nomor 5 Tahun 2010 merupakan suatu terobosan Pemerintah Kabupaten Lembata untuk mengoptimalkan pelayanan publik nan prima dalam kerangka reformasi birokrasi. Kelanjutan dari berlakunya Perda tersebut kemudian ditetapkanlah Peraturan Bupati tentang Pelimpahan Kewenangan pelayanan perizinan yang semulanya menjadi kewenangan Bupati, dilimpahkan kewenangan pelayanan administratifnya dan penandatanganannya oleh Kepala KPPT Kabupaten Lembata.
Amanah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan sebagai upaya meningkatnya kinerja pelayanan di bidang perizinan dan non perizinan maka lembaga perizinan wajib memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Standar Pelayanan (SP) terkait teknis operasional perizinan/non-perizinan maupun uursan administrasi perkantorannya. Unit layanan perizinan di Kabupaten Lembata yang saat disusun SOP ini masih berbentuk Kantor dan sementara dalam upaya peningkatan status kelembagaan seiring penerapan Permendagri No 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Urusan perizinan diposisikan bersama dengan beberapa urusan penanaman modal, koperasi dan ketenagakerjaan namun dalam urusan tertentu, unit perizinan bertugas melakukan pelayanan administrasi perizinan dari seluruh unit teknis yang ada di wilayah administratif tertentu.
Pelaksanaan tugas dan fungsi kelembagaan perizinan terpadu Kabupaten Lembata kemudian diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 106 Tahun 2012. Dalam rangka memberikan pelayanan prima bagi masyarakat (pemohon) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati dimaksud maka dibutuhkan standarisasi pelayanan yang merupakan serangkaian instruksi dan syarat tertulis mengenai berbagai proses penyelenggaraan pelayanan perizinan. Instruksi ini kemudian disebut Standar Pelayanan (SP) yang memuat berbagai hal seperti ; landasan hukum pelayanan izin yang bersangkutan, tujuan dan sasaran, pembiayaan, persyaratan, waktu pelayanan, mekanisme pelayanan, masa berlaku, perangkat dan sarana yang digunakan untuk melayani serta tenaga teknis yang terlibat. Lampiran dari instruksi ini adalah bagan mekanisme yang menggambarkan secara detail alur pelayanan disetiap pos pelayanan (front office sampai back office) setiap waktu yang dibutuhkan.
Ketiga jenis standar yang harus dimiliki unit layanan kadang terjadi ketimpangan karena khusus untuk lembaga perizinan memiliki 2 [dua] perspektif urusan, yaitu urusan administrasi perkantoran dan urusan administrasi layanan perizinannya. Hal inilah kemudian harus dibedakan antara dokumen SOP, SP dan SPM untuk urusan administrasi perkantoran maupun untuk urusan administrasi perizinan. Laporan ini hanya menyajikan SOP terkait layanan administrasi perizinan yang seyogyanya dilakukan oleh KPPT Kabupaten Lembata.

2.      PERBEDAAN MENDASAR SOP, SP DAN SPM

Pemaknaan terhadap ketiga jenis standari dimaksud dijelaskan dalam Permendagri Nomor 62 Tahun 2008 kemudian mengalami beberapa kali koreksi seiring dinamika yang terjadi di lapangan saat pelayanan disajikan. Kondisi ini sering dijumpai pada beberapa unit layanan langsung oleh pemerintah, termasuk layanan administrasi perizinan. Definisi ketiga jenis dokumen standarisasi layanan dimaksud, adalah;
·         Standar Pelayanan Minimal (SPM) ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
·         Standar Pelayanan (SP) suatu tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat,
mudah, terjangkau, dan terukur.
·         Standard Operating Procedures (SOP) Serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi pemerintahan, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan.
Keterkaitan substantif dan muatan yang terkandung dalam ketiga definisi dimaksud adalah menunjukan bahwa SOP merupakan intisari dari  standar pelayanan kemudian dikembangkan sesuai standard dan selanjutnya untuk memenuhi batasan standar minimal yang harus diterima masyarakat. Fungsi pembeda lainnya adalah dari sisi manfaat; [1] SOP bermanfaat untuk memberikan kepastian pelaksanaannya, [2] SP menjamin kepastian yang penerima layanan, dan [3] SPM bermanfaat untuk menjamin kepastian pemerintah [kinerja].
SPM merupakan standar umum yang mencakupi berbagai program dan kegiatan utama dalam kegiatan unit dimaksud sehingga indicator penilaiannya cenderung direpresentatifkan dalam nilai persentase. Sementara SP terbagi menjadi 2 [dua] komponen, yaitu; [1] Komponen manufacture perizinan diantaranya; dasar hokum, sarana/prasarana dan fasilitas, kompetensi pelaksana, kompetensi pelaksana, sistem pengawasan, jaminan pelayanan, jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan, dan system evaluasi kinerja pelaksana. Komponen ini akan berguna bagi petugas pelayanan sebagai panduan dan pedoman dalam memberikan pelayanan.  [2] Komponen Delivery perizinan diantaranya; persyaratan, mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, masa berlaku izin, kisaran pembiayaan, luaran produk yang dihasilkan, para pihak yang berkompeten [tim teknis], mekanisme pengaduan. Komponen ini berguna bagi petugas layanan yang wajib dipublikasikan kepada pengguna layanan agar mengatur keserasian dalam  kegiatan pelayanan.
SP akan menjadi panduan bagi pemberi layanan (petugas KPPT Kabupaten Lembata) dalam memberikan layanan dan harus dipublikasikan secara terbuka untuk diketahui publik/masyarakat (calon pemohon) yang membutuhkan pelayanan. Keterbukaan ini agar pemohon juga mengetahui hak dan kewajibannya dalam memperoleh layanan sehingga bilamana terdapat ketimpangan dalam pelayanan dapat segera diperbaiki. Bagi petugas pelayanan tidak dapat menyimpang dari standarisasi yang telah ditetapkan karena syarat, mekanisme dan alur telah diketahui oleh pemohon sehingga mudah dipantau kinerja pelayanannya. Standarisasi tersebut dibutuhkan sehingga tidak menimbulkan ketimpangan administratif yang berdampak hukum dan merugikan pihak pemberi layanan dan penerima layanan.
Sementara SOP cenderung mengatur mekanisme layanannya yang cenderung disajikan dalam bentuk gambar bagan dan table, didalamnya mendeskripsikan tahapan dan teknik operasionalisasi suatu layanan [dalam hal ini layanan perizinan]. Beberapa informasi yang tersaji didalamnya akan mempengaruhi penyusunan SPM namun umumnya informasi yang tersaji dalam SOP hanya cukup terbatas, yaitu; dasar hukum, kualifikasi pelaksana, keterkaitan SOP, peralatan/kelengkapan, peringatan dan pencatatan/pendataan. Form berbentuk table ini kemudian dijadikan pedoman untuk menyusun lampirannya berupa bahan yang mengisahkan peran, fungsi dan kebutuhan perlengkapan yang harus disiapkan dari layanan perizinan.

3.      CONTOH FORMAT SPM, SP, dan SOP

Dalam pelaksanaannya, kadang-kadang terdapat kekeliruan dalam penyebutan beberapa istilah, yaitu antara Standar Pelayanan (SP), Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan Standar Operasional Prosedur (SOP). Standar Pelayanan merupakan suatu pernyataan mengenai kewajiban dan janji yang bisa diberikan oleh unit pelayanan publik kepada masyarakat. Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Sedangkan Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan.
SOP merupakan urut-urutan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dalam administasi perkantoran. Seluruh SKPD Pemerintah harus memiliki SOP tentang tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Dan unit pelayanan publik pun akan memiliki SOP-nya sendiri yang harus dikerjakan dalam melaksanakan pekerjaan pelayanan. Dari beberapa penjelasan tersebut sudah terlihat bahwa istilah SP, SPM dan SOP memiliki makna dan arti masing-masing, akan tetapi kesamaan mengenai “standar” kadang-kadang membingungkan dalam penyebutan istilah.
Kegiatan yang dilaksanakan ini adalah penyusunan SOP Pelayanan Perizinan sehingga dikhususkan mengatur mekanisme layanan administrasi perizinannya yang didalamnya juga terlibat beberapa bagian yang ada dalam sturktur unit perizinan [KPPT]. Sebagai bahan perbandingan maka berikut disajikan beberapa contoh format SP, SPM dan SOP, yaitu;

a.      Standar Pelayanan Minimal [SPM]

No
Jenis Layanan Dasar
Standar Pelayanan Minimum
Batas Waktu Pencapaian
Satker/Lembaga Penanggung jawab
Indikator
Nilai
1.
Pelayanan administrasi perizinan
Cakupan penerbitan izin
100%
2016
Bagian Pelayanan
2.
Pelayanan Pengaduan Izin
Cakupan aduan
100%
2016
Bagian pengaduan
3.
Dst





b.      Standar Pelayanan [SP]
Komponen standar pelayanan adalah komponen yang merupakan unsur-unsur administrasi dan manajemen yang menjadi bagian dalam sistem dan proses penyelenggaraan pelayanan publik. Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, setiap standar pelayanan dipersyaratkan harus mencantumkan komponen sekurang-kurangnya meliputi:
1.       Dasar Hukum, adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan.
2.       Persyaratan, adalah syarat (dokumen atau hal lain) yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
3.       Sistem, mekanisme, dan prosedur, adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
4.       Jangka waktu penyelesaian, adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
5.       Biaya/tarif, adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
6.       Produk pelayanan, adalah hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
7.       Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, adalah peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.
8.       Kompetensi pelaksana, adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan pengalaman.
9.       Pengawasan internal, adalah sistem pengendalian intern dan pengawasan langsung yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau atasan langsung pelaksana.
10.   Penanganan pengaduan, saran, dan masukan, adalah tata cara pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
11.   Jumlah pelaksana, adalah tersedianya pelaksana sesuai dengan beban kerja. Informasi mengenai komposisi atau jumlah petugas yang melaksanakan tugas sesuai pembagian dan uraian tugasnya.
12.   Jaminan pelayanan, adalah memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan Standar pelayanan
13.   Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan, adalah dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, risiko, dan keragu-raguan.
14.   Evaluasi kinerja pelaksana, adalah penilaian untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar pelayanan.
Seluruh komponen dimaksud merujuk Permen PAN-RB Nomor 36 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan dan Penerapan Standar Pelayanan dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu;
a.    Komponen manufacture perizinan diantaranya; dasar hokum, sarana/prasarana dan fasilitas, kompetensi pelaksana, kompetensi pelaksana, system pengawasan, jaminan pelayanan, jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan, dan system evaluasi kinerja pelaksana. Komponen ini akan berguna bagi petugas pelayanan sebagai panduan dan pedoman dalam memberikan pelayanan.
b.    Komponen Delivery perizinan diantaranya; persyaratan, mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, masa berlaku izin, kisaran pembiayaan, luaran produk yang dihasilkan, para pihak yang berkompeten [tim teknis], mekanisme pengaduan. Komponen ini berguna bagi petugas layanan yang wajib dipublikasikan kepada pengguna layanan agar mengatur keserasian dalam  kegiatan pelayanan.
Dalam penyusunan, penetapan, dan penerapan standar pelayanan, untuk setiap jenis pelayanan sekurang-kurangnya meliputi 14 komponen tersebut. Apabila dipandang perlu, sesuai dengan karakteristik pada jenis atau penyelenggaraan pelayanan tertentu, maka dimungkinkan untuk menambah atau melengkapi komponen lain dalam pengembangan standar pelayanan. Selain itu sebagai upaya harmonisasi antar peraturan perundang-undangan maka penyusunan komponen standar pelayanan perlu memperhatikan peraturan perundangan lain yang terkait dengan penyusunan standar pelayanan seperti Standar Pelayanan Minimal (SPM), Standar Teknis Sektoral, Standard Operating
Procedures (SOP) dan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK).
Terkait Standar Pelayanan di unit layanan perizinan mencakupi urusan terkait jenis izin dan non izin yang dilimpahkan kewenangannya pada KPPT Kabupaten Lembata sehingga kegiatan dimaksud hanya dapat dilaksanakan dalam tahapan selanjutnya. Sebagai bahan pertimbangan akan dilaksanakannya jenis kegiatan dimaksud maka berikut juga dilampirkan contoh komponen SP dari beberapa jenis izin yang telah menjadi kewenangan KPPT Kabupaten Lembata. Terkait Kegiatan yang sedang dilaksanakan dan yang dilaporkan dalam laporan ini hanya mencakupi beberapa komponen penting yang wajib termuat dalam Standar Operasional Prosedur [SOP] sebagaimana dijelaskan selanjutnya.

c.       Standard Operating Procedure [SOP] atau Standar Operasional Prosedur
Standar dimaksud bersifat umum yang diantaranya memuat beberapa komponen terkait dasar hukum, kualifikasi pelaksana, keterkaitan SOP, peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan dalam menjalankan tugas dimaksud, peringatan sebagai dampak dari ketiadaan SOP dimaksud dan komponen pencatatan dan pendataan yang menyediakan catatan dari setiap pelaksanaan SOP terkait.

clip0000
PEMERINTAH KABUPATEN  LEMBATA
KANTOR PELAYANAN PERIJINAN TERPADU
Jl. ________ No. : __ Telp. (0383)_________, Lewoleba, Lembata

Nomor SOP
: -
Disahkan oleh : [paraf]

Tgl Pembuatan
: -
Kepala KPPT Kab. Lembata

Tanggal Revisi
: -


Tanggall Efektif
: -




……………………….
Nama SOP :
Izin Praktek Perawat/Perawat Gigi

Bidang
KESEHATAN


Dasar Hukum

Kualifikasi Pelaksana

1.      ….

1.        ----
Keterkaitan SOP

Peralatan/Perlengkapan
SOP ---

ATK, alat ukur/alat uji [tertentu] perangkat PC, Buku registrasi, format permohonan, lemari arsip
Peringatan

Pencatatan dan Pendataan
Jika SOP tidak dilaksanakan maka ---

Tuliskan hambatan, penyimpangan, atau usulan perubahan SOP pada kolom di bawah ini. Bila tidak cukup, dapat di tambahkan pada lembaran kosong


4.      PENUTUP

Demikian penjelasan umum yang dapat dijadikan rujukan awal dalam membaca laporan kegiatan penyusunan SOP Layanan Perizinan di Kabupaten Lembata. Terlampir dalam laporan ini adalah SOP dari 66 jenis izin yang telah ditetapkan beserta bagan urusan mekanisme dan prosedur layanannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar