Minggu, 08 Januari 2017

ANALISIS FINANSIAL BEBERAPA KOMODITI UNGGULAN DI KABUPATEN LEMBATA



ANALISIS FINANSIAL BEBERAPA KOMODITI UNGGULAN
DI KABUPATEN LEMBATA

Upaya pemerintah Kabupaten Lembata untuk mengembangkan kawasan strategis merupakan suatu langkah bijak untuk mencipatkan titik-titik pertumbuhan ekonomi yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mempertimbangkan letak beberapa kawasan yang  strategis dan potensi fisik di Kabupaten Lembata maka kajian ini mengajukan beberapa alternatif pengembangan usaha baik itu untuk pengembangan komoditi tanaman perkebunan dan juga peternakan yang mempunyai prospek pengembangan ekonomi ke depan.
Beberapa komoditi perkebunan yang dapat dikembangan di daerah pantai sampai dengan bagian atas daerah perbukitan yang cocok dengan kondisi fisik tanah serta klimatnya, yakni tanaman rumput laut, jambu mete, kemiri dan cokelat. Sementara untuk usaha ternak di berpotensi untuk pengembangan usahaternak sapi potong, kambing dan babi.
1.     Penjelasan Singkat tentang Metode Analisis Kelayakan Usaha
Memutuskan suatu usaha layak atau tidak layaak untuk diusahakan memerlukan suatu analisis kelayakan. Analisis kelayakan usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah menerima atau menolak suatu gagasan usaha. Pengertian layak dalam penelitan ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan dapat memberikan manfaat dalam arti finansial maupun sosial benefit. Penentuan layak atau tidaknya suatu usaha adalah dengan cara membandingkan masing-masing nilai kriteria kelayakan dengan batas-batas kelayakannya (Kadariah et al. 1999).
Analisis keuangan dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat lima kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Pay Back Period (PBP) dan Break Even Point (BEP). Pendekatan analisis keuangan yang digunakan, yaitu:
A.     Analisis Keuntungan
Komponen biaya total terdiri dari biaya variabel (biaya tidak tetap) dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang secara total berubah secara proporsional dengan perubahan aktivitas, dengan kata lain biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan, akan tetapi biaya variabel per unit sifatnya konstan. Sedangkan biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas (Garrison dan Noreen 2001).
Ï€ = TR – TC
Keterangan:
Ï€ = Keuntungan
TR = penerimaan total usaha
TC = biaya total usaha

B.     Analisis Finansial
a.  Net Present Value (NPV)
Analisis aliran kas dilakukan untuk mengetahui besarnya arus kas yang diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya. Arus penerimaan bersih sekarang (NPV) menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu. Notasinya sebagai berikut:
Keterangan:
B = Manfaat penerimaan tiap tahun
C = Biaya yang dikeluarkan tiap tahun
t = Tahun kegiatan usaha (t = 1,2,...n)
i = Tingkat diskon yang berlaku

Kriteria NPV yaitu; NPV > 0, maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan; NPV = 0, maka proyek tidak untung dan tetapi juga tidak rugi (manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan sehingga pelaksanaan proyek berdasarkan penilaian subyektif pengambilan keputusan), dan; NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik untuk tidak dilaksanakan
b. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Menurut Gittinger (1996), Net B/C menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Dapat juga dikatakan untuk mengetahui sejauh mana hasil/penerimaan yang diperoleh dari penggunaan biaya usaha selama periode tertentu. Notasinya sebagai berikut:
     


(untuk Bt-Ct < 0)  (untuk Bt-Ct > 0)
 
 


                      
Keterangan:
B t = Manfaat penerimaan tahun ke-t (Rp)
C t = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t (Rp)
N = umur ekonomis usaha (tahun)

i = tingkat suku bunga (%)
t = periode investasi (i = 1,2,...n)
Kriteria kelayakan pada metode ini adalah:
Net B/C > 1, usaha dianggap layak
Net B/C = 1, merupakan titik impas
Net B/C < 1, usaha tidak layak.

c. Internal Rate of Return (IRR)
Tingkat pengembalian internal (IRR) merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha untuk sumber daya yang digunakan dan ditunjukkan dengan persentase serta menunjukkan tolok ukur keberhasilan proyek (Gittinger 1996). IRR adalah tingkat bunga yang membuat arus penerimaan bersih sekarang (NPV) sama dengan nol (Kadariah et al. 1999). Notasinya sebagai berikut :
Keterangan :
NPV1 = Nilai NPV yang positif (Rp)
NPV2 = Nilai NPV yang negatif (Rp)
i1 = tingkat suku bunga nilai NPV yang positif (%)
i2 = tingkat suku bunga nilai NPV yang negatif (%)
i* = IRR (%)
Kriteria IRR yaitu :
IRR > tingkat suku bunga, berarti usaha layak dilaksanakan
IRR < tingkat suku bunga, berarti usaha tidak layak dilaksanakan.

2.       Analisis Kelayakan Usaha Tanaman
Pengembangan sektor pertanian beserta berbagai subsektor didalamnya (tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan) di Kabupaten Lembata diprediksikan akan mengalami kemajuan seiring dukungan sumberdaya alam yang dimiliki sehingga dalam kajian ini digambarkan pula pendekatan finansial dari beberapa komoditi unggulan di Kabupaten Lembata. Beberapa komoditi unggulan dimaksud adalah; komoditi rumput laut mewakili sub-sektor kelatan dan perikanan, komoditi jambu mete mewakili subsektor perkebunan. Sementara jenis komoditi lainnya yang terkategori berpotensi dari analisis data sekunder sebelumnya tidak dapat disajikan karena keterbatasan informasi dan data sekunder.
A.    Rumput Laut
Menurut Umar (1997), kelayakan usaha dimaksudkan sebagai perkiraan tentang laba rugi yang terkait dengan pengoperasian usaha. Secara umum aspek yang dikaji dalam studi kelayakan usaha meliputi aspek seperti teknis produksi, pemasaran dan keuangan.
a. Aspek Teknis Produksi
Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah makro algae yang secara alami hidup di dasar laut dan melekat pada substrat. Sebagai tumbuhan, rumput laut membutuhkan cahaya matahari dan hara (nutrien) untuk membangun biomasa melalui aktifitas fotosintesis. Oleh karena itu salah satu faktor penting untuk menunjang keberhasilan budi daya rumput laut adalah pemilihan lokasi, sehingga sering dikatakan kunci keberhasilan budi daya rumput laut terletak pada ketepatan pemilihan lokasi. Hal ini dapat dimengerti karena relatif sulit untuk membuat perlakuan tertentu terhadap kondisi ekologi perairan laut yang selalu dinamis sehingga besarnya hasil produksi rumput laut di beberapa daerah sangat bervariasi. Menurut Sudradjat (2008), penentuan lokasi harus memperhitungkan beberapa faktor penting, antara lain: (1) Terlindung dari gelombang besar dan badai, sebab rumput laut mudah patah apabila terus menerus dihantam gelombang; (2) Terlindung dari ancaman predator, seperti ikan buntal, ikan beronang, bintang laut, bulu babi, penyu dan ikan besar lainnya serta burung laut; (3) Terlindung dari ancaman pencemaran seperti dekat muara sungai, buangan limbah industri, aktivitas pertanian dan limbah rumah tangga; dan (4) Terlindung dari hilir mudik lalu lintas kapal karena selain akan menimbulkan riak-riak gelombang juga buangan kapal (minyak, solar, dan lain-lain) akan mencemari area pemeliharaan. Selain faktor tersebut, ketersediaan bibit alami rumput laut, dasar perairan yang berupa pecahan-pecahan karang dan pasir kasar, kedalaman sekitar 2 – 15 m, kadar garam 28 – 34 ppt dengan nilai optimum 33 ppt, kecerahan lebih dari 1.5 m (Akma, 2008).
Metode budi daya rumput laut yang dikenal secara umum adalah: 1) metode lepas dasar yang dilakukan di atas dasar perairan yang berpasir atau pasir berlumpur dan terlindung dari hempasan gelombang besar; 2) metode rakit apung yang dilakukan dengan cara mengikat rumput laut pada tali dan diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu; 3) metode rawai dan dikenal dengan istilah longline yang menggunakan tali panjang yang dibentangkan; dan 4) metode jalur yang merupakan kombinasi antara metode rakit apung dengan rawai (Sudradjat 2008). Metode rawai pada prinsipnya hampir sama dengan metode rakit tetapi tidak menggunakan bambu sebagai rakit, tetapi menggunakan tali plastik dan botol minuman bekas sebagai pelampungnya.
Menurut Afrianto dan Evi (1993), saat ini hampir di semua perairan Indonesia cocok untuk budi daya menggunakan metode rawai dan diterapkan pembudi daya rumpul laut. Umumnya pembudi daya telah beralih dari sistem rakit ke sistem rawai yang lebih memberikan harapan peningkatan produksi lebih besar. Sistem rawai memungkinkan pemanfaatan ruang lebih luas pada kedalaman yang sangat bervariasi antara 5 – 50 m. Hal ini dikuatkan oleh Anggadiredja et al. (2006), bahwa metode rawai merupakan cara yang paling banyak diminati petani rumput laut karena disamping fleksibel dalam pemilihan lokasi, juga biaya yang dikeluarkan relatif murah. Keuntungan dari metode ini adalah tanaman terbebas dari hama bulu babi, pertumbuhannya lebih cepat dan lebih murah ongkos materialnya. Metode ini dimasyarakatkan karena selain lebih ekonomis juga dapat diterapkan di perairan yang agak dalam.
Keuntungan metode rawai antara lain: tanaman cukup menerima sinar matahari, tanaman lebih tahan terhadap perubahan kualitas air, terbebas dari hama yang biasanya menyerang dari dasar perairan, pertumbuhannya lebih cepat, cara kerjanya lebih mudah, biayanya lebih murah, dan kualitas rumput laut yang dihasilkan baik. Metode budi daya yang diterapkan oleh pembudi daya rumput laut di Karimunjawa dilakukan dengan penggunaan metode rawai yang telah disesuaikan dengan kondisi geografi lokasi budi daya, yaitu dengan mengikat rumput laut pada tali yang direntangkan di atas atau diantara tanaman karang.
Pengelolaan budi daya rumput laut meliputi penyediaan bibit, penanganan bibit selama pengangkutan, penanaman bibit dan perawatan tanaman. Akma et al. (2008) menyebutkan bahwa bibit rumput laut dari Karimunjawa termasuk bibit unggul dan kriteria bibit yang baik adalah rumpun bercabang banyak dan rimbun, tidak terdapat bercak putih dan tidak terkelupas, warna spesifik, segar, sehat, masih muda, umur 25 – 35 hari, memberikan indikasi pertumbuhan yang baik dengan laju pertumbuhannya 3 – 5% per hari dan berat bibit 50 – 100 g per ikatan dengan jarak tanam tidak kurang dari 25 cm. Kepadatan penanaman bibit rumput laut tergantung dari jenis dan metode budi daya yang digunakan.
Menurut Syaputra (2005), rumput laut merupakan organisme laut yang memiliki syarat-syarat lingkungan tertentu agar dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Semakin sesuai kondisi lingkungan perairan dengan areal yang akan dibudi dayakan akan semakin baik pertumbuhannya dan juga hasil yang diperoleh. Menurut DJPB KKP (2004a), kegiatan pemeliharaan meliputi: pembersihan tali dan tanaman dari kotoran, tumbuhan dan hewan pengganggu; menyulam/menyisip tanaman yang mati atau terlepas dari ikatan pada minggu pertama setelah rumput laut ditanam; mengganti tali, patok, pelampung yang lapuk/rusak; menguatkan tali ikatan dan tali jangkar yang sudah goyah; menggoyang atau membersihkan lumpur yang melekat pada tanaman dan tali; serta pemantauan pertumbuhan rumput laut secara berkala. Memelihara rumput laut berarti mengawasi terus menerus konstruksi budi daya dan tanaman. Pemeliharaan dilakukan saat ombak besar maupun saat air laut tenang. Kerusakan patok, jangkar, tali ris, tali ris utama dan pelampung disebabkan oleh ombak besar atau daya tahan rumput laut menurun sehingga harus segera diperbaiki. Bila ditunda berakibat makin banyak yang hilang sehingga kerugian semakin besar.
Hama dan penyakit merupakan hal yang berbeda. Ditinjau dari definisinya, hama mencakup semua organisme yang bersifat mematikan organisme yang ditumpanginya secara langsung. Dengan demikian, selain sebagai predator, hama juga sebagai competitor di lingkungan tempatnya berada. Sedangkan penyakit dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh organisme hidup sedangkan penyakit non infeksi disebabkan oleh faktor non hidup, seperti lingkungan, pakan, keturunan dan penanganan (Supriyadi dan Tim Lentera 2008).
Menurut Sudradjat (2008), hama dalam usaha budi daya rumput laut antara lain ikan baronang, bintang laut, bulu babi dan penyu. Pengendalian hama terutama ikan dan penyu dengan cara penempatan lokasi di kawasan luas dan menghindari masa migrasi ikan tersebut. Penyakit ice-ice merupakan kendala utama budi daya rumput laut. Gejala yang terlihat antara lain perubahan warna rumput laut menjadi pucat atau tidak cerah bahkan menjadi putih dan membusuk serta pertumbuhan lambat. Penyakit tersebut terutama disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti arus, suhu dan kecerahan. Pengendaliannya dengan cara pemindahan lokasi budi daya yang lebih baik kondisi airnya. Menurut DJPB KKP (2004a), pengelolaan kualitas air bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang optimal. Oleh karena itu penempatan rawai harus memperhatikan arah arus agar sirkulasi oksigen dan makanan dapat menyebar secara merata. Di samping itu perlu diperhatikan pembuangan limbah atau pencemaran rumah tangga atau industri.
Mutu rumput laut tidak hanya dipengaruhi oleh teknik atau metode budi dayanya saja, pemanenan juga merupakan hal terpenting dalam menentukan mutu rumput laut seperti penentuan umur panen, cara panen dan keadaan cuaca pada saat pemanenan. Panen dapat dibedakan berdasarkan tujuannya yaitu untuk bibit dan untuk produksi. Panen untuk bibit dilakukan pada saat rumput laut berumur 25 – 35 hari dengan memperhatikan persyaratan bibit yang berkualitas baik, sedangkan panen untuk produksi dilakukan pada umur 45 hari agar kandungan karagenannya bernilai optimum (DJPB KKP 2004a).
Menurut Sudradjat (2008), panen sebaiknya dilakukan pada cuaca cerah agar kualitas rumput laut yang dihasilkan lebih terjamin, sebaliknya apabila saat mendung dapat mengakibatkan fermentasi sehingga mutunya menurun. Panen dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara selektif atau parsial dan secara keseluruhan. Panen secara selektif dilakukan dengan cara memotong tanaman secara langsung tanpa melepas ikatan tali ris. Keuntungan cara ini adalah penghematan tali rafia pengikat rumput laut tetapi memerlukan waktu kerja yang relatif lama. Sementara itu, cara panen keseluruhan dilakukan dengan mengangkat seluruh tanaman hasil pemeliharaan dan dibawa ke darat sehingga waktu kerja yang diperlukan relatif lebih singkat dibanding cara panen selektif. Namun untuk penanaman bibit selanjutnya harus dilakukan dari awal dengan mengikat bibit ke tali ris dan memasang kembali ke lokasi budi daya.
Penanganan dan pengolahan rumput laut pada pasca panen memegang peranan yang sangat penting dalam industri rumput laut. Kegiatan pasca panen sangat menentukan mutu rumput laut kering yang dihasilkan sebagai bahan baku industri selanjutnya. Kegiatan penanganan ini harus dilakukan secara seksama baik dari pemanenan, pencucian, pengeringan bahkan sampai pengepakan dan penyimpanannya. Perlakuan sebelum pengeringan dilakukan sesuai permintaan pasar, yaitu: langsung dijemur sesudah panen, terlebih dulu dicuci dengan air tawar atau dilakukan fermentasi terlebih dahulu.
Penanganan hasil panen ini juga harus disesuaikan dengan kegiatan pengolahan selanjutnya. Kegiatan pengolahan ditujukan untuk menciptakan suatu produk yang lebih bernilai ekonomis daripada bahan mentahnya. Dalam arti, produk olahan apa yang akan dihasilkan dari jenis rumput laut yang dipanen. Hal ini tentu saja agar mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku sesuai dengan standar produksi industri pengolahannya dan menghasilkan produk olahan yang berkualitas baik.
b. Aspek Pasar
Pemasaran menurut Kotler dan Susanto (1999), merupakan proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginannya dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang bernilai satu sama lain. Pemasaran merupakan sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang dituju untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Pemahaman konsep pemasaran mendukung manajemen perusahaan untuk mengadaptasi setiap perubahan pasar dan pesaing melalui perencanaan strategi.
Menurut Kotler dan Amstrong (2001) tercapainya tujuan organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan memuaskan pelanggan secara lebih efektif dan efisien daripada yang dilakukan oleh pesaing. Aspek pemasaran meliputi kondisi permintaan, penawaran, harga, persaingan dan peluang pasar serta proyeksi pemasaran produk.
c. Aspek Keuangan
Investasi membutuhkan permodalan dan besar-kecilnya modal bergantung pada skala dan luas usaha yang akan dikerjakan. Modal sebagai salah satu fungsi investasi dapat diperoleh dari pinjaman atau modal sendiri. Investasi yang memberikan pengembalian modal tinggi dan jangka waktu pengembalian yang relatif pendek menjadi harapan setiap investor. Sebaliknya, jika pengembalian modal rendah apalagi jika lebih rendah dibandingkan tingkat bunga yang berlaku, investor akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan.
Jika investor menggunakan modal pinjaman dengan pengembalian modal yang lebih rendah daripada suku bunga bank, berarti investor akan mengalami kerugian akibat membayar selisih kekurangannya. Jika ternyata proyek yang dijalankan mengalami kegagalan atau berhenti di tengah jalan, berarti kerugian yang terjadi akan lebih besar lagi. Investasi selalu membutuhkan modal yang tidak sedikit. Oleh karena itu, sebelum melakukan investasi, sudah selayaknya dilakukan analisis kelayakan usaha secara mendalam.
            d. Analisis Finansial Usaha Rumput Laut
Asumsi; Beberapa asumsi yang dipergunakan untuk analisis kelayakan finansial untuk usaha rumput laut seperti yang disajikan pada Table 1.


Table  1.  Penggunaan Input Dan Produksi Untuk Budidaya Rumput Laut
Input  dan Produksi  usaha budidaya rumput laut (Unit)
Periode
1
2
3
4
I. Investasi




1. Rakit
700



2. Konstruksi Rakit
700



3. Tempat Penjemuran
1



4. Tali rafia
2
2
2
2
5. Tali nilon
7



II. Operasional




1. Bibit
14000
14000
14000
14000
2. Tenaga Kerja
2
2
2
2
3. Perawatan
1
1
1
1
III. Produksi




1. Berat Bibit
14000
14000
14000
14000
2. Berat Produksi
42000
42000
42000
42000
3. Berat Total
56000
56000
56000
56000
4. Berat Kering
7280
7280
7280
7280
Sumber : Statistik Pertanian Lembata, 2015 (diolah)

Tabel 2. Biaya Input Dan Harga Produksi Usaha Budidaya Rumput Laut
Biaya Input Dan Harga Produksi  (Rp)
Periode
1
2
3
4
Input untuk usaha budidaya rumput laut




I. Investasi




1. Rakit
50.000



2. Konstruksi Rakit
10.000



3. Tempat Penjemuran
1.000.000



4. Tali Rafia
15.000
15.000
15.000
15.000
5. Tali Nilon
300.000
0
0
0
II. Operasional




1. Bibit
4.500
4.500
4.500
4.500
2. Tenaga Kerja
750.000
750.000
750.000
750.000
3. Perawatan
20.000
20.000
20.000
20.000
III. Produksi




1. Berat Bibit


43.680

2. Berat Produksi




3. Berat Total




4. Berat Kering
10.000
10.000
10.000
10.000
Sumber : Statistik Pertanian Lembata, 2015 (diolah)

Berdasarkan data-data asumsi pada Tabel 1 dan Tabel 2 kemudian dapat dihitung arus tunai untuk usaha budidaya rumput laut seperti yang disajikan pada Table 3.





Tabel 3. Arus Tunai Usaha Budidaya Rumput Laut
Biaya Input. Penerimaan dan Pendapatan (Rp)
Periode
1
2
3
4
I. Investasi




1. Rakit
35.000.000


0
2. Konstruksi Rakit
7.000.000


0
3. Tempat Penjemuran
1.000.000


0
4. Tali Rafia
30.000
30.000
30.000
30.000
5. Tali Nilon
2.100.000
0
0
0
Total Investasi
43.000.000


0
II. Operasional




1. Bibit
63.000.000
63.000.000
63.000.000
63.000.000
2. Tenaga Kerja
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
3. Perawatan
20.000
20.000
20.000
20.000
Total Oprasional
64.520.000
64.520.000
64.520.000
64.520.000
Total Biaya (Investasi + Operasional)
107.520.000
64.520.000
64.520.000
64.520.000
III. Produksi




1. Berat Bibit




2. Berat Produksi




3. Berat Total




4. Penerimaan Penjualan Rmpt Lt (Berat Kering)
72.800.000
72.800.000
72.800.000
72.800.000
Pendapatan
-34.720.000
8.280.000
8.280.000
8.280.000
Sumber : Statistik Pertanian Lembata, 2015 (diolah)

Berdasarkan data-data asumsi pada Tabel 3 maka dapat dilakukan analisis kelayakan usaha budidaya rumput laut yang disajikan pada Table 4.

Tabel 4. Hasil Analisis kelayakan Finansial usaha budidaya Rumput Laut
Periode
Penerimaan
Total Biaya
DF 12%
PV
PV
Net Present Value
Penerimaan
Total Biaya
1
72.800.000
107.520.000
0.9804
71.372.549
105.411.765
-34.039.216
2
72.800.000
64.520.000
0.9612
69.973.087
62.014.610
7.958.478
3
72.800.000
64.520.000
0.9423
68.601.066
60.798.637
7.802.429
4
72.800.000
64.520.000
0.9238
67.255.947
59.606.507
7.649.440
5
72.800.000
64.520.000
0.9057
65.937.203
58.437.752
7.499.451
6
72.800.000
64.520.000
0.8880
64.644.317
57.291.914
7.352.403
7
72.801.300
64.520.000
0.8706
63.377.913
56.168.543
7.209.370
8
72.802.600
64.520.000
0.8535
62.136.318
55.067.199
7.069.119
9
72.803.900
64.520.000
0.8368
60.919.047
53.987.450
6.931.597
10
72.805.200
64.520.000
0.8203
59.725.622
52.928.872
6.796.750
11
72.806.500
64.520.000
0.8043
58.555.577
51.891.051
6.664.526
12
72.807.800
64.520.000
0.7885
57.408.453
50.873.580
6.534.874
Total



407.784.169
403.561.184
45.429.220





NPV =
45.429.220





BCR =
2,33





IRR =
19%
Sumber : Statistik Pertanian Lembata, 2015 (diolah)
Berdasarkan pada hasil analisis kelayakan financial usaha budidaya rumput laut yang diajukan untuk beberapa kawasan di Kabupaten Lembata dapat dinyatakan layak secara financial dengan Net Present Value sebesar Rp. 45.429.220 untuk 12 periode tanan dan nilai Benefit Cost ratio sebesar 2,33 yang berarti pengeluaran biaya sebesar Rp. 1 akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 2,33 dan nilai Internal Rate Return sebesar 19% yang lebih besar dari Discout factor yang digunakan yaitu 12%.

B.    Jambu Mete
Produksi jambu mete untuk Kabupaten Lembata berdasarkan kecamatan untuk tahun 2014-2015 dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Luas Dan Produksi Jambu Mete Kabupaten Lembata 2012-2013
No
Kecamatan
Luas Areal (Ha)
Produksi (Ton)
Belum Menghasilkan
Sudah Menghasilkan
Total
1
Nagawutung
      677.00
      621.00
   1,298.00
      187.00
2
 Wulandoni
      692.00
      516.00
   1,208.00
      181.40
3
Atadei
      274.00
      311.00
      585.00
      123.40
4
Ile Ape
      478.00
      633.00
   1,111.00
      137.00
5
Ile Ape Timur
      125.50
         53.50
      179.00
           8.70
6
Lebatukan
      537.00
      839.00
   1,376.00
      176.00
7
Nubatukan
      834.00
      774.00
   1,608.00
      157.90
8
Lebatukan
      626.00
      498.00
   1,124.00
      140.40
9
Buyasuri
      413.00
      555.00
      968.00
      189.00

Total 2013
   4,656.50
   4,800.50
   1,740.00
   1,300.80

Total 2012
   4,306.50
   4,800.50
   1,687.00
   1,300.80
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Lembata

Merujuk pada data satistik diatas maka komoditi ini mempunyai potensi pengembangan yang cukup baik di Kabupaten Lembata karena secara fisik dan klimat tanaman jambu mete dapat berkembang di wilayah ini. Mempertimbangkan potensi peengembangnnya ke depan maka perlu untuk dilakukan analisis kelayakan untuk budidayaa tanaman jambu mete. Berdasarkan pada data-data yang tersedia dan asumsi yang diajukan untuk analisis kelayakan financial pengembangan tanaman jambu mete di Kecamatan Lebatukan  khususnya disajikan berikut ini.
a. Aspek Produksi
Persiapan Lahan
Jambu mente termasuk tanaman yang cepat tumbuh dan tahan kering karena mempunyai perakaran yang dalam. Karena itu tanaman ini banyak digunakan sebagai tanaman untuk rehabilitasi lahan kritis sebagai tanaman penghijauan dan pencegah erosi. Selain itu tanaman ini mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi karena hampir semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan. Lahan yang digunakan untuk penanaman mente dapat berasal dari lahan alang-alang semak belukar, lahan primer atau lahan konversi. Pada lahan alang-alang dan semak belukar cara pembukaan lahan dilakukan dengan pembabatan secara manual atau menggunakan herbisida. Pada lahan primer dilakukan dengan cara menebang pohon-pohon, sedangkan yang dari konversi dilakukan dengan menebang atau membersihkan tanaman yang terdahulu.
Penanaman
Bibit tanaman mente harus bermutu baik, karena bibit yang bermutu, akan menghasilkan buah yang banyak dan bermutu. Perbanyakan bibit mente dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif. Umumnya petani menanam dari biji-bijinya. Sebelum ditanam, biji mente harus disemaikan dulu. Penyemaian dapat dilakukan di bedengan atau di dalam kantong plastik. Setelah bibit berumur 3-4 bulan, bibit siap dipindahkan ke kebun. Sebelum bibit tanaman dipindahkan ke kebun, dibuat dahulu lubang tanaman dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm kemudian dibiarkan selama 4 - 6 minggu, sebelum bibit tanaman di lubang tersebut.
Tanaman mente monokultur, jarak tanam yang dianjurkan adalan 10 x 10 m atau 8 x 8 m atau dapat juga dilakukan dengan jarak tanam yang lebih rapat 6 x 6 m untuk tanaman muda. Kemudian secara bertahap dilakukan penjarangan pohon sehingga jarak tanaman menjadi 12 x 12 m. Dengan jarak 6 x 6 m, jumlah tanaman mente adalah 272 pohon/ha. Kemudian ketika tanaman berumur 7 - 8 tahun dilakukan penjarangan pohon, sedemikian rupa sehingga jarak tanaman menjadi 6 x 12 m dan jumlah tanaman menjadi 207 pohon/ha. Ketika tanaman berumur 9 - 10 tahun dilakukan penjarangan lagi sehingga jumlah tanaman tinggal 138 pohon/ha. Penjarangan tanaman dilakukan karena tajuk tanaman pada umur tersebut sudah saling bersentuhan.
Pemupukan
Tanaman mente dapat dipupuk dengan pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik, terutama pupuk kandang diberikan pada saat penanaman bibit dengan dosis sekitar 20 kg/pohon. Pemupukan berikutnya dilakukan dengan menggunakan pupuk anorganik. Dosis yang diberikan tergantung dari umur tanaman.
Pemberantasan Hama dan Penyakit Tanaman
Hama utama tanaman mente adalah ulat kipat (Cricula sp). Hama ini dapat menyerang tanaman dengan memakan daunnya sampai tanaman menjadi gundul dalam waktu singkat. Dengan demikian tanaman tidak dapat berproduksi sama sekali. Awalnya, ulat kipat akan memakan daun muda, kemudian ke daun tua. Bila tanaman sudah gundul, ulat tersebut akan menyerang tanaman lainnya seperti mangga, kedondong dan beringin.
Pengendalian hama ini dapat dilakukan secara terpadu dengan cara mekanis dan kimiawi. Cara mekanis dilakukan jika serangan ulat masih rendah, yaitu dengan jalan mamatikan setiap ulat dan kupu-kupu yang ditemukan di pohon. Penyakit tanaman yang sering menyerang tanaman jambu mente adalah penyakit layu tanaman yang disebabkan oleh jamur Phytophtora palmivora, Fusarium sp dan Phylium sp, penyakit layu daun yang disebabkan oleh bakteri Phytopthora solanacearum dan penyakit yang menyebabkan bunga rontok atau buah busuk akibat serangan dari Colletotrichum sp, Botryodiplodia sp dan Pestalotipsis sp. Untuk memberantas penyakit tersebut, beberapa fungisida yang umum digunakan antara lain adalah Dithane M-45, Delsene MX 200, Difolatan 4F dan Cuporxy Chloride.
Panen
Tanaman mente mulai dipanen saat tanaman berumur 3-4 tahun. Buah mente menjadi masak sesudah berumur 60-70 hari sejak munculnya bunga. Di Indonesia, masa panen buah pala umumnya berlangsung dari bulan Agustus sampai dengan Desember. Musim panen buah mente tergantung dari lokasi.  Produktivitas jambu mente sejak tahun ke - 4 sampai dengan tahun ke-24 sejak penanaman yang digunakan sebagai asumsi dalam perhitungan analisa keuangan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perkiraan Produksi Jambu Mete
Tahun
Jumlah pohon
Produksi /pohon
Produksi (Kg/ Ha)
gelondong
kacang
          3
      276
               -  
                 -  
                 -  
          4
      276
          2,00
552,00
       138 ,00
          5
      276
          2,50
690,00
       173 ,00
          6
      276
          3,00
828,00
       207 ,00
          7
      276
          3,50
966,00
       242 ,00
          8
      207
          5,00
1.035,00
       259 ,00
          9
      207
          6,00
1.242,00
       311 ,00
        10
      207
          7,50
1.553,00
       388 ,00
        11
      138
        10,00
1.380,00
       345 ,00
        12
      138
        10,50
1.449,00
       362 ,00
        13
      138
        11,00
1.518,00
       380 ,00
        14
      138
        11,50
1.587,00
       397 ,00
        15
      138
        12,00
1.656,00
       414 ,00
        16
      138
        12,50
1.725,00
       431 ,00
        17
      138
        13,00
1.794,00
       449 ,00
        18
      138
        13,50
1.863,00
       466 ,00
        19
      138
        14,00
1.932,00
       483 ,00
        20
      138
        14,50
2,001,00
       500 ,00
        21
      138
        15,00
2.070,00
       518 ,00
        22
      138
        15,50
2.139,00
       535 ,00
        23
      138
        16,00
2.208,00
       552 ,00
        24
      138
        16,50
2.277,00
       569 ,00
Rata-rata
1.546,00

Keterangan : Konversi mente gelondong ke kacang mente adalah 4 :1
Mendapatkan biji mente yang berkualitas baik, sebaiknya buah mente dipanen pada kondisi masak penuh.Kondisi tersebut ditandai dengan jatuhnya buah. Buah semu kemudian dipisahkan dari biji mentenya. Selanjutnya biji mente gelondongan dikeringkan dengan sinar matahari sampai kadar ari mencapai 12 - 8%. Pengeringan ini akan memakan waktu selama 4-5 hari, tergantung dari kondisi cuaca. Biji mente gelondongan kering kemudian disortasi dan dipisahkan (grading) berdasarkan kualitasnya.
Biji mente gelondong kering oleh petani kemudian  dapat diolah menjadi kacang mente dalam home industry atau langsung dijual ke pedagang pengumpul, ekspor atau industri pengolahan biji mente. Rendemen biji mente terhadap mente gelondong sekitar 25%. Jika petani mengolah sendiri biji mente gelondong menjadi kacang mente, maka mereka akan mendapatkan nilai tambah yang cukup tinggi. Peralatan yang diperlukan dalam pengolahan mente ini hanyalah suatu alat sederhana yang disebut kacip. Kapasitas kerja pengolahan biji mente dengan kacip sederhana tersebut rata-rata adalah 20 kg mente gelondong per orang per hari.
b.   Aspek Keuangan
Umum
Analisa ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan, apakah para petani jambu mete akan mendapat nilai tambah dari usaha ini, serta apakah secara finansial mampu mengembalikan kredit yang diberikan oleh bank dalam jangka waktu yang wajar. Perhitungan ini didasarkan pada kelayakan usaha setiap petani dengan luas lahan 2 (dua) hektar yang akan melakukan ekstensifikasi ataupun intensifikasi kebun mentenya.
·         Untuk kegiatan ekstensifikasi, Perusahaan inti akan terlibat kegiatan sejak awal, mulai kegiatan pembukaan lahan sampai tanaman menghasilkan. Pemberian kredit, dengan demikian, meliputi semua kegiatan pembangunan tanaman dan non-tambahan, serta telah memasukkan bunga masa konstruksi (Interest During Construction, IDC) selama 3 tahun;
·         Untuk kegiatan intensifikasi, diasumsikan petani sudah mempunyai kebun mente yang sudah berbuah (minimum 4 tahun), dan biaya penanamannya berasal dari sumber dana petani sendiri. Dengan demikian, kredit hanya digunakan untuk pembelian beberapa peralatan pertanian kecil (non-tanaman) dan asuransi kredit, sedangkan sebagian besar merupakan biaya sarana produksi dan tenaga kerja untuk Tanaman Menghasilkan Tahun ke-1
Skim kredit yang digunakan dalam analisa keuangan ini adalah Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA) dengan bunga 16% per tahun pada masa produktif. Untuk ekstensifikasi, selama tanaman belum menghasilkan, plasma diberikan masa tenggang (grace period) dengan bunga pinjaman 14% per tahun. Pembayaran angsuran kredit (bunga dan pokok) untuk proyek ekstensifikasi dimulai pada waktu tanaman petani sudah menghasilkan, yaitu pada tahun ke empat, sedangkan untuk proyek intensifikasi angsuran kredit (bunga dan pokok) dilakukan pada tahun itu juga (pada saat panen)
Kebutuhan Biaya
Biaya investasi untuk ekstensifikasi maupun intensifikasi kebun jambu mente rakyat digunakan untuk biaya investasi tanaman dan non tanaman. Perincian biaya investasi untuk 2 ha kebun jambu mente dapat dilihat pada Tabel 7.



Tabel 7. Kebtuhan Biaya untuk usahatani jambu Mete per 2 Ha
Kebutuhan Biaya
Nilai (Rp/2Ha)
Ekstensifikasi
Intensifikasi
A. Investasi Tanaman

     11.528.630
- Tahun 0 (TBM 0)
               7.103.500

- Tahun 1 (TBM 1)
               1.658.220

- Tahun 2 (TBM 2)
               1.229.790

- Tahun 3 (TBM 3)
               1.537.120

- Tahun Menghasilkan (TM-1)

       2.204.450
Jumlah Investasi Tanaman
            11.528.630
     12.630.855
B. Investasi Non Tanaman
               2.407.837
       2.047.837
Total Investasi Tan. Dan Non Tanaman
            13.576.467
     13.576.467
Biaya Umum
               1.710.000
           900.000
Jumlah Investasi
            15.286.467
     14.476.467
Bunga Masa Konstruksi (IDC
               6.309.000

Jumlah Keseluruhan
            21.595.467
     14.476.467
Sumber : Statistik Pertanian Lembata, 2013 (diolah)

Biaya investasi ekstensifikasi tanaman mente pada Tahun ke-0 (TBM 0) digunakan untuk pembukaan lahan (land clearing), pembuatan lubang, penanaman tanaman pelindung dan tanaman mente, serta pembuatan teras. Adapun biaya Tahun ke-1 (TBM-1), ke-2 (TBM-2), ke-3 (TMB-3) digunakan untuk perawatan tanaman belum menghasilkan, seperti penyulaman, pemupukan dan pencegahan hama dan penyakit.
Investasi non-tanaman digunakan untuk pembangunan prasarana kebun seperti jalan kebun, dan juga digunakan untuk pembayaran jaminan kredit, jika kredit ini dijaminkan ke perusahaan penjamin kredit seperti Perum PKK (Pembiayaan Kredit Koperasi), Askrindo atau PKPI (Penjamin Kredit Pengusaha Indonesia). Selain itu dimasukkan juga dalam komponen biaya tersebut adalah biaya umum (management fee) yang besarnya maksimum 5% dan harus jelas perincian penggunaannya.
Mengacu pada intensifikasi kebun mente, biaya yang diperlukan adalah untuk pembelian sarana produksi, peralatan pertanian kecil dan biaya tenaga kerja. Bantuan kredit perbankan diberikan untuk pembelian sarana produksi pertanian, peralatan pertanian dan biaya tenaga kerja pemeliharaan tanaman (misalnya untuk pemangkasan). Jumlah biaya untuk intensifikasi tersebut diperlihatkan pada Tabel 8.





Tabel 8. Kebutuhan Dana Untuk Intensifikasi Kebun Mente Rakyat
Kebutuhan Biaya
Nilai (Rp/Ha)
Sumber Dana
Kredit
dana Sendiri
Pembangunan Kebun
             5.764.314

         5.764.315
Pemeliharaan TM :
  


Bahan dan Alat
                583.825
         583.825

Tenaga kerja
                 518.400
         518.400

Biaya Non-tanaman
                 865.400
         865.400

Biaya Umum
                 450.000
         450.000

Asuransi Kredit
                 135.000
         135.000

Jumlah
            8.316.940
     .552.625
         5.764.315
Sumber : Statistik Pertanian Lembata, 2013 (diolah)

Proyeksi Laba/Rugi
Proyeksi laba-rugi memberikan gambaran tentang keuntungan atau kerugian usaha perkebunan mente di masa mendatang. Asumsi dasar yang digunakan untuk perhitungan laba atau rugi ini adalah menyangkut kualitas kacang mente yang dijual oleh petani. Produktivitas lahan (selama Tahun ke-3 hingga Tahun ke-11) diasumsikan rata-rata 1.546 kg/ha dengan kisaran antara 550 - 2.280 kg/ha. Pada pola ekstensifikasi, analisa laba-rugi dilakukan sejak tanaman mulai menghasilkan (yaitu pada Tahun ke-3) sampai akhir Tahun ke-23. Sedangkan untuk pola intensifikasi tanaman menghasilkan dianggap mulai tahun ke-1 (sekalipun sebelumnya sudah menghasilkan dengan produktivitas relatif rendah) hingga Tahun ke-20.
·         Pada pola ekstensifikasi, pada tahun pertama mente berbuah keuntungan petani hanya Rp. 400 ribu/tahun, maka pada tahun berikutnya keuntungannya meningkat sejalan dengan peningkatan produkstivitas kebun. Pada tahun ke-11 keuntungan bersih petani sebesar Rp. 13,6 juta/tahun. Secara rinci,proyeksi laba-rugi terdapat pada lampiran A-09;
·         Pada pola intensifikasi pada tahun pertama mente berbuah, keuntungan petani mencapai Rp. 3,1 juta/tahun, maka pada tahun ke-6 keuntungan menjadi Rp 11,8 juta/tahun. Pada tahun ke-11, keuntungan bersih petani sebesar Rp. 16,5 juta/tahun. 

Tabel 9. Proyeksi Laba-Rugi Kebun Mente

Nilai (Rp./2Ha)

Ekstensifikasi
Intensifikasi
URAIAN
Thn ke-4
Thn ke-11
Thn ke-1
Thun ke-11
Hasil Penjualan
8,004,000
20,010,000
8,004,000
       23,011,500
Biaya Usaha Tani
7,560,422
4,823,373
4,532,697
4,675,663
Pajak, dll
44,358
1,518,663
347,130
          1,833,584
LABA BERSIH
399,220
13,667,964
3,124,173
       16,502,253
Sumber : Statistik Pertanian Lembata, 2015 (diolah)
Proyeksi Arus Kas
Dengan mengatur seluruh dana pembiayaan dari bank dan adanya grace period selama 3 tahun (untuk proyek Ekstensifikasi), maka selama masa proyek berlangsung tidak terjadi defisit anggaran. Petani dapat mengembalikan pokok dan bunga pinjaman dalam waktu yang telah ditentukan, yaitu selama 7 tahun, dimulai pada Tahun ke-4 hingga Tahun ke- 10. Setelah tahun ke-11 petani sudah dapat mandiri, artinya dari tabungan mereka petani dapat membiayai sendiri usahanya.
Demikian pula, untuk proyek Intensifikasi, selama masa proyek berlangsung tidak terjadi defisit anggaran. Petani dapat mengembalikan pokok dan bunga pinjaman dalam waktu yang telah ditentukan, yaitu selama 3 tahun, dimulai pada Tahun ke-1 hingga Tahun ke-3 .Setelah tahun ke-4 petani sudah dapat mandiri, artinya dari tabungan mereka, petani dapat membiayai sendiri usahanya.
Kriteria Kelayakan
Untuk menilai kelayakan proyek ini digunakan kriteria Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cosh Ratio (B/C), Break Even Point (BEP) dan Pay back Period, seperti tampak pada Tabel 10.
Tabel 10. Kriteria Kelayakan Usaha Kebun Mente Rakyat
Kriteria Kelayakan
Ekstensifikasi
Intensifikasi
NPV (df= 16%)
Rp 28.235.669
Rp 65.257.687
B/C
2,50
10,05
IRR
27,96%
93,57%
Sumber : Statistik Pertanian Lembata, 2013 (diolah)
Berdasarkan hasil analisis yang ditampilkan pada Tabel 10 dapat dikatakan bahwa usaha pengembangan budidaya tanaman jambu mete LAYAK secara financial dengan Net Present value sebesar Rp. 28.235.669 untuk usaha eksstensifikasi dan Rp. 65.257.687 untuk usaha yang bersifat intensifikasi. Nilai Benefit Cost Ratio untuk usaha yang bersifat ekstensifikasi yakni sebesar 22,50, ini berarti setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 1 akan mendatangkan pendapatan bersih sebesar Rp. 2,50. Sementara untuk usaha yang bersifat intensifikasi nilai benefit cost ratio adalah sebesar 10,05, ini berarti setiap biaya Rp, 1,- akan mendatangkan pendapatan bersih sebesar Rp. 10,05. Nilai Internal rate return untuk usaha yang bersifat intensifikasi sebesar 27,96% dan untuk ekstensifikasi sebesar 93,57% kedua-duanya lebih besar dari nilai discount factor yang diguinakan yakni 12%.





C.    Penggemukan Sapi PFH Jantan
Modal investasi
Modal investasi pada usahapenggemukan sapi PFH jantan  adalah pembuatan kandang danpembelian peralatan. Rata-rata investasiuntuk pembuatan kandang sebesar Rp. 8.050.000,00. Rata-rata investasi pembelianperalatan sebesar Rp 75.633,00.
Tabel 11.     Rata-Rata Biaya Operasional Usaha Penggemukan Sapi PFH Jantan Skala 4 Ekor/Tahun
Uraian
Biaya (Rp)
Bakalan
16.445.569,62
Pakan
4.050.970,46
Tenaga kerja
1.002.109,70
Kesehatan
27.004,22
Perbaikan kandang
67083,33
Peralatan
19.616,67
Pajak listrik
112.450,00
Sumber : Statistik Pertanian Lembata, 2015 (diolah)
Biaya Operasional
Biaya operasional dalam usahapenggemukan sapi PFH jantan  berupa bakalan, biaya pakan,kesehatan, tenaga kerja, pembelian alat,perbaikan kandang serta pajak listrik dapatdilihat pada Tabel 11.
Sapi bakalan yang digemukkan  yaitu sapi PFH jantan yangberumur antara 1,5 - 2 tahun dengan lamapemeliharaan yang dilakukan rata-rata 158 hari. Persyaratan pemilihan bakalan untukdigemukkan yaitu sapi yang berumur lebihdari 1,5 tahun, karena pada umur tersebutsapi sudah dewasa tubuh sehingga pakanyang diberikan tidak digunakan untukpertumbuhan kerangka atau tulang tetapidimanfaatkan sepenuhnya untuk pertumbuhan daging. Rata-rata pemeliharaan ternak sapiPFH jantan  dalam satutahun adalah 4 ekor. Rata-rata biayapembelian bakalan sebesar Rp. 16.445.569,62/ tahun.
Pakan yang diberikan adalah berupapakan hijauan dan pakan tambahan. Pakanhijauan pada umumnya diberikan dalamjumlah 10% dari bobot badan sedangkanpakan tambahan diberikan dalam jumlah 1% dari bobot badan (Sugeng, 2003). Rata-rata biaya pakan usaha penggemukan sapi PFH jantan sebesar Rp 4.050.970,46/tahun.
Kesehatan ternak sangat perlu diperhatikan dalam usaha peternakan. Pemeriksaan kesehatan ternak oleh dokter hewan hanya dilakukan pada saat ternak sakit dan tidak dapat ditangani sendiri oleh peternak. Penanganan penyakit oleh peternak dilakukan dengan memberikan ramuan atau jamu tradisional yang diambil dari alam sekitar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya kesehatan usaha penggemukan sapi PFH jantan rata-rata sebesar Rp 27.004,22/tahun.
Annas (2011) menyatakan bahwatenaga kerja yang diperuntukkan dalam usaha tani pada umumnya adalah tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja dalam penelitian ini adalah tenaga kerja keluarga yang dicurahkan untuk usaha penggemukan sapi PFH jantan seperti halnya untuk memberi pakan dan membersihkan kandang. Hasil penelitian diperoleh rata-rata biaya tenaga kerja sebesar Rp 1.002.109,70/tahun. Waktu yang dicurahkan untuk bekerja dalam usaha ternak sapi PFH jantan rata-rata 1,5jam/hari. Perhitungan biaya tenaga kerja berdasarkan upah harian tenaga kerja didaerah penelitian yaitu Rp 25.000,00/hari dan waktu bekerja 8 jam untuk pekerjaan buruh tani. Rata-rata biaya peralatan dalam usaha penggemukan sapi PFH jantan sebesar Rp 19.616,67. Biaya peralatan meliputi pembelian alat yang digunakan dalam usaha ternak, dalam hal ini adalah peralatan yang habis pakai dalam waktu kurang dari satu tahun.
Perbaikan kandang dilakukan saat terjadi kerusakan pada kandang, misalnya mengganti genting yang pecah, dinding yang rusak atau pagar yang rusak. Besarnya biaya perbaikan kandang pada usaha penggemukan sapi PFH jantan sebesar Rp 67.083,33/tahun. Listrik digunakan untuk penerangan kandang. Air kebanyakan berasal dari mata air pegunungan yang sudah disalurkan kebak penampungan. Pengambilan air dari bak penampungan dengan menggunakan ember dan ada yang menggunakan mesin pompa air untuk menyalurkan air ke rumah. Biaya penggunaan listrik adalah untuk pemakaian lampu kandang dan pompa air. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata biayalistrik sebesar Rp 112.450,00/tahun.
Penerimaan
Penerimaan disebut juga denganpendapatan kotor yang dirumuskan sebagai berikut:
Pr = Y x Py
Keterangan:
Pr     = Penerimaan
Y       = Jumlah Produksi
Py     = Harga Per Satuan (Suratiyah, 2006).
Penerimaan usaha ternak sapi PFH jantan berupa penjualan sapi hidup dan pupuk dari kotoran ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjualan ternak dengan rata-rata kepemilikan 4 ekor/tahun sebesar Rp. 25.703.234,88 dengan pemeliharaan 2 kali periode per tahun. Harga ternak diasumsikan dengan umur dan nilai ternak pada saat penelitian.
Penerimaan dari kotoran ternak berupa pupuk kandang yang telah kering. Penerimaan dihitung berdasarkan nilai cash dari hasil penjualan secara cash dan noncash. Pupuk kandang digunakan sendiri oleh peternak dan selebihnya dijual dengan harga Rp. 500,00/kg. Hasil penelitian menunjukkan jumlah pupuk kandang kering rata-rata 2.022,616 kg/tahun dan rata-rata penjualan pupuk kandang per tahun sebesar Rp. 1.011.308,02.

Pendapatan
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan yang dirumuskan sebagai berikut:
PdU = PrU – Bm
Keterangan:
PdU     = Pendapatan usahatani
PrU     = Penerimaan usahatani
Bm      = Biaya Total usahatani(Suratiyah, 2006).
Penerimaan usaha penggemukan sapi PF Hjantan sebesar Rp. 26.714.543,00/tahun.
Tabel 12. Hasil Analisis Investasi Usaha Penggemukan Sapi PFH Jantan
Uraian
Hasil
Net Present Value (NPV)
Rp. 14,743,636.69
Internal Rate of Return (IRR)
1.901838732
Net Benefit Cost Ratio (BCR)
30%
Sumber : Statistik Pertanian Lembata, 2015 (diolah)
Analisis Finansial Usaha PenggemukanSapi PFH Jantan
Cash flow usaha penggemukan sapi PFH jantan investasi selama 6 tahun dapat dilihat pada tabel 12.
Pemeliharaan ternak dalam setiap periode rata-rata 158 hari. Biaya penyusutan kandang dalam analisis dimasukkan dalam biaya perbaikan kandang. Nilai NPV, IRR,BCR dan PPC berdasarkan investasi selama 6 tahun dengan discount factor 12% pertahun dapat dilihat pada Tabel 11. Nilai NPV sebesar Rp 14,743,636.69. Usaha penggemukan sapi PFH jantan layak untuk diusahakan karena NPV > 0 atau positif. Menurut Pudjosumarto (2002), kriteria bahwa NPV >0 proyek dapat diterima atau layak untuk dijalankan, jika suatu proyek NPV < 0 maka tidak akan dipilih atau tidak layak untuk dijalankan.
Hasil analisis nilai IRR > 12% yaitu 46,3%, maka usaha penggemukan sapi PFH jantan layak untuk diusahakan. IRR menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan returns atau tingkat keuntungan yang dapat dicapainya. Kriteria investasi IRR ini memberikan pedoman bahwa usaha akan dipilih apabila IRR lebih besar dari social discount rate dan sebaliknya, apabila IRR lebih kecil dari social discount rate maka usaha tidak akan dipilih (Pudjosumarto,2002). Hasil analisis nilai BCR yang diperoleh pada penelitian 1,9. Nilai BCR ini menunjukkan bahwa usaha penggemukan sapi PFH jantan layak untuk dijalankan. Nitisemito dan Burhan (1995), menyatakan bahwa proyek dinyatakan layak dan dipilihapabila net B/C >1, sebaliknya bila proyek memberi hasil net B/C <1, proyek tidak layak dan tidak akan diterima.
Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan yang telah dilakukan atas investasi usaha ternak sapi PFH jantan dengan menggunakan umur investasi 6 tahun discount factor 12% memiliki nilai NPV, IRR, dan BCR berturut-turut sebesar: Rp 14,743,636.69; 46,3 %, 1,9. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa usaha ternak sapi PFH jantan layak untuk diusahakan.



Tabel 13. Cash Flow Usaha Penggemukan Sapi PFH Jantan





















Sumber : Statistik Pertanian Lembata, 2015 (diolah)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar