ANALISIS FINANSIAL BEBERAPA KOMODITI
UNGGULAN
DI KABUPATEN LEMBATA
Upaya
pemerintah Kabupaten Lembata untuk mengembangkan kawasan strategis merupakan
suatu langkah bijak untuk mencipatkan titik-titik pertumbuhan ekonomi yang
bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mempertimbangkan letak beberapa
kawasan yang strategis dan potensi fisik
di Kabupaten Lembata maka kajian ini mengajukan beberapa alternatif
pengembangan usaha baik itu untuk pengembangan komoditi tanaman perkebunan dan
juga peternakan yang mempunyai prospek pengembangan ekonomi ke depan.
Beberapa
komoditi perkebunan yang dapat dikembangan di daerah pantai sampai dengan
bagian atas daerah perbukitan yang cocok dengan kondisi fisik tanah serta
klimatnya, yakni tanaman rumput laut, jambu mete, kemiri dan cokelat. Sementara
untuk usaha ternak di berpotensi untuk pengembangan usahaternak sapi potong,
kambing dan babi.
1. Penjelasan Singkat tentang Metode
Analisis Kelayakan Usaha
Memutuskan suatu usaha layak atau tidak layaak
untuk diusahakan memerlukan suatu analisis kelayakan. Analisis kelayakan usaha
adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam
melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah menerima atau menolak suatu
gagasan usaha. Pengertian layak dalam penelitan ini adalah kemungkinan dari
gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan dapat memberikan manfaat dalam arti
finansial maupun sosial benefit. Penentuan layak atau tidaknya suatu
usaha adalah dengan cara membandingkan masing-masing nilai kriteria kelayakan
dengan batas-batas kelayakannya (Kadariah et al. 1999).
Analisis keuangan dilakukan untuk melihat apakah
usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat lima kriteria
investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net
B/C), Internal Rate of Return (IRR), Pay Back Period (PBP) dan Break
Even Point (BEP). Pendekatan analisis keuangan yang digunakan, yaitu:
A. Analisis
Keuntungan
Komponen
biaya total terdiri dari biaya variabel (biaya tidak tetap) dan biaya tetap.
Biaya variabel adalah biaya yang secara total berubah secara proporsional
dengan perubahan aktivitas, dengan kata lain biaya variabel adalah biaya yang
besarnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan, akan tetapi biaya
variabel per unit sifatnya konstan. Sedangkan biaya yang selalu tetap secara
keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas (Garrison dan Noreen
2001).
Ï€ = TR – TC
Keterangan:
Ï€ = Keuntungan
TR = penerimaan total usaha
TC = biaya total usaha
B. Analisis
Finansial
a. Net Present Value (NPV)
Analisis
aliran kas dilakukan untuk mengetahui besarnya arus kas yang diperoleh dari
selisih penerimaan dan biaya. Arus penerimaan bersih sekarang (NPV) menunjukkan
keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi, merupakan jumlah nilai
penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang
dikeluarkan selama waktu tertentu. Notasinya sebagai berikut:
Keterangan:
B = Manfaat penerimaan tiap tahun
C = Biaya yang dikeluarkan tiap tahun
t = Tahun kegiatan usaha (t = 1,2,...n)
i = Tingkat diskon yang berlaku
Kriteria
NPV yaitu; NPV > 0,
maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan; NPV = 0, maka proyek tidak
untung dan tetapi juga tidak rugi (manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi
biaya yang dikeluarkan sehingga pelaksanaan proyek berdasarkan penilaian
subyektif pengambilan keputusan), dan; NPV
< 0, maka proyek rugi dan lebih baik untuk tidak dilaksanakan
b. Net Benefit Cost Ratio (Net
B/C)
Menurut Gittinger (1996), Net B/C menunjukkan
tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu
satuan. Dapat juga dikatakan untuk mengetahui sejauh mana hasil/penerimaan yang
diperoleh dari penggunaan biaya usaha selama periode tertentu. Notasinya
sebagai berikut:
|
Keterangan:
B t = Manfaat penerimaan tahun ke-t (Rp)
C t = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t (Rp)
N = umur ekonomis usaha (tahun)
|
i = tingkat suku bunga (%)
t = periode investasi (i = 1,2,...n)
|
Kriteria
kelayakan pada metode ini adalah:
Net B/C > 1, usaha dianggap layak
Net B/C = 1, merupakan titik impas
Net B/C < 1, usaha tidak layak.
c. Internal Rate of Return (IRR)
Tingkat pengembalian internal (IRR) merupakan
tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha untuk sumber daya
yang digunakan dan ditunjukkan dengan persentase serta menunjukkan tolok ukur
keberhasilan proyek (Gittinger 1996). IRR adalah tingkat bunga yang membuat
arus penerimaan bersih sekarang (NPV) sama dengan nol (Kadariah et al. 1999).
Notasinya sebagai berikut :
Keterangan :
NPV1 = Nilai NPV yang positif (Rp)
NPV2 = Nilai NPV yang negatif (Rp)
i1 = tingkat suku bunga nilai NPV yang
positif (%)
i2 = tingkat suku bunga nilai NPV yang
negatif (%)
i* = IRR (%)
Kriteria IRR yaitu :
IRR > tingkat suku bunga, berarti
usaha layak dilaksanakan
IRR < tingkat suku bunga, berarti usaha tidak
layak dilaksanakan.
2. Analisis Kelayakan Usaha
Tanaman
Pengembangan sektor pertanian beserta berbagai
subsektor didalamnya (tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan,
kehutanan dan perikanan) di Kabupaten Lembata diprediksikan akan mengalami
kemajuan seiring dukungan sumberdaya alam yang dimiliki sehingga dalam kajian
ini digambarkan pula pendekatan finansial dari beberapa komoditi unggulan di Kabupaten
Lembata. Beberapa komoditi unggulan dimaksud adalah; komoditi rumput laut mewakili sub-sektor kelatan
dan perikanan, komoditi jambu mete
mewakili subsektor perkebunan. Sementara jenis komoditi lainnya yang
terkategori berpotensi dari analisis data sekunder sebelumnya tidak dapat
disajikan karena keterbatasan informasi dan data sekunder.
A. Rumput Laut
Menurut
Umar (1997), kelayakan usaha dimaksudkan sebagai perkiraan tentang laba rugi
yang terkait dengan pengoperasian usaha. Secara umum aspek yang dikaji dalam
studi kelayakan usaha meliputi aspek seperti teknis produksi, pemasaran dan
keuangan.
a. Aspek Teknis Produksi
Rumput
laut adalah tumbuhan tingkat rendah makro algae yang secara alami hidup di
dasar laut dan melekat pada substrat. Sebagai tumbuhan, rumput laut membutuhkan
cahaya matahari dan hara (nutrien) untuk membangun biomasa melalui aktifitas
fotosintesis. Oleh karena itu salah satu faktor penting untuk menunjang
keberhasilan budi daya rumput laut adalah pemilihan lokasi, sehingga sering
dikatakan kunci keberhasilan budi daya rumput laut terletak pada ketepatan
pemilihan lokasi. Hal ini dapat dimengerti karena relatif sulit untuk membuat
perlakuan tertentu terhadap kondisi ekologi perairan laut yang selalu dinamis
sehingga besarnya hasil produksi rumput laut di beberapa daerah sangat
bervariasi. Menurut Sudradjat (2008), penentuan lokasi harus memperhitungkan
beberapa faktor penting, antara lain: (1) Terlindung dari gelombang besar dan
badai, sebab rumput laut mudah patah apabila terus menerus dihantam gelombang;
(2) Terlindung dari ancaman predator, seperti ikan buntal, ikan beronang,
bintang laut, bulu babi, penyu dan ikan besar lainnya serta burung laut; (3)
Terlindung dari ancaman pencemaran seperti dekat muara sungai, buangan limbah
industri, aktivitas pertanian dan limbah rumah tangga; dan (4) Terlindung dari
hilir mudik lalu lintas kapal karena selain akan menimbulkan riak-riak
gelombang juga buangan kapal (minyak, solar, dan lain-lain) akan mencemari area
pemeliharaan. Selain faktor tersebut, ketersediaan bibit alami rumput laut,
dasar perairan yang berupa pecahan-pecahan karang dan pasir kasar, kedalaman
sekitar 2 – 15 m, kadar garam 28 – 34 ppt dengan nilai optimum 33 ppt,
kecerahan lebih dari 1.5 m (Akma, 2008).
Metode
budi daya rumput laut yang dikenal secara umum adalah: 1) metode lepas dasar
yang dilakukan di atas dasar perairan yang berpasir atau pasir berlumpur dan
terlindung dari hempasan gelombang besar; 2) metode rakit apung yang dilakukan
dengan cara mengikat rumput laut pada tali dan diikatkan pada rakit apung yang
terbuat dari bambu; 3) metode rawai dan dikenal dengan istilah longline yang
menggunakan tali panjang yang dibentangkan; dan 4) metode jalur yang merupakan
kombinasi antara metode rakit apung dengan rawai (Sudradjat 2008). Metode rawai
pada prinsipnya hampir sama dengan metode rakit tetapi tidak menggunakan bambu
sebagai rakit, tetapi menggunakan tali plastik dan botol minuman bekas sebagai
pelampungnya.
Menurut
Afrianto dan Evi (1993), saat ini hampir di semua perairan Indonesia cocok
untuk budi daya menggunakan metode rawai dan diterapkan pembudi daya rumpul
laut. Umumnya pembudi daya telah beralih dari sistem rakit ke sistem rawai yang
lebih memberikan harapan peningkatan produksi lebih besar. Sistem rawai
memungkinkan pemanfaatan ruang lebih luas pada kedalaman yang sangat bervariasi
antara 5 – 50 m. Hal ini dikuatkan oleh Anggadiredja et al. (2006),
bahwa metode rawai merupakan cara yang paling banyak diminati petani rumput
laut karena disamping fleksibel dalam pemilihan lokasi, juga biaya yang
dikeluarkan relatif murah. Keuntungan dari metode ini adalah tanaman terbebas
dari hama bulu babi, pertumbuhannya lebih cepat dan lebih murah ongkos
materialnya. Metode ini dimasyarakatkan karena selain lebih ekonomis juga dapat
diterapkan di perairan yang agak dalam.
Keuntungan
metode rawai antara lain: tanaman cukup menerima sinar matahari, tanaman lebih
tahan terhadap perubahan kualitas air, terbebas dari hama yang biasanya
menyerang dari dasar perairan, pertumbuhannya lebih cepat, cara kerjanya lebih
mudah, biayanya lebih murah, dan kualitas rumput laut yang dihasilkan baik.
Metode budi daya yang diterapkan oleh pembudi daya rumput laut di Karimunjawa
dilakukan dengan penggunaan metode rawai yang telah disesuaikan dengan kondisi
geografi lokasi budi daya, yaitu dengan mengikat rumput laut pada tali yang
direntangkan di atas atau diantara tanaman karang.
Pengelolaan
budi daya rumput laut meliputi penyediaan bibit, penanganan bibit selama
pengangkutan, penanaman bibit dan perawatan tanaman. Akma et al. (2008)
menyebutkan bahwa bibit rumput laut dari Karimunjawa termasuk bibit unggul dan
kriteria bibit yang baik adalah rumpun bercabang banyak dan rimbun, tidak
terdapat bercak putih dan tidak terkelupas, warna spesifik, segar, sehat, masih
muda, umur 25 – 35 hari, memberikan indikasi pertumbuhan yang baik dengan laju
pertumbuhannya 3 – 5% per hari dan berat bibit 50 – 100 g per ikatan dengan
jarak tanam tidak kurang dari 25 cm. Kepadatan penanaman bibit rumput laut
tergantung dari jenis dan metode budi daya yang digunakan.
Menurut
Syaputra (2005), rumput laut merupakan organisme laut yang memiliki
syarat-syarat lingkungan tertentu agar dapat hidup dan tumbuh dengan baik.
Semakin sesuai kondisi lingkungan perairan dengan areal yang akan dibudi
dayakan akan semakin baik pertumbuhannya dan juga hasil yang diperoleh. Menurut
DJPB KKP (2004a), kegiatan pemeliharaan meliputi: pembersihan tali dan tanaman
dari kotoran, tumbuhan dan hewan pengganggu; menyulam/menyisip tanaman yang
mati atau terlepas dari ikatan pada minggu pertama setelah rumput laut ditanam;
mengganti tali, patok, pelampung yang lapuk/rusak; menguatkan tali ikatan dan
tali jangkar yang sudah goyah; menggoyang atau membersihkan lumpur yang melekat
pada tanaman dan tali; serta pemantauan pertumbuhan rumput laut secara berkala.
Memelihara rumput laut berarti mengawasi terus menerus konstruksi budi daya dan
tanaman. Pemeliharaan dilakukan saat ombak besar maupun saat air laut tenang.
Kerusakan patok, jangkar, tali ris, tali ris utama dan pelampung disebabkan
oleh ombak besar atau daya tahan rumput laut menurun sehingga harus segera
diperbaiki. Bila ditunda berakibat makin banyak yang hilang sehingga kerugian
semakin besar.
Hama
dan penyakit merupakan hal yang berbeda. Ditinjau dari definisinya, hama
mencakup semua organisme yang bersifat mematikan organisme yang ditumpanginya
secara langsung. Dengan demikian, selain sebagai predator, hama juga sebagai
competitor di lingkungan tempatnya berada. Sedangkan penyakit dibedakan menjadi
dua, yaitu penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh
organisme hidup sedangkan penyakit non infeksi disebabkan oleh faktor non
hidup, seperti lingkungan, pakan, keturunan dan penanganan (Supriyadi dan Tim
Lentera 2008).
Menurut
Sudradjat (2008), hama dalam usaha budi daya rumput laut antara lain ikan
baronang, bintang laut, bulu babi dan penyu. Pengendalian hama terutama ikan
dan penyu dengan cara penempatan lokasi di kawasan luas dan menghindari masa
migrasi ikan tersebut. Penyakit ice-ice merupakan kendala utama budi
daya rumput laut. Gejala yang terlihat antara lain perubahan warna rumput laut
menjadi pucat atau tidak cerah bahkan menjadi putih dan membusuk serta
pertumbuhan lambat. Penyakit tersebut terutama disebabkan oleh perubahan
lingkungan seperti arus, suhu dan kecerahan. Pengendaliannya dengan cara
pemindahan lokasi budi daya yang lebih baik kondisi airnya. Menurut DJPB KKP
(2004a), pengelolaan kualitas air bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang
optimal. Oleh karena itu penempatan rawai harus memperhatikan arah arus agar
sirkulasi oksigen dan makanan dapat menyebar secara merata. Di samping itu
perlu diperhatikan pembuangan limbah atau pencemaran rumah tangga atau
industri.
Mutu
rumput laut tidak hanya dipengaruhi oleh teknik atau metode budi dayanya saja,
pemanenan juga merupakan hal terpenting dalam menentukan mutu rumput laut
seperti penentuan umur panen, cara panen dan keadaan cuaca pada saat pemanenan.
Panen dapat dibedakan berdasarkan tujuannya yaitu untuk bibit dan untuk
produksi. Panen untuk bibit dilakukan pada saat rumput laut berumur 25 – 35
hari dengan memperhatikan persyaratan bibit yang berkualitas baik, sedangkan
panen untuk produksi dilakukan pada umur 45 hari agar kandungan karagenannya
bernilai optimum (DJPB KKP 2004a).
Menurut
Sudradjat (2008), panen sebaiknya dilakukan pada cuaca cerah agar kualitas
rumput laut yang dihasilkan lebih terjamin, sebaliknya apabila saat mendung
dapat mengakibatkan fermentasi sehingga mutunya menurun. Panen dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu secara selektif atau parsial dan secara keseluruhan.
Panen secara selektif dilakukan dengan cara memotong tanaman secara langsung
tanpa melepas ikatan tali ris. Keuntungan cara ini adalah penghematan tali
rafia pengikat rumput laut tetapi memerlukan waktu kerja yang relatif lama.
Sementara itu, cara panen keseluruhan dilakukan dengan mengangkat seluruh
tanaman hasil pemeliharaan dan dibawa ke darat sehingga waktu kerja yang
diperlukan relatif lebih singkat dibanding cara panen selektif. Namun untuk
penanaman bibit selanjutnya harus dilakukan dari awal dengan mengikat bibit ke
tali ris dan memasang kembali ke lokasi budi daya.
Penanganan
dan pengolahan rumput laut pada pasca panen memegang peranan yang sangat
penting dalam industri rumput laut. Kegiatan pasca panen sangat menentukan mutu
rumput laut kering yang dihasilkan sebagai bahan baku industri selanjutnya.
Kegiatan penanganan ini harus dilakukan secara seksama baik dari pemanenan,
pencucian, pengeringan bahkan sampai pengepakan dan penyimpanannya. Perlakuan
sebelum pengeringan dilakukan sesuai permintaan pasar, yaitu: langsung dijemur
sesudah panen, terlebih dulu dicuci dengan air tawar atau dilakukan fermentasi
terlebih dahulu.
Penanganan
hasil panen ini juga harus disesuaikan dengan kegiatan pengolahan selanjutnya.
Kegiatan pengolahan ditujukan untuk menciptakan suatu produk yang lebih
bernilai ekonomis daripada bahan mentahnya. Dalam arti, produk olahan apa yang
akan dihasilkan dari jenis rumput laut yang dipanen. Hal ini tentu saja agar
mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku sesuai dengan standar
produksi industri pengolahannya dan menghasilkan produk olahan yang berkualitas
baik.
b. Aspek
Pasar
Pemasaran
menurut Kotler dan Susanto (1999), merupakan proses sosial dan manajerial
dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginannya dengan
menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang bernilai satu sama lain.
Pemasaran merupakan sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang dituju untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan
jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
Pemahaman konsep pemasaran mendukung manajemen perusahaan untuk mengadaptasi
setiap perubahan pasar dan pesaing melalui perencanaan strategi.
Menurut
Kotler dan Amstrong (2001) tercapainya tujuan organisasi tergantung pada
penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan memuaskan pelanggan secara
lebih efektif dan efisien daripada yang dilakukan oleh pesaing. Aspek pemasaran
meliputi kondisi permintaan, penawaran, harga, persaingan dan peluang pasar
serta proyeksi pemasaran produk.
c. Aspek
Keuangan
Investasi
membutuhkan permodalan dan besar-kecilnya modal bergantung pada skala dan luas
usaha yang akan dikerjakan. Modal sebagai salah satu fungsi investasi dapat
diperoleh dari pinjaman atau modal sendiri. Investasi yang memberikan
pengembalian modal tinggi dan jangka waktu pengembalian yang relatif pendek
menjadi harapan setiap investor. Sebaliknya, jika pengembalian modal rendah
apalagi jika lebih rendah dibandingkan tingkat bunga yang berlaku, investor
akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan.
Jika
investor menggunakan modal pinjaman dengan pengembalian modal yang lebih rendah
daripada suku bunga bank, berarti investor akan mengalami kerugian akibat
membayar selisih kekurangannya. Jika ternyata proyek yang dijalankan mengalami
kegagalan atau berhenti di tengah jalan, berarti kerugian yang terjadi akan
lebih besar lagi. Investasi selalu membutuhkan modal yang tidak sedikit. Oleh
karena itu, sebelum melakukan investasi, sudah selayaknya dilakukan analisis
kelayakan usaha secara mendalam.
d. Analisis Finansial Usaha Rumput
Laut
Asumsi; Beberapa asumsi yang
dipergunakan untuk analisis kelayakan finansial untuk usaha rumput laut seperti
yang disajikan pada Table 1.
Table
1.
Penggunaan Input Dan Produksi Untuk Budidaya Rumput Laut
Input dan Produksi usaha budidaya rumput laut (Unit)
|
Periode
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|
I. Investasi
|
||||
1. Rakit
|
700
|
|||
2. Konstruksi Rakit
|
700
|
|||
3. Tempat Penjemuran
|
1
|
|||
4. Tali rafia
|
2
|
2
|
2
|
2
|
5. Tali nilon
|
7
|
|||
II. Operasional
|
||||
1. Bibit
|
14000
|
14000
|
14000
|
14000
|
2. Tenaga Kerja
|
2
|
2
|
2
|
2
|
3. Perawatan
|
1
|
1
|
1
|
1
|
III. Produksi
|
||||
1. Berat Bibit
|
14000
|
14000
|
14000
|
14000
|
2. Berat Produksi
|
42000
|
42000
|
42000
|
42000
|
3. Berat Total
|
56000
|
56000
|
56000
|
56000
|
4. Berat Kering
|
7280
|
7280
|
7280
|
7280
|
Sumber
: Statistik Pertanian Lembata, 2015 (diolah)
Tabel
2. Biaya Input Dan Harga Produksi Usaha Budidaya Rumput Laut
Biaya Input Dan Harga
Produksi (Rp)
|
Periode
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|
Input untuk
usaha budidaya rumput laut
|
||||
I. Investasi
|
||||
1. Rakit
|
50.000
|
|||
2. Konstruksi Rakit
|
10.000
|
|||
3. Tempat Penjemuran
|
1.000.000
|
|||
4. Tali Rafia
|
15.000
|
15.000
|
15.000
|
15.000
|
5. Tali Nilon
|
300.000
|
0
|
0
|
0
|
II.
Operasional
|
||||
1. Bibit
|
4.500
|
4.500
|
4.500
|
4.500
|
2. Tenaga Kerja
|
750.000
|
750.000
|
750.000
|
750.000
|
3. Perawatan
|
20.000
|
20.000
|
20.000
|
20.000
|
III.
Produksi
|
||||
1. Berat Bibit
|
43.680
|
|||
2. Berat Produksi
|
||||
3. Berat Total
|
||||
4. Berat Kering
|
10.000
|
10.000
|
10.000
|
10.000
|
Sumber : Statistik Pertanian Lembata,
2015 (diolah)
Berdasarkan data-data asumsi pada Tabel 1 dan
Tabel 2 kemudian dapat dihitung arus tunai untuk usaha budidaya rumput laut
seperti yang disajikan pada Table 3.
Tabel
3. Arus Tunai Usaha Budidaya Rumput Laut
Biaya Input. Penerimaan dan Pendapatan (Rp)
|
Periode
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|
I. Investasi
|
||||
1. Rakit
|
35.000.000
|
0
|
||
2. Konstruksi Rakit
|
7.000.000
|
0
|
||
3. Tempat Penjemuran
|
1.000.000
|
0
|
||
4. Tali Rafia
|
30.000
|
30.000
|
30.000
|
30.000
|
5. Tali Nilon
|
2.100.000
|
0
|
0
|
0
|
Total Investasi
|
43.000.000
|
|
|
0
|
II. Operasional
|
||||
1. Bibit
|
63.000.000
|
63.000.000
|
63.000.000
|
63.000.000
|
2. Tenaga Kerja
|
1.500.000
|
1.500.000
|
1.500.000
|
1.500.000
|
3. Perawatan
|
20.000
|
20.000
|
20.000
|
20.000
|
Total Oprasional
|
64.520.000
|
64.520.000
|
64.520.000
|
64.520.000
|
Total Biaya (Investasi +
Operasional)
|
107.520.000
|
64.520.000
|
64.520.000
|
64.520.000
|
III. Produksi
|
||||
1. Berat Bibit
|
||||
2. Berat Produksi
|
||||
3. Berat Total
|
||||
4. Penerimaan Penjualan Rmpt Lt (Berat Kering)
|
72.800.000
|
72.800.000
|
72.800.000
|
72.800.000
|
Pendapatan
|
-34.720.000
|
8.280.000
|
8.280.000
|
8.280.000
|
Sumber
: Statistik Pertanian Lembata, 2015 (diolah)
Berdasarkan data-data asumsi
pada Tabel 3 maka dapat dilakukan analisis kelayakan usaha budidaya rumput laut
yang disajikan pada Table 4.
Tabel
4. Hasil Analisis kelayakan Finansial usaha budidaya Rumput Laut
Periode
|
Penerimaan
|
Total Biaya
|
DF 12%
|
PV
|
PV
|
Net Present Value
|
Penerimaan
|
Total Biaya
|
|||||
1
|
72.800.000
|
107.520.000
|
0.9804
|
71.372.549
|
105.411.765
|
-34.039.216
|
2
|
72.800.000
|
64.520.000
|
0.9612
|
69.973.087
|
62.014.610
|
7.958.478
|
3
|
72.800.000
|
64.520.000
|
0.9423
|
68.601.066
|
60.798.637
|
7.802.429
|
4
|
72.800.000
|
64.520.000
|
0.9238
|
67.255.947
|
59.606.507
|
7.649.440
|
5
|
72.800.000
|
64.520.000
|
0.9057
|
65.937.203
|
58.437.752
|
7.499.451
|
6
|
72.800.000
|
64.520.000
|
0.8880
|
64.644.317
|
57.291.914
|
7.352.403
|
7
|
72.801.300
|
64.520.000
|
0.8706
|
63.377.913
|
56.168.543
|
7.209.370
|
8
|
72.802.600
|
64.520.000
|
0.8535
|
62.136.318
|
55.067.199
|
7.069.119
|
9
|
72.803.900
|
64.520.000
|
0.8368
|
60.919.047
|
53.987.450
|
6.931.597
|
10
|
72.805.200
|
64.520.000
|
0.8203
|
59.725.622
|
52.928.872
|
6.796.750
|
11
|
72.806.500
|
64.520.000
|
0.8043
|
58.555.577
|
51.891.051
|
6.664.526
|
12
|
72.807.800
|
64.520.000
|
0.7885
|
57.408.453
|
50.873.580
|
6.534.874
|
Total
|
|
|
|
407.784.169
|
403.561.184
|
45.429.220
|
NPV =
|
45.429.220
|
|||||
BCR =
|
2,33
|
|||||
IRR =
|
19%
|
Sumber
: Statistik Pertanian Lembata, 2015 (diolah)
Berdasarkan
pada hasil analisis kelayakan financial usaha budidaya rumput laut yang
diajukan untuk beberapa kawasan di Kabupaten Lembata dapat dinyatakan layak secara financial dengan Net Present Value sebesar Rp. 45.429.220 untuk 12 periode tanan dan nilai Benefit
Cost ratio sebesar 2,33 yang berarti pengeluaran biaya sebesar Rp.
1 akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 2,33 dan nilai Internal
Rate Return sebesar 19% yang lebih besar dari Discout factor yang
digunakan yaitu 12%.
B.
Jambu Mete
Produksi jambu mete untuk Kabupaten Lembata
berdasarkan kecamatan untuk tahun 2014-2015 dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel
5. Luas Dan Produksi Jambu Mete Kabupaten Lembata 2012-2013
No
|
Kecamatan
|
Luas Areal (Ha)
|
Produksi (Ton)
|
||
Belum Menghasilkan
|
Sudah Menghasilkan
|
Total
|
|||
1
|
Nagawutung
|
677.00
|
621.00
|
1,298.00
|
187.00
|
2
|
Wulandoni
|
692.00
|
516.00
|
1,208.00
|
181.40
|
3
|
Atadei
|
274.00
|
311.00
|
585.00
|
123.40
|
4
|
Ile
Ape
|
478.00
|
633.00
|
1,111.00
|
137.00
|
5
|
Ile
Ape Timur
|
125.50
|
53.50
|
179.00
|
8.70
|
6
|
Lebatukan
|
537.00
|
839.00
|
1,376.00
|
176.00
|
7
|
Nubatukan
|
834.00
|
774.00
|
1,608.00
|
157.90
|
8
|
Lebatukan
|
626.00
|
498.00
|
1,124.00
|
140.40
|
9
|
Buyasuri
|
413.00
|
555.00
|
968.00
|
189.00
|
Total
2013
|
4,656.50
|
4,800.50
|
1,740.00
|
1,300.80
|
|
Total
2012
|
4,306.50
|
4,800.50
|
1,687.00
|
1,300.80
|
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Lembata
Merujuk pada data satistik diatas maka komoditi
ini mempunyai potensi pengembangan yang cukup baik di Kabupaten Lembata karena
secara fisik dan klimat tanaman jambu mete dapat berkembang di wilayah ini. Mempertimbangkan
potensi peengembangnnya ke depan maka perlu untuk dilakukan analisis kelayakan
untuk budidayaa tanaman jambu mete. Berdasarkan pada data-data yang tersedia
dan asumsi yang diajukan untuk analisis kelayakan financial pengembangan
tanaman jambu mete di Kecamatan Lebatukan
khususnya disajikan berikut ini.
a.
Aspek Produksi
Persiapan
Lahan
Jambu mente termasuk tanaman yang cepat tumbuh
dan tahan kering karena mempunyai perakaran yang dalam. Karena itu tanaman ini
banyak digunakan sebagai tanaman untuk rehabilitasi lahan kritis sebagai
tanaman penghijauan dan pencegah erosi. Selain itu tanaman ini mempunyai nilai
ekonomis yang cukup tinggi karena hampir semua bagian tanaman dapat
dimanfaatkan. Lahan yang digunakan untuk penanaman mente dapat berasal dari
lahan alang-alang semak belukar, lahan primer atau lahan konversi. Pada lahan
alang-alang dan semak belukar cara pembukaan lahan dilakukan dengan pembabatan
secara manual atau menggunakan herbisida. Pada lahan primer dilakukan dengan
cara menebang pohon-pohon, sedangkan yang dari konversi dilakukan dengan
menebang atau membersihkan tanaman yang terdahulu.
Penanaman
Bibit tanaman mente harus bermutu baik, karena
bibit yang bermutu, akan menghasilkan buah yang banyak dan bermutu. Perbanyakan
bibit mente dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif. Umumnya petani
menanam dari biji-bijinya. Sebelum ditanam, biji mente harus disemaikan dulu.
Penyemaian dapat dilakukan di bedengan atau di dalam kantong plastik. Setelah
bibit berumur 3-4 bulan, bibit siap dipindahkan ke kebun. Sebelum bibit tanaman dipindahkan ke kebun, dibuat dahulu
lubang tanaman dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm kemudian dibiarkan selama 4 - 6
minggu, sebelum bibit tanaman di lubang tersebut.
Tanaman mente monokultur, jarak tanam
yang dianjurkan adalan 10 x 10 m atau 8 x 8 m atau dapat juga dilakukan dengan
jarak tanam yang lebih rapat 6 x 6 m untuk tanaman muda. Kemudian secara
bertahap dilakukan penjarangan pohon sehingga jarak tanaman menjadi 12 x 12 m.
Dengan jarak 6 x 6 m, jumlah tanaman mente adalah 272 pohon/ha. Kemudian ketika
tanaman berumur 7 - 8 tahun dilakukan penjarangan pohon, sedemikian rupa
sehingga jarak tanaman menjadi 6 x 12 m dan jumlah tanaman menjadi 207
pohon/ha. Ketika tanaman berumur 9 - 10 tahun dilakukan penjarangan lagi
sehingga jumlah tanaman tinggal 138 pohon/ha. Penjarangan tanaman dilakukan
karena tajuk tanaman pada umur tersebut sudah saling bersentuhan.
Pemupukan
Tanaman mente dapat dipupuk dengan
pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik, terutama pupuk kandang diberikan
pada saat penanaman bibit dengan dosis sekitar 20 kg/pohon. Pemupukan
berikutnya dilakukan dengan menggunakan pupuk anorganik. Dosis yang diberikan
tergantung dari umur tanaman.
Pemberantasan Hama dan Penyakit Tanaman
Hama utama tanaman mente adalah ulat
kipat (Cricula sp). Hama ini dapat menyerang tanaman dengan memakan
daunnya sampai tanaman menjadi gundul dalam waktu singkat. Dengan demikian
tanaman tidak dapat berproduksi sama sekali. Awalnya, ulat kipat akan memakan
daun muda, kemudian ke daun tua. Bila tanaman sudah gundul, ulat tersebut akan
menyerang tanaman lainnya seperti mangga, kedondong dan beringin.
Pengendalian hama ini dapat dilakukan
secara terpadu dengan cara mekanis dan kimiawi. Cara mekanis dilakukan jika
serangan ulat masih rendah, yaitu dengan jalan mamatikan setiap ulat dan
kupu-kupu yang ditemukan di pohon. Penyakit tanaman yang sering menyerang
tanaman jambu mente adalah penyakit layu tanaman yang disebabkan oleh jamur
Phytophtora palmivora, Fusarium sp dan Phylium sp, penyakit layu daun yang disebabkan
oleh bakteri Phytopthora solanacearum dan penyakit yang menyebabkan bunga
rontok atau buah busuk akibat serangan dari Colletotrichum sp, Botryodiplodia
sp dan Pestalotipsis sp. Untuk memberantas penyakit tersebut, beberapa
fungisida yang umum digunakan antara lain adalah Dithane M-45, Delsene MX 200,
Difolatan 4F dan Cuporxy Chloride.
Panen
Tanaman mente mulai dipanen saat
tanaman berumur 3-4 tahun. Buah mente menjadi masak sesudah berumur 60-70 hari
sejak munculnya bunga. Di Indonesia, masa panen buah pala umumnya berlangsung
dari bulan Agustus sampai dengan Desember. Musim panen buah mente tergantung
dari lokasi. Produktivitas jambu mente
sejak tahun ke - 4 sampai dengan tahun ke-24 sejak penanaman yang digunakan
sebagai asumsi dalam perhitungan analisa keuangan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel
6. Perkiraan Produksi Jambu Mete
Tahun
|
Jumlah
pohon
|
Produksi
/pohon
|
Produksi
(Kg/ Ha)
|
|
gelondong
|
kacang
|
|||
3
|
276
|
-
|
-
|
-
|
4
|
276
|
2,00
|
552,00
|
138 ,00
|
5
|
276
|
2,50
|
690,00
|
173 ,00
|
6
|
276
|
3,00
|
828,00
|
207 ,00
|
7
|
276
|
3,50
|
966,00
|
242 ,00
|
8
|
207
|
5,00
|
1.035,00
|
259 ,00
|
9
|
207
|
6,00
|
1.242,00
|
311 ,00
|
10
|
207
|
7,50
|
1.553,00
|
388 ,00
|
11
|
138
|
10,00
|
1.380,00
|
345 ,00
|
12
|
138
|
10,50
|
1.449,00
|
362 ,00
|
13
|
138
|
11,00
|
1.518,00
|
380 ,00
|
14
|
138
|
11,50
|
1.587,00
|
397 ,00
|
15
|
138
|
12,00
|
1.656,00
|
414 ,00
|
16
|
138
|
12,50
|
1.725,00
|
431 ,00
|
17
|
138
|
13,00
|
1.794,00
|
449 ,00
|
18
|
138
|
13,50
|
1.863,00
|
466 ,00
|
19
|
138
|
14,00
|
1.932,00
|
483 ,00
|
20
|
138
|
14,50
|
2,001,00
|
500 ,00
|
21
|
138
|
15,00
|
2.070,00
|
518 ,00
|
22
|
138
|
15,50
|
2.139,00
|
535 ,00
|
23
|
138
|
16,00
|
2.208,00
|
552 ,00
|
24
|
138
|
16,50
|
2.277,00
|
569 ,00
|
Rata-rata
|
1.546,00
|
Keterangan
: Konversi mente gelondong ke kacang mente adalah 4 :1
Mendapatkan biji mente yang berkualitas baik, sebaiknya
buah mente dipanen pada kondisi masak penuh.Kondisi tersebut ditandai dengan
jatuhnya buah. Buah semu kemudian dipisahkan dari biji mentenya. Selanjutnya
biji mente gelondongan dikeringkan dengan sinar matahari sampai kadar ari
mencapai 12 - 8%. Pengeringan ini akan memakan waktu selama 4-5 hari,
tergantung dari kondisi cuaca. Biji mente gelondongan kering kemudian disortasi
dan dipisahkan (grading) berdasarkan kualitasnya.
Biji mente gelondong kering oleh petani
kemudian dapat diolah menjadi kacang
mente dalam home industry atau
langsung dijual ke pedagang pengumpul, ekspor atau industri pengolahan biji
mente. Rendemen biji mente terhadap mente gelondong sekitar 25%. Jika petani
mengolah sendiri biji mente gelondong menjadi kacang mente, maka mereka akan
mendapatkan nilai tambah yang cukup tinggi. Peralatan yang diperlukan dalam
pengolahan mente ini hanyalah suatu alat sederhana yang disebut kacip.
Kapasitas kerja pengolahan biji mente dengan kacip sederhana tersebut rata-rata
adalah 20 kg mente gelondong per orang per hari.
b. Aspek Keuangan
Umum
Analisa ini diharapkan dapat menjawab
pertanyaan, apakah para petani jambu mete akan mendapat nilai tambah dari usaha
ini, serta apakah secara finansial mampu mengembalikan kredit yang diberikan
oleh bank dalam jangka waktu yang wajar. Perhitungan ini didasarkan pada
kelayakan usaha setiap petani dengan luas lahan 2 (dua) hektar yang akan
melakukan ekstensifikasi ataupun intensifikasi kebun mentenya.
·
Untuk kegiatan ekstensifikasi, Perusahaan inti akan terlibat
kegiatan sejak awal, mulai kegiatan pembukaan lahan sampai tanaman
menghasilkan. Pemberian kredit, dengan demikian, meliputi semua kegiatan
pembangunan tanaman dan non-tambahan, serta telah memasukkan bunga masa
konstruksi (Interest During Construction,
IDC) selama 3 tahun;
·
Untuk kegiatan intensifikasi, diasumsikan petani sudah mempunyai
kebun mente yang sudah berbuah (minimum 4 tahun), dan biaya penanamannya
berasal dari sumber dana petani sendiri. Dengan demikian, kredit hanya
digunakan untuk pembelian beberapa peralatan pertanian kecil (non-tanaman) dan
asuransi kredit, sedangkan sebagian besar merupakan biaya sarana produksi dan
tenaga kerja untuk Tanaman Menghasilkan Tahun ke-1
Skim kredit yang digunakan dalam
analisa keuangan ini adalah Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA)
dengan bunga 16% per tahun pada masa produktif. Untuk ekstensifikasi, selama
tanaman belum menghasilkan, plasma diberikan masa tenggang (grace period) dengan bunga pinjaman 14%
per tahun. Pembayaran angsuran kredit (bunga dan pokok) untuk proyek ekstensifikasi
dimulai pada waktu tanaman petani sudah menghasilkan, yaitu pada tahun ke
empat, sedangkan untuk proyek intensifikasi angsuran kredit (bunga dan pokok)
dilakukan pada tahun itu juga (pada saat panen)
Kebutuhan Biaya
Biaya investasi untuk ekstensifikasi
maupun intensifikasi kebun jambu mente rakyat digunakan untuk biaya investasi
tanaman dan non tanaman. Perincian biaya investasi untuk 2 ha kebun jambu mente
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kebtuhan Biaya untuk
usahatani jambu Mete per 2 Ha
Kebutuhan Biaya
|
Nilai (Rp/2Ha)
|
|
Ekstensifikasi
|
Intensifikasi
|
|
A.
Investasi Tanaman
|
11.528.630
|
|
- Tahun 0 (TBM 0)
|
7.103.500
|
|
- Tahun 1 (TBM 1)
|
1.658.220
|
|
- Tahun 2 (TBM 2)
|
1.229.790
|
|
- Tahun 3 (TBM 3)
|
1.537.120
|
|
- Tahun Menghasilkan (TM-1)
|
2.204.450
|
|
Jumlah Investasi Tanaman
|
11.528.630
|
12.630.855
|
B.
Investasi Non Tanaman
|
2.407.837
|
2.047.837
|
Total Investasi Tan. Dan Non Tanaman
|
13.576.467
|
13.576.467
|
Biaya Umum
|
1.710.000
|
900.000
|
Jumlah Investasi
|
15.286.467
|
14.476.467
|
Bunga Masa Konstruksi (IDC
|
6.309.000
|
|
Jumlah Keseluruhan
|
21.595.467
|
14.476.467
|
Sumber : Statistik Pertanian
Lembata, 2013 (diolah)
Biaya investasi ekstensifikasi tanaman mente pada
Tahun ke-0 (TBM 0) digunakan untuk pembukaan lahan (land clearing), pembuatan lubang, penanaman tanaman pelindung dan
tanaman mente, serta pembuatan teras. Adapun biaya Tahun ke-1 (TBM-1), ke-2
(TBM-2), ke-3 (TMB-3) digunakan untuk perawatan tanaman belum menghasilkan,
seperti penyulaman, pemupukan dan pencegahan hama dan penyakit.
Investasi non-tanaman digunakan untuk pembangunan
prasarana kebun seperti jalan kebun, dan juga digunakan untuk pembayaran
jaminan kredit, jika kredit ini dijaminkan ke perusahaan penjamin kredit
seperti Perum PKK (Pembiayaan Kredit Koperasi), Askrindo atau PKPI (Penjamin
Kredit Pengusaha Indonesia). Selain itu dimasukkan juga dalam komponen biaya
tersebut adalah biaya umum (management
fee) yang besarnya maksimum 5% dan harus jelas perincian penggunaannya.
Mengacu pada intensifikasi kebun mente, biaya
yang diperlukan adalah untuk pembelian sarana produksi, peralatan pertanian
kecil dan biaya tenaga kerja. Bantuan kredit perbankan diberikan untuk
pembelian sarana produksi pertanian, peralatan pertanian dan biaya tenaga kerja
pemeliharaan tanaman (misalnya untuk pemangkasan). Jumlah biaya untuk
intensifikasi tersebut diperlihatkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Kebutuhan Dana Untuk Intensifikasi Kebun Mente
Rakyat
Kebutuhan
Biaya
|
Nilai
(Rp/Ha)
|
Sumber Dana
|
|
Kredit
|
dana Sendiri
|
||
Pembangunan Kebun
|
5.764.314
|
5.764.315
|
|
Pemeliharaan TM :
|
|
||
Bahan dan Alat
|
583.825
|
583.825
|
|
Tenaga kerja
|
518.400
|
518.400
|
|
Biaya Non-tanaman
|
865.400
|
865.400
|
|
Biaya Umum
|
450.000
|
450.000
|
|
Asuransi Kredit
|
135.000
|
135.000
|
|
Jumlah
|
8.316.940
|
.552.625
|
5.764.315
|
Sumber : Statistik Pertanian
Lembata, 2013 (diolah)
Proyeksi
Laba/Rugi
Proyeksi laba-rugi memberikan gambaran tentang
keuntungan atau kerugian usaha perkebunan mente di masa mendatang. Asumsi dasar
yang digunakan untuk perhitungan laba atau rugi ini adalah menyangkut kualitas
kacang mente yang dijual oleh petani. Produktivitas lahan (selama Tahun ke-3
hingga Tahun ke-11) diasumsikan rata-rata 1.546 kg/ha dengan kisaran antara 550
- 2.280 kg/ha. Pada pola ekstensifikasi, analisa laba-rugi dilakukan sejak
tanaman mulai menghasilkan (yaitu pada Tahun ke-3) sampai akhir Tahun ke-23. Sedangkan
untuk pola intensifikasi tanaman menghasilkan dianggap mulai tahun ke-1
(sekalipun sebelumnya sudah menghasilkan dengan produktivitas relatif rendah)
hingga Tahun ke-20.
·
Pada
pola ekstensifikasi, pada tahun pertama mente berbuah keuntungan petani hanya
Rp. 400 ribu/tahun, maka pada tahun berikutnya keuntungannya meningkat sejalan
dengan peningkatan produkstivitas kebun. Pada tahun ke-11 keuntungan bersih
petani sebesar Rp. 13,6 juta/tahun. Secara rinci,proyeksi laba-rugi terdapat
pada lampiran A-09;
·
Pada
pola intensifikasi pada tahun pertama mente berbuah, keuntungan petani mencapai
Rp. 3,1 juta/tahun, maka pada tahun ke-6 keuntungan menjadi Rp 11,8 juta/tahun.
Pada tahun ke-11, keuntungan bersih petani sebesar Rp. 16,5 juta/tahun.
Tabel 9. Proyeksi Laba-Rugi Kebun Mente
Nilai (Rp./2Ha)
|
||||
Ekstensifikasi
|
Intensifikasi
|
|||
URAIAN
|
Thn ke-4
|
Thn ke-11
|
Thn ke-1
|
Thun ke-11
|
Hasil Penjualan
|
8,004,000
|
20,010,000
|
8,004,000
|
23,011,500
|
Biaya Usaha Tani
|
7,560,422
|
4,823,373
|
4,532,697
|
4,675,663
|
Pajak, dll
|
44,358
|
1,518,663
|
347,130
|
1,833,584
|
LABA BERSIH
|
399,220
|
13,667,964
|
3,124,173
|
16,502,253
|
Sumber
: Statistik Pertanian Lembata, 2015 (diolah)
Proyeksi Arus Kas
Dengan mengatur seluruh dana
pembiayaan dari bank dan adanya grace
period selama 3 tahun (untuk proyek Ekstensifikasi), maka selama masa
proyek berlangsung tidak terjadi defisit anggaran. Petani dapat mengembalikan
pokok dan bunga pinjaman dalam waktu yang telah ditentukan, yaitu selama 7
tahun, dimulai pada Tahun ke-4 hingga Tahun ke- 10. Setelah tahun ke-11 petani
sudah dapat mandiri, artinya dari tabungan mereka petani dapat membiayai
sendiri usahanya.
Demikian pula, untuk proyek
Intensifikasi, selama masa proyek berlangsung tidak terjadi defisit anggaran.
Petani dapat mengembalikan pokok dan bunga pinjaman dalam waktu yang telah
ditentukan, yaitu selama 3 tahun, dimulai pada Tahun ke-1 hingga Tahun ke-3
.Setelah tahun ke-4 petani sudah dapat mandiri, artinya dari tabungan mereka,
petani dapat membiayai sendiri usahanya.
Kriteria
Kelayakan
Untuk menilai kelayakan proyek ini
digunakan kriteria Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return (IRR),
Benefit Cosh Ratio (B/C), Break Even Point (BEP) dan Pay back Period, seperti tampak pada
Tabel 10.
Tabel 10. Kriteria Kelayakan Usaha
Kebun Mente Rakyat
Kriteria
Kelayakan
|
Ekstensifikasi
|
Intensifikasi
|
NPV (df= 16%)
|
Rp 28.235.669
|
Rp 65.257.687
|
B/C
|
2,50
|
10,05
|
IRR
|
27,96%
|
93,57%
|
Sumber
: Statistik Pertanian Lembata, 2013 (diolah)
Berdasarkan hasil analisis yang ditampilkan pada
Tabel 10 dapat dikatakan bahwa usaha pengembangan budidaya tanaman jambu mete LAYAK secara financial dengan Net
Present value sebesar Rp. 28.235.669 untuk usaha eksstensifikasi
dan Rp. 65.257.687 untuk usaha yang
bersifat intensifikasi. Nilai Benefit
Cost Ratio untuk usaha yang bersifat ekstensifikasi yakni sebesar 22,50,
ini berarti setiap biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp. 1 akan mendatangkan pendapatan bersih sebesar Rp. 2,50.
Sementara untuk usaha yang bersifat intensifikasi nilai benefit cost ratio adalah sebesar 10,05, ini berarti setiap
biaya Rp, 1,- akan mendatangkan pendapatan bersih sebesar Rp. 10,05. Nilai Internal rate return untuk usaha yang
bersifat intensifikasi sebesar 27,96% dan untuk ekstensifikasi sebesar
93,57% kedua-duanya lebih besar dari
nilai discount factor yang diguinakan
yakni 12%.
C. Penggemukan Sapi PFH Jantan
Modal
investasi
Modal investasi pada usahapenggemukan sapi
PFH jantan adalah pembuatan kandang
danpembelian peralatan. Rata-rata investasiuntuk pembuatan kandang sebesar Rp. 8.050.000,00.
Rata-rata investasi pembelianperalatan sebesar Rp 75.633,00.
Tabel 11. Rata-Rata
Biaya Operasional Usaha Penggemukan Sapi PFH Jantan Skala 4 Ekor/Tahun
Uraian
|
Biaya
(Rp)
|
Bakalan
|
16.445.569,62
|
Pakan
|
4.050.970,46
|
Tenaga kerja
|
1.002.109,70
|
Kesehatan
|
27.004,22
|
Perbaikan kandang
|
67083,33
|
Peralatan
|
19.616,67
|
Pajak listrik
|
112.450,00
|
Sumber : Statistik Pertanian Lembata, 2015
(diolah)
Biaya
Operasional
Biaya operasional dalam usahapenggemukan sapi
PFH jantan berupa bakalan, biaya
pakan,kesehatan, tenaga kerja, pembelian alat,perbaikan kandang serta pajak
listrik dapatdilihat pada Tabel 11.
Sapi bakalan yang digemukkan yaitu sapi PFH jantan yangberumur antara 1,5
- 2 tahun dengan lamapemeliharaan yang dilakukan rata-rata 158 hari.
Persyaratan pemilihan bakalan untukdigemukkan yaitu sapi yang berumur lebihdari
1,5 tahun, karena pada umur tersebutsapi sudah dewasa tubuh sehingga pakanyang
diberikan tidak digunakan untukpertumbuhan kerangka atau tulang
tetapidimanfaatkan sepenuhnya untuk pertumbuhan daging. Rata-rata pemeliharaan
ternak sapiPFH jantan dalam satutahun
adalah 4 ekor. Rata-rata biayapembelian bakalan sebesar Rp. 16.445.569,62/ tahun.
Pakan yang diberikan adalah berupapakan
hijauan dan pakan tambahan. Pakanhijauan pada umumnya diberikan dalamjumlah 10%
dari bobot badan sedangkanpakan tambahan diberikan dalam jumlah 1% dari bobot
badan (Sugeng, 2003). Rata-rata biaya pakan usaha penggemukan sapi PFH jantan
sebesar Rp 4.050.970,46/tahun.
Kesehatan ternak sangat perlu diperhatikan
dalam usaha peternakan. Pemeriksaan kesehatan ternak oleh dokter hewan hanya
dilakukan pada saat ternak sakit dan tidak dapat ditangani sendiri oleh peternak.
Penanganan penyakit oleh peternak dilakukan dengan memberikan ramuan atau jamu
tradisional yang diambil dari alam sekitar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
biaya kesehatan usaha penggemukan sapi PFH jantan rata-rata sebesar Rp
27.004,22/tahun.
Annas (2011) menyatakan bahwatenaga kerja
yang diperuntukkan dalam usaha tani pada umumnya adalah tenaga kerja keluarga.
Tenaga kerja dalam penelitian ini adalah tenaga kerja keluarga yang dicurahkan
untuk usaha penggemukan sapi PFH jantan seperti halnya untuk memberi pakan dan
membersihkan kandang. Hasil penelitian diperoleh rata-rata biaya tenaga kerja
sebesar Rp 1.002.109,70/tahun. Waktu yang dicurahkan untuk bekerja dalam usaha
ternak sapi PFH jantan rata-rata 1,5jam/hari. Perhitungan biaya tenaga kerja berdasarkan
upah harian tenaga kerja didaerah penelitian yaitu Rp 25.000,00/hari dan waktu
bekerja 8 jam untuk pekerjaan buruh tani. Rata-rata biaya peralatan dalam usaha
penggemukan sapi PFH jantan sebesar Rp 19.616,67. Biaya peralatan meliputi
pembelian alat yang digunakan dalam usaha ternak, dalam hal ini adalah
peralatan yang habis pakai dalam waktu kurang dari satu tahun.
Perbaikan kandang dilakukan saat terjadi
kerusakan pada kandang, misalnya mengganti genting yang pecah, dinding yang rusak
atau pagar yang rusak. Besarnya biaya perbaikan kandang pada usaha penggemukan
sapi PFH jantan sebesar Rp 67.083,33/tahun. Listrik digunakan untuk penerangan kandang.
Air kebanyakan berasal dari mata air pegunungan yang sudah disalurkan kebak
penampungan. Pengambilan air dari bak penampungan dengan menggunakan ember dan
ada yang menggunakan mesin pompa air untuk menyalurkan air ke rumah. Biaya
penggunaan listrik adalah untuk pemakaian lampu kandang dan pompa air. Hasil penelitian
menunjukkan rata-rata biayalistrik sebesar Rp 112.450,00/tahun.
Penerimaan
Penerimaan disebut juga denganpendapatan
kotor yang dirumuskan sebagai berikut:
Pr = Y x Py
Keterangan:
Pr =
Penerimaan
Y =
Jumlah Produksi
Py =
Harga Per Satuan (Suratiyah, 2006).
Penerimaan usaha ternak sapi PFH jantan
berupa penjualan sapi hidup dan pupuk dari kotoran ternak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penjualan ternak dengan rata-rata kepemilikan 4 ekor/tahun
sebesar Rp. 25.703.234,88 dengan pemeliharaan 2 kali periode per tahun. Harga
ternak diasumsikan dengan umur dan nilai ternak pada saat penelitian.
Penerimaan dari kotoran ternak berupa pupuk
kandang yang telah kering. Penerimaan dihitung berdasarkan nilai cash dari hasil penjualan secara cash dan noncash.
Pupuk kandang digunakan sendiri oleh peternak dan selebihnya dijual dengan
harga Rp. 500,00/kg. Hasil penelitian menunjukkan jumlah pupuk kandang kering
rata-rata 2.022,616 kg/tahun dan rata-rata penjualan pupuk kandang per tahun
sebesar Rp. 1.011.308,02.
Pendapatan
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan
dengan biaya yang dikeluarkan yang dirumuskan sebagai berikut:
PdU = PrU – Bm
Keterangan:
PdU =
Pendapatan usahatani
PrU =
Penerimaan usahatani
Bm =
Biaya Total usahatani(Suratiyah, 2006).
Penerimaan
usaha penggemukan sapi PF Hjantan
sebesar Rp. 26.714.543,00/tahun.
Tabel 12. Hasil Analisis Investasi Usaha
Penggemukan Sapi PFH Jantan
Uraian
|
Hasil
|
Net
Present Value (NPV)
|
Rp. 14,743,636.69
|
Internal
Rate of Return (IRR)
|
1.901838732
|
Net
Benefit Cost Ratio (BCR)
|
30%
|
Sumber : Statistik Pertanian Lembata,
2015 (diolah)
Analisis Finansial Usaha PenggemukanSapi PFH
Jantan
Cash flow usaha penggemukan sapi PFH jantan investasi selama
6 tahun dapat dilihat pada tabel 12.
Pemeliharaan ternak dalam setiap periode
rata-rata 158 hari. Biaya penyusutan kandang dalam analisis dimasukkan dalam biaya
perbaikan kandang. Nilai NPV, IRR,BCR dan PPC berdasarkan investasi selama 6
tahun dengan discount
factor 12% pertahun
dapat dilihat pada Tabel 11. Nilai NPV sebesar Rp 14,743,636.69.
Usaha penggemukan sapi PFH jantan layak untuk diusahakan karena NPV > 0 atau
positif. Menurut Pudjosumarto (2002), kriteria bahwa NPV >0 proyek dapat
diterima atau layak untuk dijalankan, jika suatu proyek NPV < 0 maka tidak
akan dipilih atau tidak layak untuk dijalankan.
Hasil analisis nilai IRR > 12% yaitu 46,3%,
maka usaha penggemukan sapi PFH jantan layak untuk diusahakan. IRR menunjukkan
kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan returns atau tingkat keuntungan yang dapat dicapainya.
Kriteria investasi IRR ini memberikan pedoman bahwa usaha akan dipilih apabila
IRR lebih besar dari social
discount rate dan
sebaliknya, apabila IRR lebih kecil dari social discount rate maka usaha tidak akan dipilih
(Pudjosumarto,2002). Hasil analisis nilai BCR yang diperoleh pada penelitian 1,9. Nilai BCR
ini menunjukkan bahwa usaha penggemukan sapi PFH jantan layak untuk dijalankan.
Nitisemito dan Burhan (1995), menyatakan bahwa proyek dinyatakan layak dan
dipilihapabila net B/C >1, sebaliknya bila proyek memberi hasil net B/C <1, proyek tidak layak dan tidak akan
diterima.
Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan yang
telah dilakukan atas investasi usaha ternak sapi PFH jantan dengan menggunakan
umur investasi 6 tahun discount
factor 12% memiliki
nilai NPV, IRR, dan BCR berturut-turut sebesar: Rp 14,743,636.69;
46,3 %, 1,9. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa usaha ternak sapi PFH
jantan layak untuk diusahakan.
Tabel 13. Cash Flow Usaha Penggemukan Sapi PFH Jantan
Sumber : Statistik Pertanian Lembata, 2015
(diolah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar