Penyusunan Naskah Akademik
Organisasi Perangkat Daerah
Menurut PP Nomor 18 Tahun 2016 di Kabupaten Lembata
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Dalam alinea keempat, Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia menyatakan tujuan
dibentuknya Negara Republik Indonesia adalah “Melindungi segenap bangsa
Indonesia dan tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejateraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud,
maka dalam Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 ditentukan bahwa Negara Indonesia ialah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik. Lebih lanjut di dalam Pasal 18 menyatakan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas
kabupaten/kabupaten, yang setiap provinsi dan kabupaten, itu mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan
undang-undang serta berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, termasuk berhak menetapkan
peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan
tugas pembantuan. Pikiran rasional untuk memberikan otonomi kepada
daerah, yang telah dituangkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 ini, bertujuan
untuk mencapai kesejahteraan di tingkat lokal/daerah yang pada akhirnya
menopang tercapainya tujuan Negara Republik Indonesia.
Kebijakan Otonomi Daerah/Desentralisasi ini, penting
dalam rangka perbaikan manajemen pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan
yang terpusat dengan kondisi geografis yang luas dan penduduk yang banyak dan
beranekaragam dianggap tidak mampu memberikan kesejahteraan pada masyarakat. Melalui
Desentralisasi rentang kendali tidak terlampau luas dan tuntutan masyarakat
terhadap pelayanan dapat dipenuhi oleh pemerintahan tingkat lokal secara cepat, tepat, dan murah. Agar pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah dapat berjalan optimal, maka terlebih dahulu perlu
diidentifikasi elemen-elemen yang membentuk pemerintahan daerah sebagai suatu
entitas pemerintahan, untuk dijadikan dasar melakukan perbaikan, penataan dan
juga perubahan mengikuti dinamika kebutuhan yang ada. Elemen dasar dimaksud
yaitu urusan pemerintahan, kelembagaan, personil, keuangan, perwakilan daerah,
pelayanan publik dan pengawasan. Implementasi dari ketujuh elemen ini sesungguhnya
akan berimplikasi pada lahirnya demokratisasi dan kesejahteraan di tingkat
lokal. karena itu, penataan terhadap
ketujuh aspek penting ini secara terus menerus akan semakin mendekatkan pada
pencapaian tujuan otonomi itu sendiri.
Implementasi dari konsep strategis di atas adalah ditetapkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan diikuti
dengan peraturan pelaksananya yang memberikan ruang kewenangan bagi daerah
untuk melaksanakan urusan di daerah. Sebagaimana diketahui sejak kemerdekaan Negara Indonesia sampai Orde
Baru secara berturut-turut antara lain : Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957,
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan sejak
reformasi sampai sekarang telah terjadi tiga kali perubahan fundamental dalam
Undang-Undang Pemerintahan Daerah, yaitu
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
jo. Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan terakhir Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan
kedua atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
9 Tahun 2015) sebagai upaya mengakomodasi dinamika kepentingan yang berkembang
dalam masyarakat. Adapun substansi pengaturan tersebut meliputi hubungan pemerintah pusat dan daerah,
penyelenggaraan pemerintahan daerah, urusan pemerintahan, pembinaan dan
pengawasan, penataan daerah, perangkat daerah, keuangan daerah dan juga
pengembangan demokrasi lokal. Aspek-aspek inilah yang dianggap penting
untuk diatur sehingga penyelenggaraan desentralisasi memberikan dampak
kesejahteraan bagi masyarakat di daerah.
Satu dari 7 (tujuh) elemen dasar yang perlu dikaji
secara mendalam dan komprehensif adalah menyangkut Perangkat/kelembagaan Daerah. Hal yang
mendasari pemikiran bahwa kelembagaan harus dikaji secara mendalam dan
komperhensif adalah bahwa kewenangan daerah tidak mungkin dapat dilaksanakan
kalau tidak diakomodir dalam kelembagaan daerah. Kelembagaan daerah merupakan
wadah atau sarana berlangsungnya penyelenggaraan urusan yang menjadi kewenangan
daerah tersebut. Kehadiran kelembagaan daerah memberikan kejelasan dalam
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah. karena itu, penataan terhadap kelembagaan daerah merupakan
bagian penting dalam mendukung pencapaian tujuan otonomi daerah.
Dalam konteks penyelenggaraan Pemerintahan di
daerah maka terdapat dua lembaga penting yang membentuk pemerintahan daerah,
yaitu: kelembagaan untuk pejabat politik yaitu kelembagaan kepala daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD); dan kelembagaan untuk pejabat karir yang
terdiri dari perangkat daerah (sekretariat, dinas, badan, dan kecamatan). Kedua
kelembagaan ini sejatinya merupakan titik bidik atau fokus dalam upaya penataan
dan perbaikan sehingga berjalan dalam koridor penyelenggaraan tugas dan fungsi
yang ditetapkan. Terkait dengan kelembagaan politik perbaikan seringkali
dilakukan pada pola hubungan antara kepala daerah dan DPRD. Implikasinya pada
regulasi yang adapun lebih banyak mengatur tentang bagaimana menemukan hubungan
yang harmonis bagi kedua pihak. Selanjutnya, terkait kelembagaan untuk
birokrasi, fokus perhatian diarahkan pada beberapa aspek. Hal ini mengingat
keberadaan kelembagaan ini selain menjadi pendukung keberhasilan
penyelenggaraan otonomi daerah, tetapi juga
wadah bagi ribuan orang yang telah mengorbankan diri untuk bekerja
sebagai birokrat. Para pegawai ini telah menjadi intrumen kekuasaan untuk
menjalankan roda pemerintahan dan mewujudkan visi dan misi organisasi. Disisi
lain penataan kelembagaan harus memperhatikan asas: (1) intensitas
Urusan Pemerintahan dan potensi Daerah; (2). efisiensi; (3).
efektivitas; (4). pembagian habis tugas; (5).
rentang kendali; (6). tata
kerja yang jelas; dan (7). fleksibilitas sehingga mampu
memenuhi pencapaian tujuan otonomi daerah. Kompleksitas persoalan yang ada dan
banyaknya aspek yang dipertimbangkan, menyebabkan kelembagaan pemerintah
daerah ditetapkan dengan mengacu pada
pedoman yang terukur dan kajian argumentasi yang rasional.
Pembenahan perangkat daerah sebagai wadah karir
birokrasi di daerah, dapat dimaknai sebagai upaya mendukung semangat reformasi
manajemen pemerintahan. Apabila model klasik menempatkan institusi pemerintah
sebagai aktor dominan dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka sebagai upaya
mengantisipasi berbagai perubahan yang tidak dapat diprediksi dan berlangsung
cepat dalam lingkungan sistem politik, dilakukan perbaikan terus menerus
menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Perubahan
tersebut dapat berlangsung dalam arus global, nasional, maupun lokal. karena
itu, reformasi manajemen pemerintahan harus mengakomodasi semua aspek yang ada.
Kaitan dengan hal di atas, sorotan utama penataan
kelembagaan pemerintah daerah lebih kepada substansi keberadaan lembaga
tersebut dalam kontribusinya untuk pencapaian tujuan otonomi daerah. Sebagai
perangkat daerah yang membantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah, kehadirannya harus mampu memberikan dukungan untuk keberhasilan
implementasi program otonomi daerah. Lembaga pemerintah daerah - yang mencakup
organisasi, personil, dan ketatalaksanaan -
harus menjadi wadah solutif bagi pencapaian program-program pembangunan
di daerah. Organisasi perangkat daerah dimaksud dibentuk guna membantu
penyusunan kebijakan dan koordinasi di daerah, sebagai pendukung tugas kepala
daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat
spesifik, serta sebagai unsur pelaksana
urusan daerah.
Kehadiran organisasi perangkat daerah secara umum
dipandang belum mampu memberikan dukungan
maksimal terkait dengan pelaksanaan program otonomi daerah. Secara
normatif pembentukan organisasi perangkat daerah telah mengakomodasi ketentuan
yang berlaku, namun dalam kenyataannya, organisasi yang ada justru memberikan
beban keuangan bagi daerah. Anggaran lebih banyak dipakai untuk biaya
operasional pegawai daripada pelaksanaan pembiayaan urusan itu sendiri atau
biaya belanja publik. dibagian lain kehadiran regulasi teknis yang mengharuskan
dibentuknya organisasi perangkat daerah sebagai wadah pelaksanaan urusan
tertentu menambah beban daerah. Akibatnya organisasi yang dibentuk meskipun
tidak banyak memberi kontribusi bagi kepentingan masyarakat tetap dipertahankan
dan menghabiskan dana publik.
Semangat pembentukan organisasi perangkat daerah
selama ini lebih mengakomodasi
kepentingan penambahan jabatan struktural. Semakin besar organisasi maka
semakin besar struktur yang ada sehingga semakin besar peluang seseorang
pegawai menduduki jabatan. Kehadiran organisasi yang dibentuk seolah hanya
ingin mengakomodasi kepentingan pegawai negeri atau birokrat di daerah.
Sesuai dengan regulasi pembentukan Organisasi, dijelaskan
bahwa dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi
adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Hal ini dimaksud
sebagai tanggung jawab pemerintah melaksanakan fungsi pemerintahan secara
maksimal dalam sebuah wadah yang jelas. Tanggung jawab dimaksud menyangkut
obyek apa yang diurus dan dukungan apa yang harus dipenuhi seperti anggaran dan
sumber daya manusia penyelenggara. Diakui bahwa setiap urusan pemerintahan
harus dilaksanakan oleh suatu organisasi perangkat daerah dengan bentuk dan
jenis tertentu, sehingga tidak ada urusan yang tersisa atau tidak ditangani.
Hal ini juga dipahami bahwa tidak setiap penanganan urusan pemerintahan harus
dibentuk ke dalam organisasi tersendiri.
Gejala pembengkakan organisasi perangkat daerah
yang terjadi akibat tidak dipakainya
filosofi dalam pembentukan organisasi. Beberapa permasalahan tersebut seperti
inefisiensi penggunaan sumberdaya, melebarnya rentang kendali dan kurang
terintegrasinya penanganan urusan yang seharusnya ditangani satu kesatuan unit
menjadi kebeberapa unit organisasi sehingga menimbulkan tumpang tindih
pelaksanaan urusan. Kondisi ini sering
menimbulkan konflik kepentingan antara organisasi perangkat Daerah itu sendiri.
Adanya rebutan tugas dan fungsi sehingga pelayanan publik menjadi terbengkalai.
Pada bagian lain pedoman pembentukan organisasi perangkat daerah yang selama
ini menjadi rujukan daerah menata organisasinya, belum mampu mengembangkan
semangat otonomi daerah yang memberikan kewenangan bagi daerah untuk
mengembangkan inovasinya berdasarkan visi dan misinya. Pembentukan organisasi
pemerintah daerah selama ini didasarkan pada peraturan perundang-undangan (rule driven organization). Banyak
organisasi perangkat daerah yang dibentuk tidak dalam posisi sebagai sentral
penyelenggaraan visi dan misi pemerintah daerah atau visi daerah. Besaran
organisasi yang dibentuk tersebut selama ini hanya berdasarkan perhitungan
scoring dan sangat berpengaruh dalam menentukan apakah suatu unit perlu
dipertahankan, diubah, atau dihapuskan. Padahal seharusnya pertimbangan untuk
membentuk suatu organisasi harus menyangkut pertimbangan-pertimbangan
administratif, ekonomi, bahkan politis. Pertimbangan politis disini menyangkut
bagaimana sebuah organisasi dibentuk untuk menjalankan tanggungjawab mewujudkan
visi dan misi daerah maupun kepala daerah.
Ketidaksinkronan antara besaran organisasi yang
dibentuk dengan visi dan misi yang ditetapkan menyebabkan penyelenggaraan
pemerintahan daerah berjalan dalam koridor rutinitas belaka. Tidak mampu
membawa perubahan yang mendasar di daerah sesuai perencanaan. Organisasi
perangkat daerah yang dibentuk seringkali tidak memberikan konstribusi bagi
pengembangan pembangunan daerah. Tambahan faktor lain yang sering diabaikan
selama ini dalam rangka penataan kelembagaan perangkat daerah adalah tidak
dilakukan pembedaan penentuan secara khusus kriteria kelembagaan bagi daerah
kabupaten dan daerah kabupaten. Adanya penyeragaman pola tersebut sehingga
organisasi yang dibentuk dengan berbagai pertimbangan subyektifitas birokrat di
daerah sehingga terkadang muncul organiasasi yang dibentuk tidak sesuai dengan
kebutuhan daerah kabupaten atau kabupaten. Apabila dikaji/diperhatikan
karaterisitik unggulan daerah kabupaten tentu berbeda dengan karakterisitk
unggulan daerah kabupaten. Oleh karena itu organisasi yang dibentuk dan
besarannya pun tentu berbeda pula.
Berdasarkan paparan di atas yang menjelaskan permasalahan-permasalahan
dihadapi, maka untuk mewujudkan organisasi perangkat daerah yang ideal perlu
dilakukan penataan organisasi yang mampu melaksanakan urusan berdasarkan
karakteristik daerah dan kebutuhan masyarakatnya. Hal ini berarti selain
memperhatikan faktor-faktor yang diatur dalam undang-undang pemerintahan daerah
tetapi juga mengakomodasi faktor lain yang nantinya menjadikan organisasi
perangkat daerah sebagai sentral penyelenggaraan otonomi daerah. Organisasi
perangkat Daerah diharapkan menjadi organisasi yang mapan dan mampu berperan
sebagai wadah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah serta sebagai proses
interaksi antara Pemerintah dengan institusi daerah lainnya dan masyarakat
secara optimal. Dengan demikian, akan terwujud postur organisasi perangkat
Daerah yang proporsional, efektif dan efisien berdasarkan asas: (1)
intensitas Urusan Pemerintahan dan potensi Daerah; (2). efisiensi; (3).
efektivitas; (4). pembagian habis tugas; (5).
rentang kendali; (6). tata
kerja yang jelas; dan (7). fleksibilitas sebagaimana ditentukan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Seiring
dengan penggunaan visi dan misi dalam menentukan program organisasi,
sudah seharusnya di dalam penyusunan organisasi pemerintah menggunakan prinsip
rule and mission driven organization seperti yang disarankan oleh Osborne dan
Gaebler (1992) dalam bukunya Reinventing Government.
Kabupaten Lembata sebagai salah satu daerah otonom
perlu melakukan kajian secara khusus menyangkut organisasi perangkat daerahnya.
Hal ini sebagai bagian dari penataan kelembagaan pemerintah yang mengarah pada
model right sizing, yaitu upaya penyederhanaan birokrasi pemerintah yang
proposional dan transparan sesuai kebutuhan. Upaya tersebut diharapkan
menghasilkan organisasi perangkat daerah yang tidak terlalu besar namun efektif
dalam pelaksanaan fungsi pokoknya sesuai dengan semangat pembaharuan
fungsi-fungsi pemerintah (reinventing
government) dalam rangka mendukung terwujudnya tata pemerintahan daerah
yang baik (good local government).
Dengan organisasi yang tepat bentuk, tepat fungsi, dan tepat ukuran sesuai karakterstik dan
kebutuhan Kabupaten Lembata sebagai daerah otonom, maka pelayanan publik
diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, sehingga Kabupaten Lembata
memiliki daya saing dibandingkan kabupaten-kabupaten lain di Indonesia.
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari pembuatan Rancangan Peraturan Daerah Organisasi
Perangkat Daerah adalah melakukan
analisis terhadap kondisi eksisting perangkat daerah Pemerintah Kabupaten
Lembata dan menyusun organisasi perangkat daerah sebagai landasan bagi
Pemerintah Kabupaten Lembata untuk memperbaiki kinerja kelembagaan sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah dengan
memperhatikan batasan kewenangan, Sumber Daya Manusia, Keuangan Daerah,
Teknologi, Kebutuhan Pelayanan dan Nilai strategis Daerah dan asas yang
mendasari pembentukan, yaitu Efisisensi,
Efektifitas, Pembagian Tugas Habis, Rentan Kendali, Tata kerja yang jelas,
fleksibitas yang mendasari pembentukan suatu organisasi dalam rangka
meningkatkan tata kelola kepemerintahan yang baik.
Tujuan, Terbentuknya Organisasi Perangkat Daerah yang Tepat
Ukuran, Tepat Bentuk dan Tepat Fungsi,
berbasis Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 sesuai kebutuhan
Daerah.
1.3 KELUARAN (OUTPUT)
Evaluasi kelembagaan dalam reformasi birokrasi Pemerintah Kabupaten Lembata
dimaksudkan untuk mengidentifikasi permasalahan dan hambatan kinerja kelembagaan
dalam usaha meningkatkan mutu pelayanan publik.
Adapun tujuan evaluasi kelembagaan adalah memberikan arahan dan
pertimbangan bagi tersusunnya konsep alternatif penataan kelembagaan sesuai
tuntutan perkembangan dan tuntutan normatif peraturan perundang-undangan.
1.4
METODE KAJIAN
Kajian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan tailor made,
yakni berupaya menyusun desain kelembagaan perangkat daerah dengan melakukan
analisis terhadap kondisi eksisting yang ada sekarang serta kebutuhan di masa
mendatang. Pengumpulan data yang digunakan meliputi:
1)
Studi literatur dan
dokumentasi untuk mengumpulkan data dan bahan berupa peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan pengaturan kelembagaan perangkat daerah.
Selain itu, juga dilakukan pengumpulan data dan bahan berupa hasil kajian yang
sudah dilakukan sebelumnya sebagai bahan perbandingan dan pengayaan analisis.
2)
Diskusi dengan Key Informan,
yang antara lain, Sekretaris Daerah, Asisten Administasi Umum Sekda,
Asisten Administrasi Pemerintahan Sekda, Asisten Perekonomian Sekda, Kepala
Dispenda-PKAD, Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah, Inspektur dan Inspektur
Pembantu Kabupaten Lembata, Kepala Bagian Organisasi Setda, dan para Kepala Organisasi
Perangkat Daerah terkait di Kabupaten/Kota Provinsi NTT.
Data dan bahan yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan menggunakan
teknik analisis penghitungan dengan menggunakan kriteria Tipelogi Perangkat
Daerah yang diatur di dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor18 Tahun 2016,
yang mencakup indikator-indikator sebagai berikut:
a. Kriteria tipelogi Perangkat Daerah untuk menentukan tipe Perangkat
Daerah berdasarkan hasil pemetaan urusan pemerintahan dengan variabel:
1) umum dengan bobot 20% (dua
puluh persen); dan
2) teknis dengan bobot 80%
(delapan puluh persen).
b. Kriteria variabel umum
ditetapkan berdasarkan karakteristik Daerah yang terdiri atas indikator:
1) jumlah penduduk;
2) luas wilayah; dan
3) jumlah anggaran pendapatan
dan belanja Daerah.
c. Kriteria variabel teknis
ditetapkan berdasarkan beban
tugas utama pada setiap Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah kabupaten/kabupaten serta fungsi penunjang Urusan Pemerintahan. Ketentuan
mengenai perhitungan variabel umum dan teknis tersebut tercantum dalam Lampiran
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Dalam Negeri telah mengembangkan
sistem informasi pemetaan Urusan Pemerintahan dan penentuan beban kerja
Perangkat Daerah yang dapat diakses melalui internet dengan mengakses situs: fasilitasi.otda.kemendagri.go.id,
sehingga seluruh kabupaten/kabupaten dan provinsi lebih mudah dan ada
standarisasi dalam mengolah data urusan pemerintahan. Karena itu, dalam kajian
ini yang dijadikan acuan utama adalah hasil dari sistem informasi pemetaan
urusan pemerintahan dan penetuan beban kerja perangkat daerah yang dikembangkan
oleh Kementerian Dalam Negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar