Penelitian Total Fertility Rate [TFR] di Kabupaten Manggarai
RINGKASAN
EKSEKUTIF
Penduduk merupakan salah satu hal yang
perlu diperhatikan dalam proses pembangunan karena dengan kemampuannya dapat
mengelola sumber daya alam sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup bagi diri
dan keluarganya secara berkelanjutan. Keseimbangan jumlah penduduk berkorelasi
positif terhadap kesimbangan lingkungan karena segala bentuk tindakan
ekploitasi dan eksplorasi sumberdaya alam dilakukan manusia demi peningkatan
kesejahteraanya senantiasa menurunkan kualitas dan daya dukung lingkungan.
Permasalahan kependudukan terjadi karena
pertumbuhan kuantitas penduduk tidak seimbang dengan kualitasnya sehingga
pengendalian aspek kuantitasnya harus sesuai dengan daya dukung dan daya
tampung lingkungan.
Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi
potensi tetapi dapat pula menjadi beban dalam proses pembangunan jika
berkualitas rendah. Oleh sebab itu, dalam menangani masalah kependudukan dan
menunjang keberhasilan pembangunan nasional, Pemerintah tidak saja mengarahkan
pada upaya pengendalian kualitas sumber daya manusia namun juga memperhatikan
aspek kuantitas pertumbuhannya. Pertambahan atau penurunan jumlah penduduk
dipengaruhi oleh fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian),
dan migrasi (perpindahan tempat) karena ketiga variabel tersebut merupakan
komponen yang sangat berpengaruh terhadap perubahan penduduk.
Pemerintah secara nasional telah menargetkan capaian pengendalian Laju
Pertumbuhan Penduduk [LPP] pada tahun 2015 melalui Perpres 62 Tahun 2010
bervisikan “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” serta misi “Mewujudkan Pembangunan
yang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”.
Indikator ketercapaiannya adalah Total
Fertility Rate [TFR] sebesar 2,1 % dan Net
Reproduction Rate [NRR] sebesar 1%, namun kondisi eksisting yang terjadi
belum terwujud bahkan belum signifikan menurun dari angka 2,6% pada tahun 2012.
Kabupaten
Manggarai yang memiliki populasi penduduk terbesar ketiga dari 22
kabupaten/kota se-NTT setelah Kabupaten TTS dan Kabupaten Kupang juga menjadi
sorotan khusus karena perbandingan tingkat kepadatannya lebih tinggi dari kedua
kabupaten dimaksud. Kondisi demikian tidak berbanding lurus dengan persentase
kemiskinan pada ketiga kabupaten ini yaitu Kabupaten Kupang mencapai 27,53%,
sementara Kabupaten Manggarai mencapai 21,52% dan Kabupaten TTS hanya mencapai
20,13%. Kondisi eksisting menunjukan persentase TFR Kabupaten Manggarai
mengalami penurunan selama periode 2011 hingg 2013 dimana terjadi penurunan dari
3,50% [2011] menjadi 3,44% [2012] dan 3,38% pada tahun 2013. Data ini kemudian
dibandingkan dengan Contraceptive Prevalence Rate (CPR) Kabupaten Manggarai yang simetris yaitu 71,88% [2011]
bertambah menjadi 74,39% [2012] dan turun menjadi 66,81% pada tahun 2013. Hal ini
menunjukan bahwa keikutsertaan peserta KB aktif [CPR] berkorelasi positif pada
menurunnya TFR di Kabupaten Manggarai. Persoalannya adalah konsistensi Unmeet Need [UN; Pasangan Usia Susur
yang ingin ber-KB tidak terlayani] yang seharusnya terus menurun dengan asumsi
partisipasi masyarakat dalam program KB semakin meningkat, justru inkonsisten
pada periode dimaksud [Badan KB dan PP Kabupaten Manggarai, 2015].
Merujuk asumsi
faktor rendahnya tingkat pendidikan sebagai penyebab meningkatnya TFR maka
sajian data BPS menunjukan hal yang lain, karena indikator keberhasilan
pendidikan yaitu Indeks Pembangunan Manusia [IPM] Kabupaten Manggarai berada
pada peringkat kedelapan dari 22 kabupaten/kota se-NTT. Sintesanya justru pada
faktor inkonsistensi pelayanan program KB oleh instansi teknis terkait tidak
ditopang oleh struktur sosial budaya di tingkat lokal sehingga faktor budaya
menjadi salah satu yang patut dicermati. Asumsi ini cukup beralasan karena
fluktuasi persentase TFR selama 3 [tiga] tahun terakhir bergerak seiring dengan
CSR yang bukan saja disebabkan karena tidak maksimalnya kinerja instansi teknis
dalam menyukseskan program KB melainkan juga faktor inhern yang tersembunyi.
Berbeda dengan persentase UN yang dominan karena kinerja pemerintah, CSR cenderung
dipengaruhi oleh paradigma masyarakat yang ikut sebagai peserta KB.
Dugaan bisa saja
terjadi karena implementasi program KB tidak sejalan dengan kearifan lokal
setempat yaitu anggapan masyarakat Manggarai tentang keluarga besar adalah
besar secara kuantitas akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan keluarga.
Selayaknya paradigma dari kearifan lokal dimaksud harus dihantarkan pada aspek
kualitas yaitu kebesaran keluarga dipersepsikan sebagai efektifitas sebuah
keluarga kecil membangun kualitas sumberdaya manusianya. Kecenderungan lainnya
adalah tingkat kejujuran peserta KB aktif dalam menjalankan program-program
yang dicanangkan, semisal efektifitas penggunaan alat kontrasepsi dalam
keluarga secara jujur dan disiplin maka tingkat kehamilan dapat diminimalisir
hingga angka kelahiran juga turut menurun.
Bappeda
Kabupaten Manggarai selaku ornamen perencana pembangunan skala lokal kemudian
menyadari perlunya langkah antisipatif guna mensinergiskan pertumbuhan penduduk
dengan ketersediaan sumberdaya lokal guna pemenuhan kesejahteraan masyarakat
lokal. Pemerintah Daerah dapat saja menggagas program pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat dengan berbagai Ancaman ledakan penduduk [baby-doom] dapat berdampak negatif dalam
penyelenggaraan pembangunan sehingga upaya menurunkan persentase TFR di
Kabupaten Manggarai harus terus digalakkan dengan berbagai strategi kebijakan
lintas sektoral.
Bertolak dari
kondisi di atas maka kajian tentang Strategi Penurunan TFR Guna Menopang
Pembangunan di Kabupaten Manggarai akan menjadi salah satu solusi karena di dalamnya
akan dikaji lebih mendalam tentang berbagai faktor penyebab meningkatnya TFR
yang masih bersifat absolut dan inhern. Berdasarkan temuan faktor dan indikator
penyebab ini kemudian ditempuh beberapa langkah strategis guna menanggulangi
ancaman ledakan penduduk di tingkat lokal dengan melibatkan seluruh elemen
masyarakat dan stakeholder terkait.
Pilihan penggunaan alat kontrasepsi dalam pelaksanaan program KB hanyalah upaya
sesaat yang sifatnya mengobati, bukan pada tataran penanggulangan [preventif] sehingga kajian ini akan
menghasilkan output program indikatif
yang dapat dijadikan stimulus penurunan persentase TFR.
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah; 1) Mengetahui TFR
Kabupaten Manggarai; 2) Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi TFR per
Kecamatan di Kabupaten Manggarai; 3) Mendeskripsikan persoalan dari upaya yang
telah ditempuh dan capaiannya dalam pelaksanaan program KB di Kabupaten
Manggarai; 4) Menganalisa dampak TFR terhadap pembangunan di Kabupaten
Manggarai; 5) Menyusun strategi penurunan persentase TFR di Kabupaten
Manggarai.
Hasil penelitian
ini berupa dokumen ilmiah yang disusun secara metodologis dan memenuhi unsur
kaidah keilmiahan. Dokumen ini akan memuat beberapa informasi tentang faktor
penyebab tingginya persentase TFR, kendala yang sedang dihadapi, dampak yang
akan ditimbulkan dan strategi lanjutan yang harus ditempuh. Luaran [output] penelitian ini diharapkan akan
bermanfaat bagi Pemerintah Kabupaten Manggarai dalam menyusun perencanaan
pembangunan yang berorientasi pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat
Manggarai beserta seluruh stakeholder
dan masyarakat Manggarai umumnya. Hasil kajian ini juga dapat dijadikan rujukan
awal dalam penyusunan masterplan
kependudukan di Kabupaten Manggarai.
Kegiatan penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di wilayah
Kabupaten Manggarai yang mencakupi 12 kecamatan didalamnya. Jangka waktu
pelaksanaan kegiatan direncanakan akan berlangsung selama 120 [seratus dua
puluh] hari.
Merujuk tujuan
penelitian maka ruang lingkup materi yang menjadi objek kajian dalam penelitian
ini adalah; 1) Besaran Total Fertility
Rate [TFR] di Kabupaten Manggarai, 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi Total Fertility Rate [TFR] di Kabupaten
Manggarai yang mencakup faktor sosial budaya, faktor ekonomi, faktor
pendidikan, faktor layanan umum, faktor teknis/medis, faktor
lingkungan/infrastruktur, faktor Kebijakan terkait pelakasanaan tugas dan
fungsi dalam rangka menyejahterakan masyarakat; 3) Persoalan TFR dan upaya yang
telah ditempuh Pemerintah Kabupaten Manggarai dalam mengatasinya; 4) Dampak TFR
terhadap pembangunan di Kabupaten Manggarai; 5) Strategi penurunan persentase
TFR di Kabupaten Manggarai.
Responden dalam
hal ini juga disebut sampel [dalam penelitian kualitatif] merupakan para pihak
yang dipilih secara personal karena memiliki keterkaitan dengan instrumen dalam
variabel-variabel penelitian. Batasan responden yang terkategri sebagai populasi
adalah penduduk Kabupaten Manggarai yang berjenis kelamin perempuan dengan
batasan usia 15 sampai 49 tahun yang tersebar di seluruh wilayah. Selanjutnya
dipilih dengan teknik pemilihan yang dilakukan secara sengaja dan proposif atas
dasar kriteria keterwakilan variabel-variabel penelitian yaitu usia, tingkat
pendidikan, penyebaran tempat tinggal secara administratif [per kecamatan] dan
topografis [pantai dan bukan pantai], tingkat pendapatan, tingkat aksebilitas
layanan umum, serta agama dan asal kesukuannya.
Narasumber
merupakan para pihak perwakilan kelembagaan yang berkompeten dalam urusan KB
dan kependudukan diantaranya pemerintah [eksekutif, tokoh agama/masyarakat,
aktifis/LSM, dan akademisi. Para narasumber dipilih secara sengaja berdasarkan
keterkaitan peran dan fungsinya dalam program KB dan kependudukan yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun pihak swasta agar diperoleh informasi
yang komprehensif. Narasumber dari unsur pemerintah berasal dari instansi
teknis seperti Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana [PP-KB],
Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan, Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Dispenduk Capil, dan Bappeda. Kedua kelompok
sumber informasi dimaksud disediakan instrumen khusus sesuai cakupan posisi dan
perannya dalam penelitian.
Jenis data yang
dikumpulkan dalam pelaksanaan penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Kajian yang
dilakukan dalam penelitian ini pada hakekatnya untuk mencapai tujuan kebijakan
KB yaitu mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas.
Merujuk permasalahan yang dikembangkan maka teknik analisis yang digunakan akan
disesuaikan dengan target pencapai tujuan penelitiannya. Data tentang
indikator-indikator TFR beserta unsur kependudukan lainnya ditabulasi kemudian
dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan bantuan tabel
frekuensi [tunggal, ganda dan silang] yang disajikan dalam grafik dan bagan.
Keempat permasalahan
dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan teknik tersendiri agar
terjawab tujuan penelitiannya, yaitu;
Tujuan I, menghitung TFR Kabupaten Manggarai merujuk data yang diperoleh dari para
narasumber kemudian dianalisis secara kuantitatif berdasarkan formula TFR = ∑i ASFRi; dimana ∑i ASFRi = (ASF 15-19 +
... + ASFR 45-49].
Tujuan II, menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi TFR di Kabupaten Manggarai
menggunakan analisis statistik Regresi Logistik Ganda. Pendekatannya
kuantitatif dengan bantuan tabel frekuensi tunggal, tabel frekuensi
ganda dan tabel silang. Tahapannya dimulai dengan pelabelan setiap indikator
dan sub indikator dari masing-masing variabel kemudian dipadukan dengan
faktor-faktor determinannya sehingga ditemukan nilai rata-rata dari faktor
penyebab.
Tujuan III; mendeskripsikan persoalan dari upaya yang telah ditempuh dan capaiannya
dalam pelaksanaan program KB di Kabupaten Manggarai menggunakan analisis SWOT.
Tahapannya dimulai dengan menginventarisir berbagai permasalahan kemudian
didistribusikan berdasarkan unsur SWOT [kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman] dari setiap upaya yang telah ditempuh. Berdasarkan permasalahan yang
dikembangkan maka akan ditemukan kondisi eksisting pada salah satu dari 4
[empat] kuandran grafik SWOT kemudian disimpulkan strategi yang harus ditempuh
selanjutnya.
Tujuan IV, menganalisa dampak TFR terhadap pembangunan di Kabupaten Manggarai
menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan hasil analisis pada tujuan 2 dan
3. Tahapannya dimulai dengan rumusan dari faktor dominan yang berpengaruh
terhadap tingginya TFR kemudian diserasikan dengan langkah strategis yang harus
dicapai dari tujuan 3 lalu di deskrisikan berdasarkan unsur-unsur utama dalam
indikator tingkat kesejahteraan masyarakat dan target capaian pembangunan yaitu
kualitas sumberdaya manusia dan pembangunan infrastruktur fisik lainnya. Jenis
analisis yang digunakan adalah analisis statistik Regresi Logistik Ganda.
Tujuan V, untuk menyusun strategi penurunan persentase TFR di Kabupaten Manggarai
menggunakan pendekatan kualitatif deskriftif. Tahapannya merujuk pada hasil
analisis isu strategis pada tujuan 3 kemudian dimasukkan dalam tabel strategis
kemudian dibahas dalam diskusi terbatas [FGD]. Berdasarkan referensi dari
berbagai literatur terkait dan merujuk kondisi sosial, ekonomi dan budaya lokal
kemudian dilakukan analisis isi maka dihasilkan program-program indikatif yang
dapat dikembangkan guna mengatasi masalah peningkatan persentase TFR.
Perhitungan TFR
di Kabupaten Manggarai merujuk dari data sekunder yang diperoleh dari Manggarai
dalam Angka [BPS Manggarai; 2014, 2015, 2016], Profil Kesehatan Kabupaten
Manggarai dan Profil Puskesmas se-Kabupaten Manggarai, serta data populasi
penduduk dari Dispenduk Capil Kabupaten Manggarai. Jenis data yang dibutuhkan
adalah jumlah penduduk perempuan/Wanita Usia Subur [WUS] pada kelompok umur
tertentu [15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-49] menurut kecamatan di
Kabupaten Manggarai selama 3 tahun terakhir [2013, 2014, 2015], data jumlah
perempuan yang melahirkan sesuai kelompok umur diatas, serta jumlah bayi yang dilahirkan
oleh perempuan pada periode waktu dan kelompok dimaksud.
Kondisi lapangan sebagian besar
data sekunder menunjang untuk penggunaan alat analisis namun beberapa wilayah
kecamatan hasil pemekaran belum menyediakan data yang representatif sehingga
diasumsikan masih bergabung dengan kecamatan induk sebelumnya. Memperhatikan
ketersediaan data yang terkumpul, perhitungan TFR dapat dilakukan menurut
kecamatan dan diperoleh nilai TFR untuk 10 kecamatan sebagaimana tersaji dalam
grafik berikut. Sementara 2 kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Cibal Barat masih
bergabung dengan Kecamatan Cibal, dan Kecamatan Satar Mese Utara masih
bergabung dengan Kecamatan Satar Mese Barat.
Hasil analisis
berdasarkan data sekunder yang tersedia dari 22 Puskesmas yang tersebar di 12
kecamatan se Kabupaten Manggarai menunjukan bahwa terjadi selisih 1,12% dari
target ketercapaian 2,1 namun secara nasional baru akan diberlakukan pada tahun
2025 sehingga masih membutuhkan 15 tahun dari tahun 2011 atau 10 tahun dari
tahun 2015. Upaya untuk mengejar 1,12% kiranya cukup sulit ditempuh oleh
Pemerintah Kabupaten Manggarai beserta stakeholdernya
karena kinerja sementara hanya mencapai 0,051% per tahun. Pencapaian target TFR
nasional 2,1 pada tahun 2025 oleh Kabupaten Manggarai hanya dapat tercapai
bilamana persentase penurunannya mencapai 0,112 per tahun, bukan 0,051;
artinya, harus ada pergeseran nilai TFR Kabupaten Manggarai sebesar 0,112 pada
setiap tahunnya bila ingin mencapai target nasional tepat pada tahun 2025.
Kondisi
eksisiting menunjukan bahwa selama 5 tahun terakhir [periode 4 tahun mutlak]
hanya mencapai tingkat perkembangan yang menurun sebesar 0,28% yang seharusnya
mencapai angka persentasi penurunan antar waktu sebesar 2,07%. Sementara
kondisi TFR menurut kecamatan di Kabupaten Manggarai menunjukan tingkat penurunan yang bervariatif
namun relatif sama antar semua kecamatan karena hampir semua mengalami
penurunan meskipun dengan persentase yang kecil dan berbeda-beda. Selisih angka
penurunan antar kecamatan yang relatif jauh mengakibatkan keterlambatan secara
akumulatif untuk TFR tingkat Kabupaten Manggarai. Harapan kedepannya dengan
kesempurnaan data yang terkumpul, akan diperoleh hasil analisis yang lebih
akurat namun bila kondisi ini di deskrisikan maka kecenderungan beberapa
kecamatan dengan jangkauan akses kesehatan yang relative baik tidak menjamin
penurunan TFR.
Demikian pula partisipasi dalam
program KB yang relative baik turut mempengaruhi penurunan angka TFR untuk
masing-masing kecamatan namun factor penentunya adalah populasi WUS yang kian
menurun dan usia perkawinan yang relative bergeser dari kelompok 15-19 dan
20-24 [sebelumnya] menjadi 25-30 sehingga usia produktifnya semakin berkurang
dan peluang untuk melahirkan semakin kecil dengan batasan maksimal usia
melahirkan hanya pada kategori umur 35-40 tahun. Kondisi ini cenderung terjadi
pada beberapa kecamatan yang mengalami persentase rata-rata penurunan selama 3
tahun terakhir yang cukup besar seperti Reok Barat dan Reok Utara.
Kondisi TFR di Kabupaten
Manggarai kemudian dianalisis tingkat pertumbuhan rata-rata nya [secara
negative] yaitu sebesar 2,07% maka diproyeksikan TFR Kabupaten Manggarai akan
mencapai angka 2,1 pada tahun 2034, atau 9 tahun setelah target nasional
tercapai. Hal ini karena TFR Kabupaten Manggarai bergerak menurun secara lambat
sebesar 0,052% per tahun dari yang seharusnya 0,112 per tahun. Asumsi lainnya
adalah, Pemerintah Kabupaten Manggarai beserta seluruh stakeholder [provider]
dan masyarakat dari seluruh stuktur harus mencapai pertumbuhan 3,76% setiap
tahunnya dalam durasi 3 tahun ke depan. Artinya, capaian pertumbuhan rata-rata
sementara sebesar 2,07% tidak mampu mencapai target nasional kecuali rata-rata penurunannya
mencapai 3,76% maka 10 tahun kedepan TFR Kabupaten Manggarai akan mencapai
2,16.
Proyeksi capaian TFR Kabupaten
Manggarai untuk mencapi target nasional sebesar 2,1 pada tahun 2025 ternyata
masih jauh dari target karena dengan pertumbuhan 2,07% maka capaian TFR
Manggarai hingga batas nasional 2,1 hanya dapat dicapai pada tahun 2034.
Beberapa ahli mengemukakan faktor
determinan yang cukup beragam namun untuk kebutuhan penelitian TFR di Kabupaten
Manggarai ini menjangkau beberapa factor utama yaitu; [1] factor social-budaya
yang mencakup Pengharapan memiliki anak/keturunan, Nilai
anak dalam keluarga, status pernikahan keluarga, sanksi dan apresiasi adat,
institusi pernikahan/perkawinan, kontrol sosial masyarakat, tanggung jawab
orang tua, status sosial keluarga, kesenjangan sosial; [2] factor ekonomi yang meliputi Jumlah tanggungan anak, Pendapatan
rata-rata keluarga, Ketercukupan kebutuhan keluarga, Keterjangkauan akses
produksi, Ketergantungan terhadap pemerintah, Perbedaan tingkat pendapatan,
Pola konsumsi; [3] factor
pendidikan yang meliputi Sarana
pendidikan, Materi dan sumber informasi, Jenis dan bentuk media informasi,
Metode sosialisasi, Kemauan untuk belajar/sekolah
Akses terhadap pendidikan, Perbedaan
tingkat pengetahuan/pemahaman, Biaya pendidikan, Ketersebaran media sosialisasi
dan informasi; [4] factor
layanan umum dan kesehatan yang meliputi Ketersediaan sarana pelayanan, Ketersediaan sarana/petugas kesehatan,
Fasilitas pelayanan, Intensitas pelayanan, Aksesibilitas terhadap pelayanan,
Kemudahan pelayanan, Kondisi layanan kesehatan, Kualitas layanan kesehatan,
Kompetensi petugas kesehatan; [5] factor
kebijakan yang meliputi Standar
operasional prosedur pelayanan kesehatan, Kebijakan pendukung, Sinergitas
kebijakan di tiap jenjang, Implementasi kebijakan; [6] factor medis/biologis yang meliputi Kondisi ideal (usia) melahirkan, Peluang
melahirkan, Kesanggupan melahirkan, Kemauan dan komitmen ber-KB, Kemudahan
mendapatkan alat kontrasepsi, Keinginan untuk melahirkan, Pengaturan jarak
melahirkan, Usia ideal menikah dan [7]
factor infrastruktur yang mencakup Pemerataan
pembangunan, Aksesibilitas, Kondisi infrastruktur, Ketersediaan infrastruktur. Ketujuh factor dimaksud kemudian
diidentifikasi variable dan indicator yang mempengaruhinya sehingga dapat
dianalsis beberapa factor dominan yang saling mempengaruhi pada ranah hulu,
produksi, output hingga outcome-nya.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor Sosial Keluarga untuk variable [A1] “keinginan untuk
memiliki anak keturunan yang berkualitas” dianggap mampu menurunkan angka TFR.
Variabel ini merupakan variable inhern yang selama ini tidak dimunculkan dalam
tataran fisik karena berhubungan dengan komitmen membangun keluarga yang
berkualitas maka orientasi kepemilikan anak diharapkan untuk memperoleh
keturunan yang berkualitas. Bilamana komitmen bersama dibangun untuk
mendapatkan anak sebagai upaya untuk memperkuat kapasitas dan kualitas turunan
tanpa orientasi kuantitatif [jumlah] maka dapat terhindar dari peningkatan
angka TFR. Variable ini hanya dapat diperoleh bila adanya dukungan dari
berbagai factor dan variabelnya agar komitmen memiliki anak karena untuk
menjaga kualitas anak. Point inilah yang sepatutnya dikampanyekan kepada
masyarakat agar mengubah orientasi kepemilikan anak keturunan.
Faktor Pendidikan [P]
untuk variable [P5] “keinginan untuk bersekolah atau partisipasi sekolah”
dianggap mampu membatasi kepemilikan anak. Asumsi kuatnya adalah adanya
perubahan paradigm berpikir dengan bertambahnya pengetahuan dari lembaga
pendidikan. Selain itu juga partisipasi sekolah kaum perempuan di Manggarai
yang relative mengalami kenaikan selama 3 tahun terakhir, telah menggeser
kesempatan menikah dan hamil pada usia muda, dan selanjutnya pada fase usia
reproduksi tahap ke-2 dan ke-3 telah tergeser ke kelompok ke-4 [25-29 tahun]
sehingga orientasinya telah berpindah seiring kemampuan reproduksi kaum
perempuan [WUS]. Selanjutnya kesibukan yang dilakukan pasca berpendidikan yaitu
terlibat dalam kegiatan komersil [non-domestik] memungkinkan perempuan untuk
enggan memiliki banyak anak karena harus berbenturan dengan tuntutan pekerjaan.
Faktor Pendidikan
untuk variable [A9] “Ketersebaran media sosialisasi dan informasi”
dianggap mengancam atau turut meningkatkan angka TFR bilamana tidak dikelola
secara baik dan benar. Perkembangan informasi dan teknologi dari berbagai
perangkat teknologi [HP dan internet] dianggap sangat dominan mempengaruhi
kenaikan TFR karena rasa penasaran, keingintahuan dan kenjajaki informasi yang
berkembang hingga memungkinkan terjadinya kehamilan dan kelahiran diluar
perencanaan yang diinginkan.
Tingkat fertilitas dan berbagai
faktor yang mempengaruhinya sebagaimana dijelaskan di atas memiliki korelasi
terhadap pospek pembangunan di suatu wilayah. Korelasi dimaksud bisa bernuansa
positif bisa juga bernuansa negatif. Secara positif, tingkat fertilitas dapat
dimaknai sebagai peningkatan aset sumber daya manusia terhadap pembangunan bila
dibarengi dengan peningkatan mutu/kualitas sumber daya manusia. Namun di sisi
lain tingkat fertilitas dapat dimaknai sebagai tantangan dalam proses
pembangunan manakala ketersediaan sumber daya alam dan aset-aset produksi tidak
mampu mengcover kebutuhan manusia yang terus bertambah dari waktu ke waktu.
Pada gilirannya, tingkat fertilitas bermuara pada konflik sosial yang
disebabkan karena persaingan di tengah masyarakat untuk memperebutkan sarana
dan akses penjamin kesejahteraan hidup masyarakat. Sebagai contoh, pertumbuhan
penduduk yang tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja yang memadai
dapat mengakibatkan peningkatan angka pengangguran di suatu wilayah. Kondisi
tersebut hanya dapat diatasi apabila pembangunan berjalan secara proporsional
dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat sebagai pelaku sekaligus objek
pembangunan.
Melihat prospek pembangunan di
Kabupaten Manggarai saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan yang
sudah dan sedang berlangsung di kabupaten Manggarai saat ini merupakan dampak
dari kondisi TFR. Hal itu sudah mulai terasa ketika berbagai aset sumberdaya
yang ada semaikin terbatas persediaannya sementara tingkat kebutuhan masyarakat
akan akases terhadap sumber daya yang ada semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Hal itu paling terasa di sektor ketenagakerjaan di mana peluang lapangan
kerja bagi para calon tenaga kerja sudah sangat terbatas. Jika kondisi tersebut
tidak segera diatasi maka bisa dipastikan dalam beberapa tahun ke depan
pembangunan di Kabupaten Manggarai khususnya dari aspek sumber daya manusia dan
sektor-sektor penopangnya akan berjalan lamban bahkan mengalami kemunduran. Karena
itu diperlukan sebuah konsep pembangunan berwawasan kependudukan.
Pembangunan berwawasan
kependudukan, yaitu pembangunan
yang berpusat pada penduduk
(people-centered development) dengan memperhatikan
kondisi dan dinamika penduduk. Semua
perencanaan pembangunan harus ‘population
responsive’, yaitu memperhatikan dan mempertimbangkan data dan informasi
kependudukan secara lengkap, mulai dari jumlah, pertumbuhan, struktur umur,
persebaran, maupun kualitas penduduk.
Merujuk pada konsep pembangunan
berwawasan kependudukan sebagaimana dijelaskan di atas maka seyogyanya upaya
pembangunan di tingkat lokal/daerah juga harus berbasis dan berorientasi pada
isu kependudukan. Namun fakta menunjukkan bahwa problem kependudukan merupakan
problem yang sangat kompleks dan berdampak pada berbagai dimensi kehidupan.
Persoalan kependudukan tidak hanya menjadi basis pembangunan tetapi juga
menjadi bagian dari dampak atau akibat dari program pembangunan itu sendiri.
Terlepas dari korelasi tersebut, isu kependudukan harus tetap menjadi referensi
utama dalam berbagai program pembangunan khususnya di kabupaten Manggarai.
Terkait upaya menekan angka
kelahiran dan mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, pemerintah Kabupaten
Manggarai telah menggalakkan program KB. Namun upaya tersebut belum membawa
hasil yang maksimal. Sejumlah kendala baik internal maupun eksternal beserta
variabel-variabelnya disinyalir menjadi penyebab minimnya target yang
diharapkan oleh pemerintah kabupaten Manggarai.
Dari sekian hambatan yang
ditemukan terdapat tiga variabel utama yang dominan mempengaruhi TFR di
kabupaten manggarai yakni adanya pengharapan untuk memiliki anak yang
dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya, rendahnya kemauan untuk belajar yang
dipengaruhi oleh mental masyarakat, dan faktor media sosialisasi dan informasi
yang berkembang di masyarakat.
Terkait faktor budaya yakni
keninginan untuk memiliki anak, kondisi yang tidak dapat disangkal adalah bahwa
bagi masyarakat Manggarai anak memiliki nilai tersendiri dalam keluarga yang
tidak dapat digantikan oleh faktor manapun. Karena itu bagi masyarakat
Manggarai, orientasi hidup berkeluarga pertama-tama adalah untuk memiliki anak.
Kondisi ini semakin diperparah dengan fakta lainnya di mana minat dan keinginan
masyarakat Manggarai untuk belajar masih tergolong rendah. Rendahnya minat
untuk belajar berkorelasi positif terhadap tingginya intensitas hubungan
seksual di kalangan PUS yang berdampak pada tingginya angka kelahiran. Di sisi
lain, penggunaan media sosialisasi dan informasi justru mempengaruhi tingginya
intensitas hubungan seksual PUS.
Jika melihat ketiga faktor
dominan di atas, maka pendekatan teknis operasional melalui program KB dan
sejenisnya dipastikan tidak akan mampu menekan angka kelahiran di kabupaten
Manggarai. Satu-satunya jalan untuk meretas ketiga faktor penghambat upaya
penurunan TFR tersebut adalah merubah paradigma berpikir masyarakat tentang
pengharapan memiliki anak, pentingnya mengenyam pendidikan sebagai bagian dari
kebutuhan dasar setiap manusia, dan penggunaan media sosialisasi dan informasi
yang bernilai manfaat. Terkait
pengharapan memiliki anak, masyarakat harus diarahkan untuk tidak hanya
berorientasi pada jumlah anak yang dilahirkan tetapi harus sampai pada
pemahaman bahwa anak yang diiharapkan harus berkualitas dan terjamin segala
kebutuhannya. Karena itu apapun kebijakan yang akan dibuat harus bermuara pada
perubahan paradigma berpikir masyarakat.
Namun upaya untuk merubah
paradigma berpikir masyarakat bukanlah perkara mudah. Diperlukan keterlibatan
berbagai pihak terutama institusi agama sebagai institusi yang dipercaya masih
memiliki pengaruh cukup kuat dalam mengontrol perilaku dan pola pikir
masyarakat di kabupaten Manggarai. Karena itu pemerintah perlu membangun kerjasama
dengan institusi agama dan institusi lainnya melalui pendekatan pola pikir yang
rasional sehingga masyarakat benar-benar diyakinkan akan peluang dan manfaat
yang dapat diperoleh dari upaya mengendalikan laju pertumbuhan penduduk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar