Minggu, 08 Januari 2017

Penelitian Total Fertility Rate [TFR] di Kabupaten Manggarai


Penelitian Total Fertility Rate [TFR] di Kabupaten Manggarai



RINGKASAN EKSEKUTIF

Penduduk merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan karena dengan kemampuannya dapat mengelola sumber daya alam sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup bagi diri dan keluarganya secara berkelanjutan. Keseimbangan jumlah penduduk berkorelasi positif terhadap kesimbangan lingkungan karena segala bentuk tindakan ekploitasi dan eksplorasi sumberdaya alam dilakukan manusia demi peningkatan kesejahteraanya senantiasa menurunkan kualitas dan daya dukung lingkungan.
Permasalahan kependudukan terjadi karena pertumbuhan kuantitas penduduk tidak seimbang dengan kualitasnya sehingga pengendalian aspek kuantitasnya harus sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi tetapi dapat pula menjadi beban dalam proses pembangunan jika berkualitas rendah. Oleh sebab itu, dalam menangani masalah kependudukan dan menunjang keberhasilan pembangunan nasional, Pemerintah tidak saja mengarahkan pada upaya pengendalian kualitas sumber daya manusia namun juga memperhatikan aspek kuantitas pertumbuhannya. Pertambahan atau penurunan jumlah penduduk dipengaruhi oleh fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan migrasi (perpindahan tempat) karena ketiga variabel tersebut merupakan komponen yang sangat berpengaruh terhadap perubahan penduduk.
Pemerintah secara nasional telah menargetkan capaian pengendalian Laju Pertumbuhan Penduduk [LPP] pada tahun 2015 melalui Perpres 62 Tahun 2010 bervisikan “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” serta misi “Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”. Indikator ketercapaiannya adalah Total Fertility Rate [TFR] sebesar 2,1 % dan Net Reproduction Rate [NRR] sebesar 1%, namun kondisi eksisting yang terjadi belum terwujud bahkan belum signifikan menurun dari angka 2,6% pada tahun 2012.
Kabupaten Manggarai yang memiliki populasi penduduk terbesar ketiga dari 22 kabupaten/kota se-NTT setelah Kabupaten TTS dan Kabupaten Kupang juga menjadi sorotan khusus karena perbandingan tingkat kepadatannya lebih tinggi dari kedua kabupaten dimaksud. Kondisi demikian tidak berbanding lurus dengan persentase kemiskinan pada ketiga kabupaten ini yaitu Kabupaten Kupang mencapai 27,53%, sementara Kabupaten Manggarai mencapai 21,52% dan Kabupaten TTS hanya mencapai 20,13%. Kondisi eksisting menunjukan persentase TFR Kabupaten Manggarai mengalami penurunan selama periode 2011 hingg 2013 dimana terjadi penurunan dari 3,50% [2011] menjadi 3,44% [2012] dan 3,38% pada tahun 2013. Data ini kemudian dibandingkan dengan Contraceptive Prevalence Rate (CPR) Kabupaten Manggarai yang simetris yaitu 71,88% [2011] bertambah menjadi 74,39% [2012] dan turun menjadi 66,81% pada tahun 2013. Hal ini menunjukan bahwa keikutsertaan peserta KB aktif [CPR] berkorelasi positif pada menurunnya TFR di Kabupaten Manggarai. Persoalannya adalah konsistensi Unmeet Need [UN; Pasangan Usia Susur yang ingin ber-KB tidak terlayani] yang seharusnya terus menurun dengan asumsi partisipasi masyarakat dalam program KB semakin meningkat, justru inkonsisten pada periode dimaksud [Badan KB dan PP Kabupaten Manggarai, 2015].
Merujuk asumsi faktor rendahnya tingkat pendidikan sebagai penyebab meningkatnya TFR maka sajian data BPS menunjukan hal yang lain, karena indikator keberhasilan pendidikan yaitu Indeks Pembangunan Manusia [IPM] Kabupaten Manggarai berada pada peringkat kedelapan dari 22 kabupaten/kota se-NTT. Sintesanya justru pada faktor inkonsistensi pelayanan program KB oleh instansi teknis terkait tidak ditopang oleh struktur sosial budaya di tingkat lokal sehingga faktor budaya menjadi salah satu yang patut dicermati. Asumsi ini cukup beralasan karena fluktuasi persentase TFR selama 3 [tiga] tahun terakhir bergerak seiring dengan CSR yang bukan saja disebabkan karena tidak maksimalnya kinerja instansi teknis dalam menyukseskan program KB melainkan juga faktor inhern yang tersembunyi. Berbeda dengan persentase UN yang dominan karena kinerja pemerintah, CSR cenderung dipengaruhi oleh paradigma masyarakat yang ikut sebagai peserta KB.
Dugaan bisa saja terjadi karena implementasi program KB tidak sejalan dengan kearifan lokal setempat yaitu anggapan masyarakat Manggarai tentang keluarga besar adalah besar secara kuantitas akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan keluarga. Selayaknya paradigma dari kearifan lokal dimaksud harus dihantarkan pada aspek kualitas yaitu kebesaran keluarga dipersepsikan sebagai efektifitas sebuah keluarga kecil membangun kualitas sumberdaya manusianya. Kecenderungan lainnya adalah tingkat kejujuran peserta KB aktif dalam menjalankan program-program yang dicanangkan, semisal efektifitas penggunaan alat kontrasepsi dalam keluarga secara jujur dan disiplin maka tingkat kehamilan dapat diminimalisir hingga angka kelahiran juga turut menurun.
Bappeda Kabupaten Manggarai selaku ornamen perencana pembangunan skala lokal kemudian menyadari perlunya langkah antisipatif guna mensinergiskan pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan sumberdaya lokal guna pemenuhan kesejahteraan masyarakat lokal. Pemerintah Daerah dapat saja menggagas program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dengan berbagai Ancaman ledakan penduduk [baby-doom] dapat berdampak negatif dalam penyelenggaraan pembangunan sehingga upaya menurunkan persentase TFR di Kabupaten Manggarai harus terus digalakkan dengan berbagai strategi kebijakan lintas sektoral.
Bertolak dari kondisi di atas maka kajian tentang Strategi Penurunan TFR Guna Menopang Pembangunan di Kabupaten Manggarai akan menjadi salah satu solusi karena di dalamnya akan dikaji lebih mendalam tentang berbagai faktor penyebab meningkatnya TFR yang masih bersifat absolut dan inhern. Berdasarkan temuan faktor dan indikator penyebab ini kemudian ditempuh beberapa langkah strategis guna menanggulangi ancaman ledakan penduduk di tingkat lokal dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat dan stakeholder terkait. Pilihan penggunaan alat kontrasepsi dalam pelaksanaan program KB hanyalah upaya sesaat yang sifatnya mengobati, bukan pada tataran penanggulangan [preventif] sehingga kajian ini akan menghasilkan output program indikatif yang dapat dijadikan stimulus penurunan persentase TFR.
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah; 1) Mengetahui TFR Kabupaten Manggarai; 2) Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi TFR per Kecamatan di Kabupaten Manggarai; 3) Mendeskripsikan persoalan dari upaya yang telah ditempuh dan capaiannya dalam pelaksanaan program KB di Kabupaten Manggarai; 4) Menganalisa dampak TFR terhadap pembangunan di Kabupaten Manggarai; 5) Menyusun strategi penurunan persentase TFR di Kabupaten Manggarai.
Hasil penelitian ini berupa dokumen ilmiah yang disusun secara metodologis dan memenuhi unsur kaidah keilmiahan. Dokumen ini akan memuat beberapa informasi tentang faktor penyebab tingginya persentase TFR, kendala yang sedang dihadapi, dampak yang akan ditimbulkan dan strategi lanjutan yang harus ditempuh. Luaran [output] penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi Pemerintah Kabupaten Manggarai dalam menyusun perencanaan pembangunan yang berorientasi pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Manggarai beserta seluruh stakeholder dan masyarakat Manggarai umumnya. Hasil kajian ini juga dapat dijadikan rujukan awal dalam penyusunan masterplan kependudukan di Kabupaten Manggarai.
Kegiatan penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di wilayah Kabupaten Manggarai yang mencakupi 12 kecamatan didalamnya. Jangka waktu pelaksanaan kegiatan direncanakan akan berlangsung selama 120 [seratus dua puluh] hari.
Merujuk tujuan penelitian maka ruang lingkup materi yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini adalah; 1) Besaran Total Fertility Rate [TFR] di Kabupaten Manggarai, 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi Total Fertility Rate [TFR] di Kabupaten Manggarai yang mencakup faktor sosial budaya, faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor layanan umum, faktor teknis/medis, faktor lingkungan/infrastruktur, faktor Kebijakan terkait pelakasanaan tugas dan fungsi dalam rangka menyejahterakan masyarakat; 3) Persoalan TFR dan upaya yang telah ditempuh Pemerintah Kabupaten Manggarai dalam mengatasinya; 4) Dampak TFR terhadap pembangunan di Kabupaten Manggarai; 5) Strategi penurunan persentase TFR di Kabupaten Manggarai.
Responden dalam hal ini juga disebut sampel [dalam penelitian kualitatif] merupakan para pihak yang dipilih secara personal karena memiliki keterkaitan dengan instrumen dalam variabel-variabel penelitian. Batasan responden yang terkategri sebagai populasi adalah penduduk Kabupaten Manggarai yang berjenis kelamin perempuan dengan batasan usia 15 sampai 49 tahun yang tersebar di seluruh wilayah. Selanjutnya dipilih dengan teknik pemilihan yang dilakukan secara sengaja dan proposif atas dasar kriteria keterwakilan variabel-variabel penelitian yaitu usia, tingkat pendidikan, penyebaran tempat tinggal secara administratif [per kecamatan] dan topografis [pantai dan bukan pantai], tingkat pendapatan, tingkat aksebilitas layanan umum, serta agama dan asal kesukuannya.
Narasumber merupakan para pihak perwakilan kelembagaan yang berkompeten dalam urusan KB dan kependudukan diantaranya pemerintah [eksekutif, tokoh agama/masyarakat, aktifis/LSM, dan akademisi. Para narasumber dipilih secara sengaja berdasarkan keterkaitan peran dan fungsinya dalam program KB dan kependudukan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun pihak swasta agar diperoleh informasi yang komprehensif. Narasumber dari unsur pemerintah berasal dari instansi teknis seperti Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana [PP-KB], Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Dispenduk Capil, dan Bappeda. Kedua kelompok sumber informasi dimaksud disediakan instrumen khusus sesuai cakupan posisi dan perannya dalam penelitian.
Jenis data yang dikumpulkan dalam pelaksanaan penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Kajian yang dilakukan dalam penelitian ini pada hakekatnya untuk mencapai tujuan kebijakan KB yaitu mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas. Merujuk permasalahan yang dikembangkan maka teknik analisis yang digunakan akan disesuaikan dengan target pencapai tujuan penelitiannya. Data tentang indikator-indikator TFR beserta unsur kependudukan lainnya ditabulasi kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan bantuan tabel frekuensi [tunggal, ganda dan silang] yang disajikan dalam grafik dan bagan.
Keempat permasalahan dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan teknik tersendiri agar terjawab tujuan penelitiannya, yaitu;
Tujuan I, menghitung TFR Kabupaten Manggarai merujuk data yang diperoleh dari para narasumber kemudian dianalisis secara kuantitatif berdasarkan formula TFR    = ∑i ASFRi; dimana ∑i ASFRi = (ASF 15-19 + ... + ASFR 45-49].
Tujuan II, menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi TFR di Kabupaten Manggarai menggunakan analisis statistik Regresi Logistik Ganda. Pendekatannya kuantitatif dengan bantuan tabel frekuensi tunggal, tabel frekuensi ganda dan tabel silang. Tahapannya dimulai dengan pelabelan setiap indikator dan sub indikator dari masing-masing variabel kemudian dipadukan dengan faktor-faktor determinannya sehingga ditemukan nilai rata-rata dari faktor penyebab.
Tujuan III; mendeskripsikan persoalan dari upaya yang telah ditempuh dan capaiannya dalam pelaksanaan program KB di Kabupaten Manggarai menggunakan analisis SWOT. Tahapannya dimulai dengan menginventarisir berbagai permasalahan kemudian didistribusikan berdasarkan unsur SWOT [kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman] dari setiap upaya yang telah ditempuh. Berdasarkan permasalahan yang dikembangkan maka akan ditemukan kondisi eksisting pada salah satu dari 4 [empat] kuandran grafik SWOT kemudian disimpulkan strategi yang harus ditempuh selanjutnya. 
Tujuan IV, menganalisa dampak TFR terhadap pembangunan di Kabupaten Manggarai menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan hasil analisis pada tujuan 2 dan 3. Tahapannya dimulai dengan rumusan dari faktor dominan yang berpengaruh terhadap tingginya TFR kemudian diserasikan dengan langkah strategis yang harus dicapai dari tujuan 3 lalu di deskrisikan berdasarkan unsur-unsur utama dalam indikator tingkat kesejahteraan masyarakat dan target capaian pembangunan yaitu kualitas sumberdaya manusia dan pembangunan infrastruktur fisik lainnya. Jenis analisis yang digunakan adalah analisis statistik Regresi Logistik Ganda.
Tujuan V, untuk menyusun strategi penurunan persentase TFR di Kabupaten Manggarai menggunakan pendekatan kualitatif deskriftif. Tahapannya merujuk pada hasil analisis isu strategis pada tujuan 3 kemudian dimasukkan dalam tabel strategis kemudian dibahas dalam diskusi terbatas [FGD]. Berdasarkan referensi dari berbagai literatur terkait dan merujuk kondisi sosial, ekonomi dan budaya lokal kemudian dilakukan analisis isi maka dihasilkan program-program indikatif yang dapat dikembangkan guna mengatasi masalah peningkatan persentase TFR.
Perhitungan TFR di Kabupaten Manggarai merujuk dari data sekunder yang diperoleh dari Manggarai dalam Angka [BPS Manggarai; 2014, 2015, 2016], Profil Kesehatan Kabupaten Manggarai dan Profil Puskesmas se-Kabupaten Manggarai, serta data populasi penduduk dari Dispenduk Capil Kabupaten Manggarai. Jenis data yang dibutuhkan adalah jumlah penduduk perempuan/Wanita Usia Subur [WUS] pada kelompok umur tertentu [15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-49] menurut kecamatan di Kabupaten Manggarai selama 3 tahun terakhir [2013, 2014, 2015], data jumlah perempuan yang melahirkan sesuai kelompok umur diatas, serta jumlah bayi yang dilahirkan oleh perempuan pada periode waktu dan kelompok dimaksud.
Kondisi lapangan sebagian besar data sekunder menunjang untuk penggunaan alat analisis namun beberapa wilayah kecamatan hasil pemekaran belum menyediakan data yang representatif sehingga diasumsikan masih bergabung dengan kecamatan induk sebelumnya. Memperhatikan ketersediaan data yang terkumpul, perhitungan TFR dapat dilakukan menurut kecamatan dan diperoleh nilai TFR untuk 10 kecamatan sebagaimana tersaji dalam grafik berikut. Sementara 2 kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Cibal Barat masih bergabung dengan Kecamatan Cibal, dan Kecamatan Satar Mese Utara masih bergabung dengan Kecamatan Satar Mese Barat.
Hasil analisis berdasarkan data sekunder yang tersedia dari 22 Puskesmas yang tersebar di 12 kecamatan se Kabupaten Manggarai menunjukan bahwa terjadi selisih 1,12% dari target ketercapaian 2,1 namun secara nasional baru akan diberlakukan pada tahun 2025 sehingga masih membutuhkan 15 tahun dari tahun 2011 atau 10 tahun dari tahun 2015. Upaya untuk mengejar 1,12% kiranya cukup sulit ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai beserta stakeholdernya karena kinerja sementara hanya mencapai 0,051% per tahun. Pencapaian target TFR nasional 2,1 pada tahun 2025 oleh Kabupaten Manggarai hanya dapat tercapai bilamana persentase penurunannya mencapai 0,112 per tahun, bukan 0,051; artinya, harus ada pergeseran nilai TFR Kabupaten Manggarai sebesar 0,112 pada setiap tahunnya bila ingin mencapai target nasional tepat pada tahun 2025.
Kondisi eksisiting menunjukan bahwa selama 5 tahun terakhir [periode 4 tahun mutlak] hanya mencapai tingkat perkembangan yang menurun sebesar 0,28% yang seharusnya mencapai angka persentasi penurunan antar waktu sebesar 2,07%. Sementara kondisi TFR menurut kecamatan di Kabupaten Manggarai menunjukan tingkat penurunan yang bervariatif namun relatif sama antar semua kecamatan karena hampir semua mengalami penurunan meskipun dengan persentase yang kecil dan berbeda-beda. Selisih angka penurunan antar kecamatan yang relatif jauh mengakibatkan keterlambatan secara akumulatif untuk TFR tingkat Kabupaten Manggarai. Harapan kedepannya dengan kesempurnaan data yang terkumpul, akan diperoleh hasil analisis yang lebih akurat namun bila kondisi ini di deskrisikan maka kecenderungan beberapa kecamatan dengan jangkauan akses kesehatan yang relative baik tidak menjamin penurunan TFR.
Demikian pula partisipasi dalam program KB yang relative baik turut mempengaruhi penurunan angka TFR untuk masing-masing kecamatan namun factor penentunya adalah populasi WUS yang kian menurun dan usia perkawinan yang relative bergeser dari kelompok 15-19 dan 20-24 [sebelumnya] menjadi 25-30 sehingga usia produktifnya semakin berkurang dan peluang untuk melahirkan semakin kecil dengan batasan maksimal usia melahirkan hanya pada kategori umur 35-40 tahun. Kondisi ini cenderung terjadi pada beberapa kecamatan yang mengalami persentase rata-rata penurunan selama 3 tahun terakhir yang cukup besar seperti Reok Barat dan Reok Utara.
Kondisi TFR di Kabupaten Manggarai kemudian dianalisis tingkat pertumbuhan rata-rata nya [secara negative] yaitu sebesar 2,07% maka diproyeksikan TFR Kabupaten Manggarai akan mencapai angka 2,1 pada tahun 2034, atau 9 tahun setelah target nasional tercapai. Hal ini karena TFR Kabupaten Manggarai bergerak menurun secara lambat sebesar 0,052% per tahun dari yang seharusnya 0,112 per tahun. Asumsi lainnya adalah, Pemerintah Kabupaten Manggarai beserta seluruh stakeholder [provider] dan masyarakat dari seluruh stuktur harus mencapai pertumbuhan 3,76% setiap tahunnya dalam durasi 3 tahun ke depan. Artinya, capaian pertumbuhan rata-rata sementara sebesar 2,07% tidak mampu mencapai target nasional kecuali rata-rata penurunannya mencapai 3,76% maka 10 tahun kedepan TFR Kabupaten Manggarai akan mencapai 2,16.
Proyeksi capaian TFR Kabupaten Manggarai untuk mencapi target nasional sebesar 2,1 pada tahun 2025 ternyata masih jauh dari target karena dengan pertumbuhan 2,07% maka capaian TFR Manggarai hingga batas nasional 2,1 hanya dapat dicapai pada tahun 2034.
Beberapa ahli mengemukakan faktor determinan yang cukup beragam namun untuk kebutuhan penelitian TFR di Kabupaten Manggarai ini menjangkau beberapa factor utama yaitu; [1] factor social-budaya yang mencakup Pengharapan memiliki anak/keturunan, Nilai anak dalam keluarga, status pernikahan keluarga, sanksi dan apresiasi adat, institusi pernikahan/perkawinan, kontrol sosial masyarakat, tanggung jawab orang tua, status sosial keluarga, kesenjangan sosial; [2] factor ekonomi yang meliputi Jumlah tanggungan anak, Pendapatan rata-rata keluarga, Ketercukupan kebutuhan keluarga, Keterjangkauan akses produksi, Ketergantungan terhadap pemerintah, Perbedaan tingkat pendapatan, Pola konsumsi; [3] factor pendidikan yang meliputi Sarana pendidikan, Materi dan sumber informasi, Jenis dan bentuk media informasi, Metode sosialisasi, Kemauan untuk belajar/sekolah
Akses terhadap pendidikan, Perbedaan tingkat pengetahuan/pemahaman, Biaya pendidikan, Ketersebaran media sosialisasi dan informasi; [4] factor layanan umum dan kesehatan yang meliputi Ketersediaan sarana pelayanan, Ketersediaan sarana/petugas kesehatan, Fasilitas pelayanan, Intensitas pelayanan, Aksesibilitas terhadap pelayanan, Kemudahan pelayanan, Kondisi layanan kesehatan, Kualitas layanan kesehatan, Kompetensi petugas kesehatan; [5] factor kebijakan yang meliputi Standar operasional prosedur pelayanan kesehatan, Kebijakan pendukung, Sinergitas kebijakan di tiap jenjang, Implementasi kebijakan; [6] factor medis/biologis yang meliputi Kondisi ideal (usia) melahirkan, Peluang melahirkan, Kesanggupan melahirkan, Kemauan dan komitmen ber-KB, Kemudahan mendapatkan alat kontrasepsi, Keinginan untuk melahirkan, Pengaturan jarak melahirkan, Usia ideal menikah dan [7] factor infrastruktur yang mencakup Pemerataan pembangunan, Aksesibilitas, Kondisi infrastruktur, Ketersediaan infrastruktur. Ketujuh factor dimaksud kemudian diidentifikasi variable dan indicator yang mempengaruhinya sehingga dapat dianalsis beberapa factor dominan yang saling mempengaruhi pada ranah hulu, produksi, output hingga outcome-nya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor Sosial Keluarga untuk variable [A1] “keinginan untuk memiliki anak keturunan yang berkualitas” dianggap mampu menurunkan angka TFR. Variabel ini merupakan variable inhern yang selama ini tidak dimunculkan dalam tataran fisik karena berhubungan dengan komitmen membangun keluarga yang berkualitas maka orientasi kepemilikan anak diharapkan untuk memperoleh keturunan yang berkualitas. Bilamana komitmen bersama dibangun untuk mendapatkan anak sebagai upaya untuk memperkuat kapasitas dan kualitas turunan tanpa orientasi kuantitatif [jumlah] maka dapat terhindar dari peningkatan angka TFR. Variable ini hanya dapat diperoleh bila adanya dukungan dari berbagai factor dan variabelnya agar komitmen memiliki anak karena untuk menjaga kualitas anak. Point inilah yang sepatutnya dikampanyekan kepada masyarakat agar mengubah orientasi kepemilikan anak keturunan.
Faktor Pendidikan [P] untuk variable [P5] “keinginan untuk bersekolah atau partisipasi sekolah” dianggap mampu membatasi kepemilikan anak. Asumsi kuatnya adalah adanya perubahan paradigm berpikir dengan bertambahnya pengetahuan dari lembaga pendidikan. Selain itu juga partisipasi sekolah kaum perempuan di Manggarai yang relative mengalami kenaikan selama 3 tahun terakhir, telah menggeser kesempatan menikah dan hamil pada usia muda, dan selanjutnya pada fase usia reproduksi tahap ke-2 dan ke-3 telah tergeser ke kelompok ke-4 [25-29 tahun] sehingga orientasinya telah berpindah seiring kemampuan reproduksi kaum perempuan [WUS]. Selanjutnya kesibukan yang dilakukan pasca berpendidikan yaitu terlibat dalam kegiatan komersil [non-domestik] memungkinkan perempuan untuk enggan memiliki banyak anak karena harus berbenturan dengan tuntutan pekerjaan.
Faktor Pendidikan untuk variable [A9] “Ketersebaran media sosialisasi dan informasi” dianggap mengancam atau turut meningkatkan angka TFR bilamana tidak dikelola secara baik dan benar. Perkembangan informasi dan teknologi dari berbagai perangkat teknologi [HP dan internet] dianggap sangat dominan mempengaruhi kenaikan TFR karena rasa penasaran, keingintahuan dan kenjajaki informasi yang berkembang hingga memungkinkan terjadinya kehamilan dan kelahiran diluar perencanaan yang diinginkan.
Tingkat fertilitas dan berbagai faktor yang mempengaruhinya sebagaimana dijelaskan di atas memiliki korelasi terhadap pospek pembangunan di suatu wilayah. Korelasi dimaksud bisa bernuansa positif bisa juga bernuansa negatif. Secara positif, tingkat fertilitas dapat dimaknai sebagai peningkatan aset sumber daya manusia terhadap pembangunan bila dibarengi dengan peningkatan mutu/kualitas sumber daya manusia. Namun di sisi lain tingkat fertilitas dapat dimaknai sebagai tantangan dalam proses pembangunan manakala ketersediaan sumber daya alam dan aset-aset produksi tidak mampu mengcover kebutuhan manusia yang terus bertambah dari waktu ke waktu. Pada gilirannya, tingkat fertilitas bermuara pada konflik sosial yang disebabkan karena persaingan di tengah masyarakat untuk memperebutkan sarana dan akses penjamin kesejahteraan hidup masyarakat. Sebagai contoh, pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja yang memadai dapat mengakibatkan peningkatan angka pengangguran di suatu wilayah. Kondisi tersebut hanya dapat diatasi apabila pembangunan berjalan secara proporsional dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat sebagai pelaku sekaligus objek pembangunan.
Melihat prospek pembangunan di Kabupaten Manggarai saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan yang sudah dan sedang berlangsung di kabupaten Manggarai saat ini merupakan dampak dari kondisi TFR. Hal itu sudah mulai terasa ketika berbagai aset sumberdaya yang ada semaikin terbatas persediaannya sementara tingkat kebutuhan masyarakat akan akases terhadap sumber daya yang ada semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal itu paling terasa di sektor ketenagakerjaan di mana peluang lapangan kerja bagi para calon tenaga kerja sudah sangat terbatas. Jika kondisi tersebut tidak segera diatasi maka bisa dipastikan dalam beberapa tahun ke depan pembangunan di Kabupaten Manggarai khususnya dari aspek sumber daya manusia dan sektor-sektor penopangnya akan berjalan lamban bahkan mengalami kemunduran. Karena itu diperlukan sebuah konsep pembangunan berwawasan kependudukan. 
Pembangunan  berwawasan  kependudukan,  yaitu  pembangunan  yang  berpusat  pada penduduk  (people-centered  development) dengan memperhatikan kondisi  dan dinamika penduduk. Semua perencanaan pembangunan harus ‘population responsive’, yaitu memperhatikan dan mempertimbangkan data dan informasi kependudukan secara lengkap, mulai dari jumlah, pertumbuhan, struktur umur, persebaran,  maupun kualitas  penduduk.
Merujuk pada konsep pembangunan berwawasan kependudukan sebagaimana dijelaskan di atas maka seyogyanya upaya pembangunan di tingkat lokal/daerah juga harus berbasis dan berorientasi pada isu kependudukan. Namun fakta menunjukkan bahwa problem kependudukan merupakan problem yang sangat kompleks dan berdampak pada berbagai dimensi kehidupan. Persoalan kependudukan tidak hanya menjadi basis pembangunan tetapi juga menjadi bagian dari dampak atau akibat dari program pembangunan itu sendiri. Terlepas dari korelasi tersebut, isu kependudukan harus tetap menjadi referensi utama dalam berbagai program pembangunan khususnya di kabupaten Manggarai.
Terkait upaya menekan angka kelahiran dan mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, pemerintah Kabupaten Manggarai telah menggalakkan program KB. Namun upaya tersebut belum membawa hasil yang maksimal. Sejumlah kendala baik internal maupun eksternal beserta variabel-variabelnya disinyalir menjadi penyebab minimnya target yang diharapkan oleh pemerintah kabupaten Manggarai.
Dari sekian hambatan yang ditemukan terdapat tiga variabel utama yang dominan mempengaruhi TFR di kabupaten manggarai yakni adanya pengharapan untuk memiliki anak yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya, rendahnya kemauan untuk belajar yang dipengaruhi oleh mental masyarakat, dan faktor media sosialisasi dan informasi yang berkembang di masyarakat. 
Terkait faktor budaya yakni keninginan untuk memiliki anak, kondisi yang tidak dapat disangkal adalah bahwa bagi masyarakat Manggarai anak memiliki nilai tersendiri dalam keluarga yang tidak dapat digantikan oleh faktor manapun. Karena itu bagi masyarakat Manggarai, orientasi hidup berkeluarga pertama-tama adalah untuk memiliki anak. Kondisi ini semakin diperparah dengan fakta lainnya di mana minat dan keinginan masyarakat Manggarai untuk belajar masih tergolong rendah. Rendahnya minat untuk belajar berkorelasi positif terhadap tingginya intensitas hubungan seksual di kalangan PUS yang berdampak pada tingginya angka kelahiran. Di sisi lain, penggunaan media sosialisasi dan informasi justru mempengaruhi tingginya intensitas hubungan seksual PUS.
Jika melihat ketiga faktor dominan di atas, maka pendekatan teknis operasional melalui program KB dan sejenisnya dipastikan tidak akan mampu menekan angka kelahiran di kabupaten Manggarai. Satu-satunya jalan untuk meretas ketiga faktor penghambat upaya penurunan TFR tersebut adalah merubah paradigma berpikir masyarakat tentang pengharapan memiliki anak, pentingnya mengenyam pendidikan sebagai bagian dari kebutuhan dasar setiap manusia, dan penggunaan media sosialisasi dan informasi yang  bernilai manfaat. Terkait pengharapan memiliki anak, masyarakat harus diarahkan untuk tidak hanya berorientasi pada jumlah anak yang dilahirkan tetapi harus sampai pada pemahaman bahwa anak yang diiharapkan harus berkualitas dan terjamin segala kebutuhannya. Karena itu apapun kebijakan yang akan dibuat harus bermuara pada perubahan paradigma berpikir masyarakat.
Namun upaya untuk merubah paradigma berpikir masyarakat bukanlah perkara mudah. Diperlukan keterlibatan berbagai pihak terutama institusi agama sebagai institusi yang dipercaya masih memiliki pengaruh cukup kuat dalam mengontrol perilaku dan pola pikir masyarakat di kabupaten Manggarai. Karena itu pemerintah perlu membangun kerjasama dengan institusi agama dan institusi lainnya melalui pendekatan pola pikir yang rasional sehingga masyarakat benar-benar diyakinkan akan peluang dan manfaat yang dapat diperoleh dari upaya mengendalikan laju pertumbuhan penduduk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar