Senin, 28 September 2015

Khutbah Idul Adha di Kabupaten Rote Ndao



MENELADANI KEIKHLASAN KELUARGA IBRAHIM ‘ALAIHISALAM
Khotib : A. P. Kosso [Ketua Umum MUI Rote Ndao]
Naskah : H. Wulakada


إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا .مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
َمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ ، وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
أَللهُ أَكْبَرْ أَللهُ أَكْبَرْ أَللهُ أَكْبَرْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ أَلله أَكْبَرْ وَ للهِ الْحَمْدُ

Khutbah I
Kaum Muslimin jama’ ied yg dimuliakan Allah ....
Kumandang takbir kembali lagi bergema di awal-awal Dzulhijjah hingga pagi ini, disunnahkan bagi kaum muslimin untuk bertakbir mutlak di tempat-tempat umum sejak 1 Dzulhijjah. Lalu sejak Shubuh hari 9 Dzulhijjah disunnahkan bertakbir muqoyyad selesai shalat. Itu semua menunjukkan kita mengagungkan Allah di awal-awal Dzulhijjah ini dan semakin dekat pada-Nya.
Dosa demi dosa kita kerjakan nyaris sepanjang hari. Perintah demi perintah-Nya hampir kita abaikan setiap saat. Tapi lihatlah, Allah Azza wa Jalla yang Maha Pengasih itu tidak pernah bosan memberikan kesempatan demi kesempatan kepada kita untuk bertaubat dan kembali pada-Nya. Allah Azza wa Jalla yang Maha Penyayang itu tidak pernah menutup pintu ampunanNya yang luas. Begitu banyak kenikmatan Allah kepada kita sehingga kita tidak mampu menghitungnya, karena itu keharusan kita adalah memanfaatkan segala kenikmatan dari Allah SWT untuk mengabdi kepada-Nya, sebagai manifestasi dari rasa syukur itu, salah satunya adalah ibadah berkorban pada hari raya Idul Adha dan hari tasyrik. Allah SWT berfirman:
 إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah (QS Al Kautsar [108]:1-2).
Adapun Idul Adha yang kita rayakan pada hari ini, hakekatnya merupakan media bagi umat Islam seluruh dunia, khususnya bagi mereka yang diberi kesempatan melaksanakan Ibadah Haji, untuk kembali mengenang ulang tiga sosok manusia yang pernah terlahir di muka bumi. Ketiga sosok yang dimaksudkan adalah Nabiyullah Ibrahim AS, Siti Hajar, istrinya, dan juga putranya, Ismail. Ketiganya tercatat dalam sejarah yang ditulis dengan tinta emas, yang oleh al-Qur’an dinobatkan sebagai uswatun hasanah (contoh teladan yang baik), bagi seluruh umat manusia. Ketiganya telah mengajarkan bagaimana cara kita bersikap dalam mengarungi kehidupan agar beruntung, sukses, bahagia dan selamat di dunia dan akhirat. Inilah yang diabadikan oleh Allah SWT dalam QS:60 (Al Mumtahanah) ayat 4;
60:4


Artinya:   Sungguh telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya.

Allahu Akbar 3X Walillahilhamd.
Barokallahuliwalikum Jama’ah Sholad Ied ....

Pada kesempatan yang baik di hari idul adh-ha ini, kami mengajak kepada kita semua untuk merenungkan kembali makna sejarah Nabi Ibrahim, Siti hajar, dan putranya, Ismail. Ketiganya telah menunjukkan kepada kita bagaimana seharusnya taat kepada perintah Allah. Bagaimana menempatkan Allah di atas segala-galanya. Bagaimana kecintaan kepada Allah di atas semua kecintaan kepada apapun dan kepada siapapun.
Hari-hari ini kita senantiasa disuguhi berita di media yang topik umumnya tentang penganiayaan anak, pembunuhan dan mutilasi, bahkan ada ibu yang tega membunuh anak kandungnya. Sementara disisi lainnya ada orang yang seudah bertahun-tahun berharap mendapatkan anak keturunan namun tak kunjung dikaruniahi. Berbagai pengorbanan dilakukan bahkan harus menggelontorkan milyaran rupiah untuk mendapatkan anak dengan bantuan dokter dan teknologi termahal. Sungguh 2 kondisi yang ironis dan bertolak belakang. Ada pihak yang tidak mengharapkan anak kemudian menelantarkannya sementara pihak lain yang sangat berharap justru tidak diberikan Allah. Alasan biologis, psikologis dan apapun itu, hanya Allah-lah yang mampu memandatkan ‘ruh’ pada jasad makhluknya, meskipun di Jepang dengan teknologi terkininya mampu menciptkan jasad manusia namun urusan ‘ruh’ tidak dapat dibeli, apalagi diciptakan. Hanya kuasa Allah SWT yang mampu.
Tradisi budaya ketimuran, setelah menikah pastinya ada pertanyaan teman dan sanak saudara; sudah berapa bulan kandungannya?, berapa putranya?. Pertanyaan itu akan dijawab bahagia bila sudah dikarunia anak, namun akan menjadi cibiran bila bertahun-tahun menikah belum dikarunia anak. Betapa mirisnya, hidup dengan harta berlimpah, berkekuasaan luas namun akan jatuh status sosialnya bila tidak dikaruniai anak keturunan. Kehadiran seorang anak dalam kehidupan rumah tangga merupakan pelengkap kebahagiaan. Ketidak hadiran seorang anak dalam kehidupan suami isteri ibarat sayur yang tak bergaram. Kondisi demikian jugalah yang pernah dialami Nabiyullah Ibrahim AS, dalam kesabaran dan ketabahannya bertahun-tahun laanya menanti kehadiran seorang anak keturunan sebagai pelanjut risalah Allah. Berusaha dan berdo’a, bernazar dan berkorban namun tak kunjung di karunia anak. Namun kondisi berbalik tatkala Ibrahim AS dikarunia anak  dari pernikahnnya dengan Siti hajar. Suatu kegembiraan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Mungkin inilah jawaban Allah SWT atas do’a dan pengorbanannya, namun, justru peristiwa inilah yang menjadi menjadi titik awal dari puncak drama kehidupan yang beliau lakoni dari sekian banyak episode sejarahnya. Betapa tidak, tatkala sang anak telah beranjak remaja, sekonyong-konyong datang perintah Allah SWT untuk menyembelih sang buah hati. Ayah mana yang hatinya tak berguncang saat menerima perintah ini? Ibu mana yang bisa mengikhlaskan anaknya disembelih oleh ayah yang baru datang menengoknya? Anak mana mana yang tidak memberontak ketika akan disembelih oleh ayahnya sendiri?. Hari ini mungkin biasa-biasa saja, sekeluarga rela mati bunuh diri karena himpitan ekonomi, bukan karena kepatuhan atas perintah Allah SWT.
Ketiganya menujukkan kepada kita, bagaimana seharusnya taat kepada Allah di atas segala-galanya. Bagaimana kecintaan kepada Allah di atas semua. Bagaimana harus mengorbankan sesuatu yang amat-sangat dicintai, terlebih telah berkorban sekian lamanya. Drama tersebut diabadikan dalam al-Qur’an QS. Ash-Shaffat: 102






37:10237:102

37:10237:102


Artinya :  Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha ersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukan apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. (QS. Ash-Shaffat: 102)

Pertanyaan, modal apa yang dimiliki oleh ketiga orang pilihan Allah tersebut, sehingga mereka begitu tegar dalam melaksanakan perintah meskipun resikonya jelas, yaitu kehilangan sesuatu yang justru paling dicintai dan disayangi?

Allahu Akbar 3X Walillahilhamd.
Ketaatan atas perintah Allah SWT  yang menuntut pengorbanan yang begitu tinggi, hanya mungkin dilakukan oleh orang yang memiliki kualitas iman yang kokoh. Hanya orang-orang yang memiliki pondasi keimanan yang kuat saja yang tetap tegar dan kuat menghadapi berbagai cobaan hidup. Orang yang beriman menyadari sepenuhnya bahwa hidup di dunia ini hanyalah serentetan cobaan. Kadang baik, kadang buruk. Tapi ingatlah bahwa hal tersebut hanyalah ujian yang menjadi indikator kelulusan, menunjukan klasifikasi dan kualitas keimanan seseorang. Allah berfirman:
67:267:2


Artinya;   Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara yang lebih baik amalnya. Dan dia Maha Perkasa, Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk: 2)

Melalui drama di atas, Allah telah memberi pelajaran berharga bahwa ketaatan kepada Allah tidak pernah membawa sengsara. Sebaliknya, di balik ketaatan kepada Allah akan lahir keselamatan, kesuksesan, dan kebahagiaan. Tidak hanya di dunia namun juga kebahagiaan abadi dihari kemudian. Persoalannya sekarang, maukah kita menjalani ujian dan cobaan dengan keimanan? Masih ragu-ragukah kita atas kekuasaan Allah?. Sesungguhnya Allah sudah menegaskan dalam Al Qur’an bahwa segala harta dan anak yang kita dapatkan saat ini adalah kausal material dari cobaan. Keduanya adalah bukti ketercapaian kuasa manusia, maukah kita mengorbankannya sebagai wujud ketaqwaan kepada Allah?.
Sebagian kita tentunya akan terpukul dalam keterpurukan bila dilanda kebangkrutan, kehilangan anak atau sanak saudara karena mati secara mendadak. Anda dan saya tentunya tidak rela bila Allah mencabut kuasa atas kekuasaan kita tersebut, namun Ibrahim AS, Siti Hajar dan anaknya Ismail AS yang diperintahkan menyembelih anaknya, justru dengan sukarela mengorbankannya. Ibrahim AS patuh bukan karena tidak mampu menghidupi anaknya, bukan pula karena stres dengan resesi ekonomi saat itu, namun Ibrahim AS tahu dan sadar bahwa ‘Ismail’ adalah makhluk Allah SAW yang dititipankan kepadanya untuk menjaga, membesarkan, mendidik, mengasihi, dan membinanya. Hak Allah-lah untuk mengambil kembali Ismail, karena titipan kuasa atas Ismail adalah kemutlakan Allah. Pertanyannya, relakah kita bila kehilangan barang berharga terlebih yang amat kita cintai? Sudikah kita berqurban barang sedikit dari harta kepunyaan kita untuk saudara dan tetangga kita yang hidupnya dalam keterbatasan?

Kembali saya ingatkan ayat Al Qur’an yang terbesit tadi, bahwa ; “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar”. (QS. Al-Anfal: 28)
8:288:28



Bilamana harta dan anak adalah materi kekuasaan yang menjadi ujian bagi kita maka pertanyaanya, Apakah hingga saat ini kita lulus dengan ujian tersebut?. Apa bukti kelulusan ujian kita dengan dititipkannya kuasa dimaksud oleh Allah?. Sederhana saja jawabannya, bilamana Ibrahim AS dinyatakan lulus dengan kerelaannya mengorbankan nyawa anaknya, maka pernahkan kita ikhlas membagi sebongkah roti pada seorang anak jalalan yang kelaparan sementara hanya itu satu-satunya yang kita punya? Pernahkah kita merelakan jabatan pada orang yang lebih layak sementara kita membutuhkan jabatan tersebut? Sudikah kita merelakan ikan hasil tangkapan semalam dimakan kucing kelaparan sementara kita membutuhkan ikan untuk hidup kita hari ini? Sudikah kita pada semut yang mengotori gula air hasil sadapan kita sementara pembeli telah menunggu pesanannya?
Berbagai pertanyaan tersebut hanyalah sebagaian kecil dari ujian keikhlasan atas harta, anak dan kuasa kita. Perihal anak dan keluarga, bilamana kita tidak mampu [gagal] menjaga, merawat, membina dan mendidiknya sebagai hamba Allah yang sholeh/sholehah maka itulah kegagalan atas ujian kita dititipkan anak oleh Allah SWT. Semoga anda dan saya bukan termasuk orang-orang yang berbangga dengan anak-anaknya yang justru membuat kerusakan dan kegaduhan di sekolahnya,  orang tua yang miris lantas membela anaknya yang melanggar norma hukum dan syari’at agama. Kita kadang lebih rela membelikan anak sepeda motor mahal untuk kesekolah sementara ada teman anak kita yang tidak memiliki sepatu sekedar mengalas kakinya ke sekolah. Na’udzu billah min dzalik, itu bagian dari ujian dan cobaan Allah, semoga kita mampu menghadapinya...

Allahhu Akbar 3X, walillahil hamdu ....
Jama’ah sholat Idul Adh-ha yang dimuliakan Allah SWT...

Bahkan di ayat yang lain, Allah menegaskan:
64:1464:14


Artinya;   Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. (QS. At-Taghabun: 14)

Musuh yang dimaksud Allah dalam ayat dimaksud dapat berupa peringatan bahwa musuh tidak hanya bermusuhan karena mempertengkarkan sesuatu namun menjadi musuh dalam hal prioritas pengorbanan. Bilamana harus memilih, memenuhi permintaan anak dan istri dibanding mengorbankan permintaan itu di jalan Allah karena ada hamba Allah lainnya yang lebih membutuhkan. Meninggalkan kewajiban kepada Allah hanya karena permintaan istri dan anak, maka sungguh anak dan istri telah menjadi musuh yang memisahkan kewajiban kita kepada Sang Khaliq. Sepatutnya anak dan istri di ajak bersama untuk sholat berjama’ah dan dibiasakan ikhlas berqurban, maka itulah keberhasilan [kelulusan] kita mengikuti ujian Allah SWT. Meskipun Rosulullah bersabda sebagaimana HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh al-Albani bahwa ”Sesungguhnya seorang muslim itu jika ia memberi nafkah kepada keluarganya, maka itu akan menjadi sedekah untuknya.” 

إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا أَنْفَقَ عَلَى أَهْلِهِ كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً
Hadits lainnya disebutkan bahwa;
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ ِلأَ هْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ ِلأَهْلِى
Artinya :    Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluargaku (HR. Ibnu Asakir).

Prioritas utamanya adalah istri dan anak karena keberadaan mereka adalah sarana ibadah kepada Allah. Dapatkah kita menjadi yang terbaik kepada keluarga kita, memberikan keteladanan kepada anak dan istri kita, maka tuntunan itu merupakan keberhasilan dalam mengaruhi cobaan Allah. Terlebih pada mereka kita mengajarkan kemuliaan bila menafkahi juga makhluk lain yang selayaknya mendapatkannya, mereka juga diajarkan bagaimana berqurban di jalan Allah. Subhanallah....

Momentum Idul Adh-ha identik dengan hari raya qurban, menyembelih kurban kemudian membagi pada sesama sebagai representatif gambaran kepatuhan Ibrahim mengurbankan nyawa anaknya. Pelajarannya, sebagai orangtua harus rela menyembelih anaknya dengan memberikan pendidikan yang benar. Kenalkan dan dekatkan mereka terhadap Tuhannya. Kenalkan mereka dengan mengajarkan Al-Qur’an. Pahamkan mereka tentang syari’at agama. Ajarkan pada mereka akhlaqul karimah. Sebagai orangtua jangan ragu-ragu menyembelih anak kita sendiri, dalam pengertian menyetop mereka jika berlaku salah. Stop anak-anak kalian jika mereka bergaul bebas, lelaki dengan perempuan. Stop anak-anak kalian jika mereka berpakaian tidak sopan, melanggar syaria’at, mengumbar aurat. Stop anak-anak kalian jika terlihat mereka sampai berani merokok, karena jika dibiarkan akan menjadi pintu masuk alkohol dan narkoba.
Orangtua harus tega menyembelih anaknya, dalam arti melarang mereka berbuat maksiyat. Orangtua harus rela menghukum anaknya yang tidak shalat. Meninggalkan shalat sama dengan berbuat kemaksiyatan. Jika kepada Allah mereka berani melanggar, bagaimana kepada yang lain?. Rasulullah telah mengingatkan:

Suruhlah anak-anakmu shalat bila berumur tujuh tahun dan gunakan pukulan jika mereka sudah berumur sepuluh tahun. (HR. Abu Dawud)

Sungguh ironis, banyak orangtua yang segan mengingatkan anaknya untuk melaksanakan shalat, padahal mereka sudah berumur di atas sepuluh tahun, bahkan sudah ada yang berumur tujuh puluh tahun. Banyak orangtua yang segan mengingatkan anaknya yang sedang pacaran, bergaul bebas, dan berpakaian tidak sopan. Anak kita adalah aset masa depan kita. Di saat kita sudah menghadap Allah, merelah yang bisa meminta ampunan kepada Allah. Di saat kita sudah mati, merekalah yang bisa mendo’akan kita. Anak adalah surga dan neraka kita. Rasulullah ditanya tentang peranan kedua orangtua, beliau menjawab:
Hum jannatuka wa naruka”
Artinya; “Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu dan nerakamu”. (HR. Ibnu Majah)



Kita semua mencintai anak, akan tetapi kecintaan kita kepada anak jangan sampai kelewat batas. Betapa banyak orang tua yang rela korupsi, besar-besaran atau kecil-kecilan demi anaknya? Ketika anaknya masih kecil, yang diminta mungkin hanya sekadar mobil-mobilan. Tapi ketika mereka dewasa, yang diminta mobil beneran. Rumah beneran.
Sebelum anak-anak kita menjadi neraka di rumah kita, sebelum anak-anak kita menjadi generasi perusak bangsa, mari kita jadikan kecintaan kepada Allah di atas segala-galanya. Mari kita jadikan ketaatan kepada Allah menjadi perisai kehidupan kita. Kita didik anak kita baik-baik. Kita juga jadikan diri kita sebagai suri tauladan yang baik bagi mereka. Bukankah Rosulullah bersabada;
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ: مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila seorang insan meninggal dunia, akan terputuslah seluruh amalnya kecuali dari 3 hal: dari sedekah jariyah, atau dari ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang berdoa untuknya.”(HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh al-Albani)
Barokallah.....

Khutbah II
Pesan sebagaimana dalam khutbah pertama memberi pesan kepada kita sekalian, .... Jadilah orangtua yang bisa menjadi contoh. Jadilah orangtua yang tidak hanya bisa menasehati, tapi juga bisa menginspirasi. Jadilah ayah seperti Ibrahim. Jadilah ibu seperti Siti hajar. Dan jadilah anak seperti Ismail.

Akhirnya kita berdo’a:

الحمد لله رب العالمين، حمدا شاكرين حمدا ناعمين، حمدا يوافي نعمه ويكافئ مزيده، يا ربنا لك الحمد كما ينبغي لوجهك الكريم و عظيم سلطانك، أللهم إنا عبادك أبناء عبادك، أنت القدير و أنت العزيز، لا حول ولا قوة إلا بك.
.أللهم إنا نسألك موجبات رحمتك و عزائم مغفرتك، ونسألك السلامة من كل إثم و الفوز بالجنة والنجاة من النار

Ya Allah, Dzat yang Maha Pengasih tak pilih kasih dan Maha Penyayang tak pandang sayang
Berkahilah kami dihari ini dan setelahnya, ridhailah hidup kami hingga kami berada disisi-Mu. Ampunilah segala kesalahan kami, baik yang kami sadari maupun yang tidak kami sadari. Jadikanlah pertemuan kami saat ini sebagai pertemuan yang Engkau rahmati dan perpisahan kami sebagai perpisahan yang Engkau ampuni.
Ya Allah, tuntunlah langkah hidup kami agar senantiasa berjalan diatas jalur kebenaran. Jalan yang telah dicontohkan oleh Nabi-Mu Muhammad Shallallaahu ‘alaihiwa Sallam serta para sahabatnya dan orang-orang shaleh setelahnya.
Ya Allah, ampunilah dan sayangilah orang tua kami melebihi dari rasa sayang mereka terhadap kami. Bila mereka telah berada disisi-Mu, maka lapangkanlah tempatnya dan jadikan mereka sebagai penghuni surga-Mu. Dan basahilah lidah kami untuk senantiasa mendoakan mereka. Dan bila mereka masih bersama kami di dunia, berikanlah kami kekuatan untuk menunjukkan bakti kami terhadap mereka. Janganlah engkau biarkan kami lalai dalam menyayangi mereka dan bila Engkau ingin mengambil mereka maka jadikanlah husnul khatimah sebagai penghias akhir hidup mereka.
Ya Allah, satukanlah hati orang-orang yang beriman kepada-Mu sebagaimana Engkau telah menyatukan hati kaum Anshar dan Muhajirin. Hilangkan pertikaian dan angkatlah permusuhan dari kami. Jadikanlah kami orang-orang yang bersaudara karena-Mu agar kami bias menjadi lebih kuat dan berhak atas pertolongan-Mu.
Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang senantiasa rela meninggalkan kuasa duniawi kala harus memenuhi panggilan-Mu, menjadi ayah semulia Ibrahim, menjadi istri sepatuh Siti Hajar dan menjadi anak seikhlas Ismail.
Berkahilah mereka yang sudi berqurban dijalan-Mu ya Allah, mereka yang menyantuni fakir miskin, yatim dan piatu, mereka yang tengah berjihad dengan belajar di rantauan demi ilmu-Mu, mereka yang siang dan malam mencari rizqi penuhi kebutuhan keluarga hanya karena ibadah kepada-Mu....
Ya Allah, bantulah saudara-saudara kami yang terdzalimi di Palestina, Suriah, Mesir, Rohingya dan tempat lainnya. Hilangkan rasa lapar yang mendera saudara-saudara kami di Somalia. Ampunilah kelalaian kami bila selama ini kami tidak memikirkan nasib mereka.
Ya Allah, lapangkanlah urusan yang sedang kesulitan diantara kami, berilah makan yang lapar diantara kami, hangatkanlah orang-orang yang kedinginan dan ajarilah orang-orang yang jahil diantara kami, penuhilah kebutuhan-kebutuhan kami agar kami bias menyembah-Mu lebih baik lagi.
Ya Allah, tuntunlah para pengambil kebijakan di daerah dan Negara kami. Jangalah Engkau biarkan hati dan perlangkahan mereka tersesatkan sehingga menetapkan kebijakan yang tidak memberikan kemaslahatan agama, ummat, bangsa dan dunia.
Ya Allah, Zat Yang Maha Mengabulkan doa kabulkanlah doa kami, penuhilah permintaan kami, kamilah hamba-Mu yang lemah, harapan kami hanya kepadaMu, Engkau Maha Mendengar, Engkaulah Penguasa satu-satunya Yang Haq, Engkaulah sebaik-baik Pemberi yang diharap.

رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وصل اللهم على خير خلقك محمد وعلى آله وصحبه أجمعين والحمد لله رب العالمين.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.