RINGKASAN
HAMZA H. WULAKADA,
NIM: 137150100111012, Program Doktor
Ilmu Lingkungan, Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang,
Malang, Maret 2018, “Dimensi Filsafat Lingkungan Burung Garuda Sebagai Simbol Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara Indonesia”,
Promotor: Prof. Dr. Abdul
Hakim.M.Si, Ko-Promotor: Prof. Dr.
Ir. Sugiyanto, MS dan Prof. Dr. Isrok, SH., M.Hum.
Tinjauan
ekologis terhadap keberadaan Burung Garuda sebagai lambang negara Indonesia penting
untuk dikaji karena realitasnya terjadi
krisis multidimensi yang
melanda berbagai komponan
bangsa. Filsafah
hidup Burung Garuda belum dikaitkan secara
metodologis dengan filsafat Pancasila sehingga ideologi bangsa tidak
termanivestasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penelitian ini bertujuan untuk; 1)
Menganalisa proses sejarah memilih
Burung Garuda sebagai lambang negara, 2) Menganalisa pemaknaan publik terhadap Burung Garuda dalam tinjauan mitologi, semiotik dan lingkungan empirik, 3) Menganalisa relevansi Burung Garuda dengan falsafah Pancasila, 4) Menyusun desain pembelajaran yang efektif tentang filsafat hidup Burung Garuda bagi
pelajar dan mahasiswa.
Teori yang dirujuk diantaranya; historiografi, mitos-ritual, morfologi-fisiologi
dan interaksi simbolik. Perolehan
data melalui studi kepustakaan [sekunder] serta observasi lapangan dan diskusi terbatas yang
melibatkan narasumber ahli berkompeten [primer] sehingga menggunakan analisis deskriptif
kualitatif. Fokus
penelitiannya tertuju pada jenis burung yang diidentikan sebagai burung garuda
untuk memperhatikan pola adaptasinya terhadap lingkungan kemudian
diilustrasikan menggunakan pendekatan semiotik dan dikonsepsikan dengan kondisi sosial budaya
masyarakat Indonesia.
Sejarahnya
burung garuda adalah mitos kepercayaan Hindu yang diadopsi dari perkembangan
peradaban bangsa, dijadikan lambang negara pasca proklamasi kemerdekaan
kemudian dikonsensuskan secara terbatas dalam dinamika kebangsaan. Proses
pemilihannya dimulai dengan tahapan persiapan kepanitiaan, perancangan,
legitimasi, sosialisasi dan peneguhan. Konsensus dilakukan untuk mendapatkan
pengakuan publik dengan mengubah substansi bentuk aslinya sehingga menghasilkan
sosok Garuda Pancasila dari dimensi mitos menjadi elang rajawali.
Unsur
kebaharuannya terletak pada dimensi pemaknaan lambang negara yang sebelumnya
merupakan bagian dari objek mitologi, memiliki kemiripan jenis dan bentuk [pendekatan
morfologi-fisiologi] dengan burung elang rajawali. Realitasnya kini belum ada
pembuktian otentik yang mematenkan hak cipta lambang Negara Indonesia sehingga
penting untuk dilakukan langkah hukum untuk menentukan objek empirik dari
garuda yaitu elang rajawali menjadi makhluk penjelmaan garuda. Memaknai
simbol lambang Negara
Garuda Pancasila menjadi penting karena tanpa pemberian makna terhadap objek-objek
budaya yang telah diwariskan satu generasi sebelumnya, maka karya-karya yang
dihasilkan akan hilang dalam peradaban manusia kelaknya.
Lambang negara Garuda Pancasila dapat
dimaknai melalui berbagai pendekatan yaitu makna konotatif (mitos) dan makna
denotatif (visual) terutama merujuk pada objek empirik elang rajawali sehingga
dimensi filsafat dapat merasionalkan makna dan nilai ke-Indonesia-an dalam
lambang negara. Rekomendasi teoritiknya adalah; [1] nilai kebenaran sejarah bersifat
relatif tergantung kekuasaan yang mengendalikannya, [2] konsensus dapat saja
tidak menjangkau ruang publik seutuhnya dalam waktu seketika karena berbagai
pertimbangan situasional, [3] paradigma mitologi yang dikultuskan dapat
dihilangkan nilai keyakinannya dengan memunculkan objek rasional baru yang
dilakukan secara massif dan sistematis, dan [4] interaksi simbolik yang
seharusnya mewakili identitas pengguna simbol ternyata tidak sepenuhnya berlaku
untuk objek komunal kecuali adanya kesepakatan baru yang bersifat universal. Oleh
karena hidup harus bermakna maka peneguhan falsafah elang rajawali menjadi
objek rasional yang efektif dijelaskan kepada peserta didik agar memahami,
meyakini dan mengamalkan Pancasila melalui kebanggan terhadap lambang garuda.
Kata Kunci : Burung Garuda, Mitos, Histori, Morfologi,
Interaksi Simbolik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar