GENEOLOGI PERADABAN FUTSAL ALA LAMAKERA
Sebelumnya,
maaf saya tidak begitu pandai merangkai kata indah seperti Paman Guru Dr. Umar
Bethan atau senior&yunior lainnya tapi biarlah melepas peluh malam ini
dengan sederet rasa kesyukuran. Alhamdulillah malam ini berkesempatan bersama
keluarga bisa silaturahmi dengan keluarga besar Lamakera di Kota Kupang, kami
menyambangi sebuah hajatan fenomenal, olahraga Futsal yang mungkin tidak asing
bagi pegiat si kulit bundar. Entah siapa yang menginisiasi perhelatan akbar
ini, bagi saya ini adalah sebuah tradisi unik yang terjadi di zaman generasi
neo. Tatkala ancaman individualistik melunturkan temali kekerabatan dengan
indikasi anak-anak yang hampir lupa garis temurunnya, sekelompok kecil kaum
peradaban asal turunan sebuah kampung di ujung Pulau Solor bernama Lamakera
yang bermukim di Kota Kupang memilih untuk lapangan futsal sebagai medium
kekerabatan. Bergumul dalam momentum itu para sesepuh yang sudah manula sampai
generasi besutan abad 21, mereka membaur hampir tak terbilang. Ini baru pertama
terjadi di Kota Kupang, sekampung kecil yang sudah lama bermigrasi namun dapat
dengan mudah merunut garis genetiknya. Dahsyad Lamakera.
Maaf,
saya tidak tahu persis berapa data jumlah anggota komunitas Lamakera yang kini
bermukim di Kota Kupang namun diperkirakan kampung asalnya Lamakera hanya
berkisar kurang dari 10.000 jiwa disana. Sebagian besarnya telah beranak-pinak
di rantauan dan berbaur dalam dinamika peradaban bersama komunitas lainnya.
Saya salah satunya yang sempat merasakan halusnya sentuhan tangan mereka kaum
pelaut unggul, meski tak mengalir darah tapi dogma sebagai perantau saya banyak
belajar dari mereka. Topografi kampung asalnya [Lamakera] berada di kaki bukit
yang sungguh tidak memungkinkan anak adam bisa lincah bermain bola di atas
bebatuan tajam tapi toh sedari dulu tetap saja ada generasinya yang menjadi
bintang lapangan hijau, entah apa musababnya tapi konon katanya itu adalah
bakat genetik. Mereka, gen Lamakera bukan hanya sebatas itu [bola] sejarahnya
tapi lebih jauh dari itu, beliau-beliau adalah para ilmuwan cerdas, orator
handal, pemimpin tangguh dan qori’ nan fasih di atas mimbar mushobaqah.
Berharap suatu ketika ada saya dapatkan data tentang segudang prestasi anak gen
Lamakera di berbagai bidang urusan yang tersebar di muka bumi Allah. Meski jauh
mereka merantau, tetap saja pertalian budaya menarik mereka tetap rekat dan
kembali menyatu.
Saya
hampir saja dinobatkan sebagai putra asli dari sana tapi masih ada nama
belakang yang tersemat sehingga ketahuan bukan anak keturunan komunitas suku di
Lamakera. Kuat dugaan mungkin dalam kelok sejarahnya, ada pertalian darah yang
telah memautkannya sehingga dengan mudah saya membaur dalam kemesraan komunitas
peradaban ini. Patron politik serta faksum entitas pun terintis kala pergumulan
dalam dinamika bersama orang-orang hebat asal Lamakera. Walhasil, ikhtiar
berumah tanggapun saya labuhkan ke puteri Lamakera sehingga malam ini saya
menjadi pemain ‘naturalisasi’ salah satu suku di Lamakera. Jauh sebelum itu,
sekali lagi saya harus jujur bahwa asin airnya telah mengalirkan denyut juang
menjadi sang juara. Olehnya, secara pribadi turut berbangga pernah merasakan doktrin
kejuangan yang pernah tergagas dalam proses karier. Terima kasih Lamakera,
Kampung Peradaban yang tak luntur dikekang zaman. Bersyukur Pernah di Takdirkan
Bersama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar