KATA PENGANTAR
Naskah ini
disajikan untuk memenuhi persyaratan Doktor pada Program Doktor Ilmu Lingkungan (PDIL), Program Pascasarjana Universitas
Brawijaya (PPs UB). Peneliti
telah melalui proses ujian kualifikasi dengan topik “Dimensi Epistimologi Burung Garuda sebagai Lambang Negara Indonesia
(Tinjauan Filsafat Lingkungan)”, namun cakupan epistimologi terlampau sempit
dan mengenyampingkan dimensi ontologis dan aksiologis yang juga merupakan
dimensi utama dalam kajian filsafat. Topik ini kemudian mengalami perbaikan
menjadi proposal disertasi dengan judul “DIMENSI
FILSAFAT LINGKUNGAN BURUNG GARUDA SEBAGAI SIMBOL KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
INDONESIA”. Selanjutnya peneliti melalui proses
panjang dalam menjajaki berbagai bidang keilmuan hingga menghasilkan naskah
disertasi berikut yang siap dipertanggung- jawabkan.
Kajian filosofis dalam naskah berikut mungkin tergolong
hal baru karena dalam proses penelitian disertasi cenderung menggunakan metode
kualitatif, namun bukan tidak layak untuk dijadikan sebuah topik penelitian.
Topik penelitian ini mungkin sekilas menjadi bahan cemoohan kaum akademis
karena memang hadirnya permasalah Burung Garuda dalam tulisan ini berangkat
dari kerisauan penulis yang melahirkan beragam pertanyaan. Objek Burung Garuda
bagi bangsa dan masyarakat Indonesia merupakan objek sakral yang dikultuskan
sebagai simbol negara. Keberadaanya sudah terdoktrinisasi secara terstruktur
dan bekerja secara turun-temurun dalam alam
berpikir semua generasi bangsa Indonesia, tanpa ada penjelasan ilmiah tentang
hubungan filosofis antara objek Burung Garuda, susunan kalimat kelima sila Pancasila
dan karakteristik (sosial-budaya) ke-Indonesia-an.
Setiap kali menyanyikan lagu nasional “Burung Garuda” atau lagu “Garuda di Dadaku”, seorang anak bangsa
seakan terhipnotis oleh kata-kata dan suasana kebathinan yang sakral dan penuh
hikmat melebihi kekhusukan seorang penganut agama dalam beribadah pada Sang
Penciptanya. Sungguh ironis bila penghayatan atas lagu tersebut begitu khidmah
hingga meneteskan airmata sementara dalam tatanan aksiologis masih banyak
ditemukan berbagai ketimpangan dan ketidak-adilan yang terjadi dalam tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Pertanyaannya, apakah setiap anak
bangsa telah memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang
dilambangkan oleh burung garuda?. Penelitian ini akan menelusuri proses
hadirnya burung garuda sebagai lambang negara dalam perspektif historikal,
kemudian mengkaji makna ke-Indonesia-an dalam objek burung garuda.
Dinamika
kebangsaan yang tengah terjadi akhir-akhir ini terus menggoyahkan nyali
nasionalisme anak bangsa dan mengancam integrasi bangsa Indonesia. Terkhusus
soal ideologi bangsa Indonesia [Pancasila] yang secara paralel dapat
dihubungkan dengan objek Burung Garuda sebagai simbol ke-Indonesia-an karena
pada dadanya tersematkan 5 [lima] objek makna dari kelima sila Pancasila.
Berbagai literatur sejarah maupun produk karya ilmiah lainnya belum menyajikan
relevansi yang ilmiah dan akurat soal keterkaitan antar deretan kata-kata dari
kelima sila Pancasila, Burung Garuda dan karakteristik [sosial-budaya]
ke-Indonesia-an. Konstruksi berpikir yang dibangun hanya menghubungkan
keterkaitan antara teks Pancasila dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia
[NKRI] tanpa memposisikan Burung Garuda sebagai objek yang menyimboli kedua
unsur dimaksud. Sementara tinjauan teoritik dari pendekatan semiotik
mengisyaratkan adanya posisi strategis sebuah simbol atau lambang dalam
pemaknaannya serta pengaplikasiannya. Hal inilah menjadi fokus kajian yang
dilakukan dalam penelitian dan penulisan naskah disertasi berikut.
Topik ini semakin menarik karena sudut pandang keilmuan yang dirujuk adalah
Kajian Lingkungan dan Pembangunan sehingga dapat
memotret dari sudut pandang falsafah lingkungan, dimana
objek kajiannya adalah Burung Garuda yang merupakan sejenis makhluk hidup dalam
sebuah ekosistem. Pendekatan ilmu pembangunannnya adalah dalam rangka membangun
kualitas sumberdaya manusia Indonesia yang masih tertawan krisis multi-dimensi,
khususnya perihal moralitas kebangsaan yang tercermin dalam moral dan perilaku anak-anak
bangsanya. Rasanya sulit diterima secara ilmiah karena topik ini jauh dari
tradisi intelektual yang biasa dilakukan dalam pendekatan kajian lingkungan
fisik, namun penyaji patut berkemauan keras dalam sebuah misi doktoral ingin
menghasilkan sebuah kajian ilmiah yang bermanfaat bagi segenap komponen bangsa
Indonesia.
Penulis telah mengelaborasikan berbagai pendekatan keilmuan dalam tulisan ini, yaitu; pendekatan historikal, pendekatan simbolik,
pendekatan mitologi, pendekatan morfologi-fisiologi dan pendekatan sosiologi lingkungan. Luaran (outcome) dari penelitan ini menghasilkan sebuah desain pembelajaran yang tepat tentang burung garuda dalam
perspektif ilmu lingkungan dan pembangunan bagi segenap masyarakat Indonesia
diberbagai tingkatan pendidikan. Penyaji berharap akan menemukan hal baru yang
dapat diadopsi dalam desain pembelajaran tentang burung
garuda sebagai lambang negara Indonesia dan dapat memberikan perubahan
paradigma yang lebih bermartabat dalam pembangunan kualitas sumberdaya manusia
Indonesia.
Mengakhiri
pengantar ini, penulis ingin
mengutip ayat Al Qur’an
Surat Ar-Ruum (41) yang menjadi landasan teologis
sekaligus sebagai rujukan utama dalam pelaksanaan penelitian ini.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Bahwa segala
bentuk kerusakan yang terjadi didunia adalah akibat aktifitas manusia sehingga
manusialah yang patut melakukan perbaikan dan pelestarian terhadap
lingkungannya karena kelebihan nilai dan nafsu membangun peradaban [berpikir
dan berkarya] yang dianugerahkan kepadanya. Semoga disertasi
berikut mendapat sambutan positif dari berbagai pihak untuk dikoreksi hingga
mendekati titik kesempurnaan agar bermanfaat bagi nusa dan bangsa Indonesia serta mendapatkan ridlo dari Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar