MENELADANI KEIKHLASAN KELUARGA IBRAHIM
‘ALAIHISALAM
Khotib : A. P. Kosso [Ketua Umum MUI Rote Ndao]
Naskah : H. Wulakada
إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا .مَنْ يَهْدِهِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْلاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ
مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ
بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
َمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ
كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ ، وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ
مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ،
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
أَللهُ أَكْبَرْ أَللهُ أَكْبَرْ أَللهُ
أَكْبَرْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ أَلله أَكْبَرْ وَ للهِ
الْحَمْدُ
Khutbah
I
Kaum
Muslimin jama’ ied yg dimuliakan Allah ....
Kumandang takbir kembali lagi bergema di awal-awal Dzulhijjah hingga
pagi ini, disunnahkan bagi kaum muslimin untuk bertakbir mutlak di
tempat-tempat umum sejak 1 Dzulhijjah. Lalu sejak Shubuh hari 9 Dzulhijjah
disunnahkan bertakbir muqoyyad
selesai shalat. Itu semua menunjukkan kita mengagungkan Allah di awal-awal
Dzulhijjah ini dan semakin dekat pada-Nya.
Dosa demi dosa kita kerjakan nyaris sepanjang hari. Perintah demi
perintah-Nya hampir kita abaikan setiap saat. Tapi lihatlah, Allah Azza
wa Jalla yang Maha Pengasih itu tidak pernah bosan memberikan
kesempatan demi kesempatan kepada kita untuk bertaubat dan kembali pada-Nya.
Allah Azza wa Jalla yang Maha Penyayang itu tidak pernah
menutup pintu ampunanNya yang luas. Begitu banyak kenikmatan Allah kepada kita
sehingga kita tidak mampu menghitungnya, karena itu keharusan kita adalah
memanfaatkan segala kenikmatan dari Allah SWT untuk mengabdi kepada-Nya,
sebagai manifestasi dari rasa syukur itu, salah satunya adalah ibadah berkorban
pada hari raya Idul Adha dan hari tasyrik. Allah SWT berfirman:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu
nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah (QS
Al Kautsar [108]:1-2).
Adapun Idul
Adha yang kita rayakan pada hari ini, hakekatnya merupakan media bagi umat
Islam seluruh dunia, khususnya bagi mereka yang diberi kesempatan melaksanakan
Ibadah Haji, untuk kembali mengenang ulang tiga sosok manusia yang pernah
terlahir di muka bumi. Ketiga sosok yang dimaksudkan adalah Nabiyullah Ibrahim
AS, Siti Hajar, istrinya, dan juga putranya, Ismail. Ketiganya tercatat dalam
sejarah yang ditulis dengan tinta emas, yang oleh al-Qur’an dinobatkan sebagai uswatun hasanah (contoh teladan yang
baik), bagi seluruh umat manusia. Ketiganya telah mengajarkan bagaimana cara
kita bersikap dalam mengarungi kehidupan agar beruntung, sukses, bahagia dan
selamat di dunia dan akhirat. Inilah yang diabadikan oleh Allah SWT dalam QS:60
(Al Mumtahanah) ayat 4;
Artinya:
Sungguh
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengannya.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamd.
Barokallahuliwalikum Jama’ah
Sholad Ied ....
Pada
kesempatan yang baik di hari idul adh-ha ini, kami mengajak kepada kita semua
untuk merenungkan kembali makna sejarah Nabi Ibrahim, Siti hajar, dan putranya,
Ismail. Ketiganya telah menunjukkan kepada kita bagaimana seharusnya taat
kepada perintah Allah. Bagaimana menempatkan Allah di atas segala-galanya.
Bagaimana kecintaan kepada Allah di atas semua kecintaan kepada apapun dan
kepada siapapun.
Hari-hari
ini kita senantiasa disuguhi berita di media yang topik umumnya tentang
penganiayaan anak, pembunuhan dan mutilasi, bahkan ada ibu yang tega membunuh
anak kandungnya. Sementara disisi lainnya ada orang yang seudah bertahun-tahun
berharap mendapatkan anak keturunan namun tak kunjung dikaruniahi. Berbagai
pengorbanan dilakukan bahkan harus menggelontorkan milyaran rupiah untuk
mendapatkan anak dengan bantuan dokter dan teknologi termahal. Sungguh 2
kondisi yang ironis dan bertolak belakang. Ada pihak yang tidak mengharapkan
anak kemudian menelantarkannya sementara pihak lain yang sangat berharap justru
tidak diberikan Allah. Alasan biologis, psikologis dan apapun itu, hanya
Allah-lah yang mampu memandatkan ‘ruh’ pada jasad makhluknya, meskipun di Jepang
dengan teknologi terkininya mampu menciptkan jasad manusia namun urusan ‘ruh’
tidak dapat dibeli, apalagi diciptakan. Hanya kuasa Allah SWT yang mampu.
Tradisi
budaya ketimuran, setelah menikah pastinya ada pertanyaan teman dan sanak
saudara; sudah berapa bulan kandungannya?, berapa putranya?. Pertanyaan itu
akan dijawab bahagia bila sudah dikarunia anak, namun akan menjadi cibiran bila
bertahun-tahun menikah belum dikarunia anak. Betapa mirisnya, hidup dengan
harta berlimpah, berkekuasaan luas namun akan jatuh status sosialnya bila tidak
dikaruniai anak keturunan. Kehadiran seorang anak dalam kehidupan rumah tangga
merupakan pelengkap kebahagiaan. Ketidak hadiran seorang anak dalam kehidupan
suami isteri ibarat sayur yang tak bergaram. Kondisi demikian jugalah yang
pernah dialami Nabiyullah Ibrahim AS, dalam kesabaran dan ketabahannya
bertahun-tahun laanya menanti kehadiran seorang anak keturunan sebagai pelanjut
risalah Allah. Berusaha dan berdo’a, bernazar dan berkorban namun tak kunjung
di karunia anak. Namun kondisi berbalik tatkala Ibrahim AS dikarunia anak dari pernikahnnya dengan Siti hajar. Suatu
kegembiraan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Mungkin
inilah jawaban Allah SWT atas do’a dan pengorbanannya, namun, justru peristiwa
inilah yang menjadi menjadi titik awal dari puncak drama kehidupan yang beliau
lakoni dari sekian banyak episode sejarahnya. Betapa tidak, tatkala sang anak
telah beranjak remaja, sekonyong-konyong datang perintah Allah SWT untuk
menyembelih sang buah hati. Ayah mana yang hatinya tak berguncang saat menerima
perintah ini? Ibu mana yang bisa mengikhlaskan anaknya disembelih oleh ayah
yang baru datang menengoknya? Anak mana mana yang tidak memberontak ketika akan
disembelih oleh ayahnya sendiri?. Hari ini mungkin biasa-biasa saja, sekeluarga
rela mati bunuh diri karena himpitan ekonomi, bukan karena kepatuhan atas
perintah Allah SWT.
Ketiganya
menujukkan kepada kita, bagaimana seharusnya taat kepada Allah di atas
segala-galanya. Bagaimana kecintaan kepada Allah di atas semua. Bagaimana harus
mengorbankan sesuatu yang amat-sangat dicintai, terlebih telah berkorban sekian
lamanya. Drama tersebut diabadikan dalam al-Qur’an QS. Ash-Shaffat: 102
Artinya
: Maka
ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha ersamanya, (Ibrahim)
berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku!
Lakukan apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang yang sabar. (QS. Ash-Shaffat: 102)
Pertanyaan,
modal apa yang dimiliki oleh ketiga orang pilihan Allah tersebut, sehingga
mereka begitu tegar dalam melaksanakan perintah meskipun resikonya jelas, yaitu
kehilangan sesuatu yang justru paling dicintai dan disayangi?
Allahu
Akbar 3X Walillahilhamd.
Ketaatan
atas perintah Allah SWT yang menuntut
pengorbanan yang begitu tinggi, hanya mungkin dilakukan oleh orang yang
memiliki kualitas iman yang kokoh. Hanya orang-orang yang memiliki pondasi
keimanan yang kuat saja yang tetap tegar dan kuat menghadapi berbagai cobaan
hidup. Orang yang beriman menyadari sepenuhnya bahwa hidup di dunia ini
hanyalah serentetan cobaan. Kadang baik, kadang buruk. Tapi ingatlah bahwa hal
tersebut hanyalah ujian yang menjadi indikator kelulusan, menunjukan
klasifikasi dan kualitas keimanan seseorang. Allah berfirman:
Artinya; Yang
menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara yang lebih baik
amalnya. Dan dia Maha Perkasa, Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk: 2)
Melalui
drama di atas, Allah telah memberi pelajaran berharga bahwa ketaatan kepada
Allah tidak pernah membawa sengsara. Sebaliknya, di balik ketaatan kepada Allah
akan lahir keselamatan, kesuksesan, dan kebahagiaan. Tidak hanya di dunia namun
juga kebahagiaan abadi dihari kemudian. Persoalannya sekarang, maukah kita
menjalani ujian dan cobaan dengan keimanan? Masih ragu-ragukah kita atas
kekuasaan Allah?. Sesungguhnya Allah sudah menegaskan dalam Al Qur’an bahwa
segala harta dan anak yang kita dapatkan saat ini adalah kausal material dari
cobaan. Keduanya adalah bukti ketercapaian kuasa manusia, maukah kita
mengorbankannya sebagai wujud ketaqwaan kepada Allah?.
Sebagian
kita tentunya akan terpukul dalam keterpurukan bila dilanda kebangkrutan,
kehilangan anak atau sanak saudara karena mati secara mendadak. Anda dan saya
tentunya tidak rela bila Allah mencabut kuasa atas kekuasaan kita tersebut,
namun Ibrahim AS, Siti Hajar dan anaknya Ismail AS yang diperintahkan
menyembelih anaknya, justru dengan sukarela mengorbankannya. Ibrahim AS patuh
bukan karena tidak mampu menghidupi anaknya, bukan pula karena stres dengan
resesi ekonomi saat itu, namun Ibrahim AS tahu dan sadar bahwa ‘Ismail’ adalah
makhluk Allah SAW yang dititipankan kepadanya untuk menjaga, membesarkan,
mendidik, mengasihi, dan membinanya. Hak Allah-lah untuk mengambil kembali
Ismail, karena titipan kuasa atas Ismail adalah kemutlakan Allah. Pertanyannya,
relakah kita bila kehilangan barang berharga terlebih yang amat kita cintai?
Sudikah kita berqurban barang sedikit dari harta kepunyaan kita untuk saudara
dan tetangga kita yang hidupnya dalam keterbatasan?
Kembali
saya ingatkan ayat Al Qur’an yang terbesit tadi, bahwa ; “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar”. (QS. Al-Anfal:
28)
Bilamana
harta dan anak adalah materi kekuasaan yang menjadi ujian bagi kita maka
pertanyaanya, Apakah hingga saat ini kita lulus dengan ujian tersebut?. Apa
bukti kelulusan ujian kita dengan dititipkannya kuasa dimaksud oleh Allah?.
Sederhana saja jawabannya, bilamana Ibrahim AS dinyatakan lulus dengan
kerelaannya mengorbankan nyawa anaknya, maka pernahkan kita ikhlas membagi
sebongkah roti pada seorang anak jalalan yang kelaparan sementara hanya itu
satu-satunya yang kita punya? Pernahkah kita merelakan jabatan pada orang yang
lebih layak sementara kita membutuhkan jabatan tersebut? Sudikah kita merelakan
ikan hasil tangkapan semalam dimakan kucing kelaparan sementara kita
membutuhkan ikan untuk hidup kita hari ini? Sudikah kita pada semut yang
mengotori gula air hasil sadapan kita sementara pembeli telah menunggu
pesanannya?
Berbagai
pertanyaan tersebut hanyalah sebagaian kecil dari ujian keikhlasan atas harta,
anak dan kuasa kita. Perihal anak dan keluarga, bilamana kita tidak mampu
[gagal] menjaga, merawat, membina dan mendidiknya sebagai hamba Allah yang
sholeh/sholehah maka itulah kegagalan atas ujian kita dititipkan anak oleh
Allah SWT. Semoga anda dan saya bukan termasuk orang-orang yang berbangga
dengan anak-anaknya yang justru membuat kerusakan dan kegaduhan di
sekolahnya, orang tua yang miris lantas
membela anaknya yang melanggar norma hukum dan syari’at agama. Kita kadang
lebih rela membelikan anak sepeda motor mahal untuk kesekolah sementara ada
teman anak kita yang tidak memiliki sepatu sekedar mengalas kakinya ke sekolah.
Na’udzu billah min dzalik, itu bagian
dari ujian dan cobaan Allah, semoga kita mampu menghadapinya...
Allahhu
Akbar 3X, walillahil hamdu ....
Jama’ah
sholat Idul Adh-ha yang dimuliakan Allah SWT...
Bahkan
di ayat yang lain, Allah menegaskan:
Artinya;
Wahai
orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap
mereka. (QS. At-Taghabun: 14)
Musuh
yang dimaksud Allah dalam ayat dimaksud dapat berupa peringatan bahwa musuh
tidak hanya bermusuhan karena mempertengkarkan sesuatu namun menjadi musuh
dalam hal prioritas pengorbanan. Bilamana harus memilih, memenuhi permintaan
anak dan istri dibanding mengorbankan permintaan itu di jalan Allah karena ada
hamba Allah lainnya yang lebih membutuhkan. Meninggalkan kewajiban kepada Allah
hanya karena permintaan istri dan anak, maka sungguh anak dan istri telah
menjadi musuh yang memisahkan kewajiban kita kepada Sang Khaliq. Sepatutnya
anak dan istri di ajak bersama untuk sholat berjama’ah dan dibiasakan ikhlas
berqurban, maka itulah keberhasilan [kelulusan] kita mengikuti ujian Allah SWT.
Meskipun Rosulullah bersabda sebagaimana HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan
oleh al-Albani bahwa ”Sesungguhnya seorang muslim itu jika ia memberi nafkah
kepada keluarganya, maka itu akan menjadi sedekah untuknya.”
إِنَّ
الْمُسْلِمَ إِذَا أَنْفَقَ عَلَى أَهْلِهِ كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً
Hadits
lainnya disebutkan bahwa;
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ
ِلأَ هْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ ِلأَهْلِى
Artinya : Sebaik-baik
kamu adalah yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah orang yang
paling baik terhadap keluargaku (HR. Ibnu Asakir).
Prioritas utamanya adalah istri dan anak karena keberadaan mereka
adalah sarana ibadah kepada Allah. Dapatkah kita menjadi yang terbaik kepada
keluarga kita, memberikan keteladanan kepada anak dan istri kita, maka tuntunan
itu merupakan keberhasilan dalam mengaruhi cobaan Allah. Terlebih pada mereka
kita mengajarkan kemuliaan bila menafkahi juga makhluk lain yang selayaknya
mendapatkannya, mereka juga diajarkan bagaimana berqurban di jalan Allah. Subhanallah....
Momentum
Idul Adh-ha identik dengan hari raya qurban, menyembelih kurban kemudian
membagi pada sesama sebagai representatif gambaran kepatuhan Ibrahim
mengurbankan nyawa anaknya. Pelajarannya, sebagai orangtua harus rela
menyembelih anaknya dengan memberikan pendidikan yang benar. Kenalkan dan dekatkan
mereka terhadap Tuhannya. Kenalkan mereka dengan mengajarkan Al-Qur’an.
Pahamkan mereka tentang syari’at agama. Ajarkan pada mereka akhlaqul karimah. Sebagai
orangtua jangan ragu-ragu menyembelih anak kita sendiri, dalam pengertian
menyetop mereka jika berlaku salah. Stop anak-anak kalian jika mereka bergaul
bebas, lelaki dengan perempuan. Stop anak-anak kalian jika mereka berpakaian
tidak sopan, melanggar syaria’at, mengumbar aurat. Stop anak-anak kalian jika
terlihat mereka sampai berani merokok, karena jika dibiarkan akan menjadi pintu
masuk alkohol dan narkoba.
Orangtua
harus tega menyembelih anaknya, dalam arti melarang mereka berbuat maksiyat.
Orangtua harus rela menghukum anaknya yang tidak shalat. Meninggalkan shalat
sama dengan berbuat kemaksiyatan. Jika kepada Allah mereka berani melanggar,
bagaimana kepada yang lain?. Rasulullah telah mengingatkan:
Suruhlah anak-anakmu shalat bila
berumur tujuh tahun dan gunakan pukulan jika mereka sudah berumur sepuluh
tahun. (HR. Abu Dawud)
Sungguh
ironis, banyak orangtua yang segan mengingatkan anaknya untuk melaksanakan
shalat, padahal mereka sudah berumur di atas sepuluh tahun, bahkan sudah ada
yang berumur tujuh puluh tahun. Banyak orangtua yang segan mengingatkan anaknya
yang sedang pacaran, bergaul bebas, dan berpakaian tidak sopan. Anak kita
adalah aset masa depan kita. Di saat kita sudah menghadap Allah, merelah yang
bisa meminta ampunan kepada Allah. Di saat kita sudah mati, merekalah yang bisa
mendo’akan kita. Anak adalah surga dan neraka kita. Rasulullah ditanya tentang
peranan kedua orangtua, beliau menjawab:
“Hum
jannatuka wa naruka”
Artinya;
“Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu
dan nerakamu”. (HR. Ibnu Majah)
Kita
semua mencintai anak, akan tetapi kecintaan kita kepada anak jangan sampai
kelewat batas. Betapa banyak orang tua yang rela korupsi, besar-besaran atau
kecil-kecilan demi anaknya? Ketika anaknya masih kecil, yang diminta mungkin
hanya sekadar mobil-mobilan. Tapi ketika mereka dewasa, yang diminta mobil
beneran. Rumah beneran.
Sebelum
anak-anak kita menjadi neraka di rumah kita, sebelum anak-anak kita menjadi
generasi perusak bangsa, mari kita jadikan kecintaan kepada Allah di atas
segala-galanya. Mari kita jadikan ketaatan kepada Allah menjadi perisai
kehidupan kita. Kita didik anak kita baik-baik. Kita juga jadikan diri kita
sebagai suri tauladan yang baik bagi mereka. Bukankah Rosulullah bersabada;
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ
عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ: مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila
seorang insan meninggal dunia, akan terputuslah seluruh amalnya kecuali dari 3
hal: dari sedekah jariyah, atau dari ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh
yang berdoa untuknya.”(HR. Abu
Dawud dan dishahihkan oleh al-Albani)
Barokallah.....
Khutbah II
Pesan
sebagaimana dalam khutbah pertama memberi pesan kepada kita sekalian, .... Jadilah
orangtua yang bisa menjadi contoh. Jadilah orangtua yang tidak hanya bisa
menasehati, tapi juga bisa menginspirasi. Jadilah ayah seperti Ibrahim. Jadilah
ibu seperti Siti hajar. Dan jadilah anak seperti Ismail.
Akhirnya
kita berdo’a:
الحمد لله رب العالمين، حمدا شاكرين حمدا ناعمين،
حمدا يوافي نعمه ويكافئ مزيده، يا ربنا لك الحمد كما ينبغي لوجهك الكريم و عظيم
سلطانك، أللهم إنا عبادك أبناء عبادك، أنت القدير و أنت العزيز، لا حول ولا قوة
إلا بك.
.أللهم إنا نسألك موجبات رحمتك و عزائم مغفرتك،
ونسألك السلامة من كل إثم و الفوز بالجنة والنجاة من النار
Ya Allah, Dzat yang Maha Pengasih tak
pilih kasih dan Maha
Penyayang tak pandang sayang
Berkahilah kami dihari ini dan setelahnya, ridhailah hidup kami hingga kami
berada disisi-Mu. Ampunilah segala kesalahan kami, baik
yang kami sadari maupun yang tidak kami sadari. Jadikanlah pertemuan kami saat ini sebagai pertemuan yang Engkau rahmati dan perpisahan kami sebagai perpisahan yang Engkau ampuni.
Ya Allah, tuntunlah
langkah hidup kami agar
senantiasa berjalan diatas jalur kebenaran. Jalan yang telah dicontohkan oleh Nabi-Mu Muhammad
Shallallaahu ‘alaihiwa Sallam serta para sahabatnya dan orang-orang shaleh setelahnya.
Ya Allah, ampunilah dan sayangilah orang tua
kami melebihi dari rasa sayang mereka terhadap kami. Bila mereka telah berada disisi-Mu, maka lapangkanlah tempatnya dan jadikan mereka sebagai penghuni surga-Mu. Dan basahilah lidah kami untuk senantiasa mendoakan mereka. Dan bila mereka masih bersama kami di dunia,
berikanlah kami kekuatan untuk menunjukkan bakti kami terhadap mereka. Janganlah engkau biarkan kami lalai dalam menyayangi mereka dan bila Engkau ingin mengambil mereka maka jadikanlah husnul khatimah sebagai penghias akhir hidup mereka.
Ya Allah, satukanlah hati orang-orang yang beriman kepada-Mu sebagaimana Engkau telah menyatukan hati kaum Anshar dan Muhajirin. Hilangkan pertikaian dan angkatlah permusuhan dari kami. Jadikanlah kami
orang-orang yang bersaudara karena-Mu agar kami bias menjadi lebih kuat dan berhak atas pertolongan-Mu.
Ya
Allah, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang senantiasa rela meninggalkan kuasa
duniawi kala harus memenuhi panggilan-Mu, menjadi ayah semulia Ibrahim, menjadi
istri sepatuh Siti Hajar dan menjadi anak seikhlas Ismail.
Berkahilah
mereka yang sudi berqurban dijalan-Mu ya Allah, mereka yang menyantuni fakir
miskin, yatim dan piatu, mereka yang tengah berjihad dengan belajar di rantauan
demi ilmu-Mu, mereka yang siang dan malam mencari rizqi penuhi kebutuhan
keluarga hanya karena ibadah kepada-Mu....
Ya Allah, bantulah saudara-saudara kami
yang terdzalimi di Palestina, Suriah, Mesir, Rohingya dan tempat lainnya. Hilangkan rasa
lapar yang mendera saudara-saudara kami di Somalia. Ampunilah kelalaian kami bila selama ini kami tidak memikirkan nasib mereka.
Ya Allah, lapangkanlah urusan yang sedang kesulitan diantara kami, berilah makan yang lapar diantara kami,
hangatkanlah orang-orang yang kedinginan dan ajarilah orang-orang
yang jahil diantara kami, penuhilah kebutuhan-kebutuhan kami
agar kami bias menyembah-Mu lebih baik lagi.
Ya Allah, tuntunlah para pengambil kebijakan di daerah dan Negara kami. Jangalah Engkau biarkan hati dan perlangkahan mereka tersesatkan sehingga menetapkan kebijakan yang tidak memberikan kemaslahatan agama,
ummat, bangsa dan dunia.
Ya Allah,
Zat Yang Maha Mengabulkan doa kabulkanlah doa kami, penuhilah permintaan kami,
kamilah hamba-Mu yang lemah, harapan kami hanya kepadaMu, Engkau Maha
Mendengar, Engkaulah Penguasa satu-satunya Yang Haq, Engkaulah sebaik-baik Pemberi
yang diharap.
رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ. وصل اللهم على خير خلقك محمد وعلى آله وصحبه
أجمعين والحمد لله رب العالمين.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.